BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen. Bangsa
Indonesia memiliki keanekaragaman suku, budaya, agama, ras, dan lain-lain. Dari
mulai Sabang hingga Merauke banyak perbedaan-perbedaan yang akan kita jumpai.
Namun walaupun begitu bangsa Inhdonesia tetap satu, sebagaimana semboyan negara
kita yang terdapat di dalam kitab Sutasoma yakni Bhineka Tunggal Ika dengan
arti berbeda-beda suku namun tetap satu jua.
Setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing dan
tentunya memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan satu daerah dengan
daerah yang lainnya. Salah satu daerah yang akan yang akan dibahas mengenai
kebudayaannya dalam makalah ini adalah DKI Jakarta.
DKI Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia sekaligus
sebagai salah satu provinsi yang ada di Jawa Barat. DKI Jakarta memiliki suku dengan nama Betawi yang mana tersebut diambil
dari bahasa kuno kota Jakarta yakni Batavia.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai sejarah
munculnya kebudayaan Betawi, juga aspek-aspek yang terdapat di dalam budaya
Betawi baik dari segi bahasa, social, religius, dan ciri khas daerah tersebut.
- Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul berbagai
permasalahan yang akan dibahas, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana
sejarah munculnya budaya Betawi?
2.
Apakah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Betawi?
3.
Bagaimana aspek religius masyarakat Betawi?
4.
Bagaimana aspek social masyarakat Betawi?
5.
Apa saja yang menjadi ciri khas dari kebudayaan Betawi?
- Tujuan
Penulisan
Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar IPS.
Adapun secara khusus tujuan penulis menulis makalah ini
adalah ingin mengetahui:
1.
Sejarah kebudayaan Betawi
2.
Bahasa yang digunakan masyarakat Betawi
3.
Aspek religius masyarakat Betawi
4.
Aspek social masyarakat Betawi
5.
Ciri khas kebudayaan Betawi
- Pembatasan
Masalah
Mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan dan buku sumber yang dimiliki penulis, maka dalam penyusunan
makalah ini penulis membatasinya dengan membahas tentang kebudayaan Betawi
secara umum.
- Metode
Penulisan
Dalam mengumpulkan bahan data untuk menyusun makalah ini,
agar lebih akurat dan efektif, maka
penulis menuliskan metode sebagai berikut:
1.
Tinjauan Pustaka
Dalam
penulisan makalah ini, penulis mencari dari berbagai sumber yang berkaitan
dengan kebudayaan khususnya budaya Betawi.
2. Metode
Observasi
Dalam hal ini penulis melakukan observasi dan
mengadakan wawancara kepada narasumber.
- Sistematika
Penulisan
Dalam menulis makalah ini, penulis ,menguraiakan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar
belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II berisi pembahasan yang menguraikan tentang sejarah
munculnya kebudayaan Betawi, bahasa yang digunakan suku Betawi, aspek religius
dan social masyarakat Betawi, dan ciri khas dari kebudayaan Betawi.
Bab III berisi penutup yang menguraikan tentang kesimpulan
dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta)
adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota Negara Republik
Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dengan titik koordinatnya
adalah 6°11′ LS 106°50′ BT. DKI Jakarta dibagi menjadi lima
bagian, diantaranya Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta
Barat, dan Jakarta Pusat. Selain itu,
DKI Jakarta memiliki batas-batas, antara lain sebelah Utara dibatasi oleh laut
Jawa, sebelah Timur dibatasi oleh kota Bekasi, sebelah Selatan dibatasi oleh
kota Depok, dan sebelah Barat dibatasi provinsi Banten. Pada tahun 2004,
luasnya adalah sekitar 740 km² dan penduduknya berjumlah
8.792.000 jiwa.
B. Sejarah Suku Betawi
Nama Jakarta adalah kependekan dari kata Jayakarta. Nama ini diberikan
oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari Kerajaan Sunda
pada tanggal 22 Juni 1527. Nama ini diterjemahkan sebagai
kota kemenangan atau kota
kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang
diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" dari bahasa
Sansekerta jayakarta. Nama lain
atau sinonim "Jayakarta" pada awal adalah
"Surakarta ".
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah
satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang berlokasi di muara
Sungai Ciliwung. Ibukota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh
dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan.
Menurut sumber dari Portugis, Sunda Kalapa merupakan
salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten,
Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam
teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting
karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut
dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota ) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan
dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga
pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan
diperkirakan merupakan ibukota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad ke-12 banyak kapal-kapal asing yang
berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah berlabuh di pelabuhan
ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain,
wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah
yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Orang Eropa pertama yang datang ke Jakarta
adalah orang Portugis. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja
Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan
benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan
bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut
diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka
Mundinglaya Dikusumah di mana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut
terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak lebih dahulu
menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut
peristiwa ini tragedi karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota
pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana
termasuk sahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni adalah berdasarkan tragedi penaklukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527 dan
mengganti nama kota
tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kemenangan".
Orang
Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16 dan pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menaklukan Jayakarta dan
kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Dalam masa
Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting.
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942
dan mengganti nama Batavia menjadi Jakarta
untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda
sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949. Jadi, asal kata
nama Betawi bukanlah nama yang sesungguhnya di berikan kepada suku ini, nama Betawi merupakan turunan kata/ penyesuaian lidah dari Batavia . Nama Batavia pun
ada di Negara Bagian New York .
Bahkan kota Batavia pernah menjadi role model
bagi Belanda untuk membangun New Amsterdam sebuah kota di pinggir sungai Hudson ,
setelah ditaklukkan Inggris kota
itu berubah nama menjadi New York .
Suku
Betawi berasal dari hasil kawin-mawin
antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku
sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan
bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Yang disebut dengan suku Betawi sebenarnya
terhitung sebagai pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari
perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa.
Kata Betawi digunakan
untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta
dan bahasa Melayu
Kreol yang
digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya.
Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata "Batavia,"
yaitu nama kuno Jakarta
yang diberikan oleh Belanda.
Diperkirakan,
etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini
didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis
sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman
kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan
bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk
dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis
Betawi.
Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada
justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah
orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.
Awalnya kesadaran sebagai orang Betawi pada awal
pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan
sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat
tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong.
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah
kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih
luas, yakni Hindia Belanda, baru
muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan
Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula
segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan
orang Betawi.
C.
Bahasa Betawi
Bahasa Betawi atau Melayu dialek
Jakarta atau Melayu Batavia
(bew) adalah sebuah bahasa yang merupakan anak bahasa dari Melayu. Mereka yang menggunakan bahasa ini dinamakan orang Betawi. Bahasa ini hampir seusia dengan nama daerah tempat bahasa
ini dikembangkan, yaitu Jakarta.
Bahasa Betawi adalah bahasa kreol (Siregar, 2005) yang didasarkan pada bahasa Melayu Pasar ditambah dengan unsur-unsur bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Jawa, bahasa dari Cina Selatan (terutama bahasa Hokkian), bahasa Arab, serta bahasa dari
Eropa, terutama bahasa Belanda dan bahasa Portugis. Bahasa ini pada awalnya dipakai oleh kalangan masyarakat
menengah ke bawah pada masa-masa awal perkembangan Jakarta. Komunitas budak
serta pedagang yang paling sering menggunakannya. Karena berkembang secara
alami, tidak ada struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang membedakannya
dari bahasa Melayu, meskipun ada beberapa unsur linguistik penciri yang dapat
dipakai, misalnya dari peluruhan awalan me-, penggunaan akhiran -in
(pengaruh bahasa Bali ), serta peralihan bunyi
/a/ terbuka di akhir kata menjadi /e/ atau /ɛ/ pada beberapa dialek lokal.
Di bawah ini adalah beberapa kata dalam Bahasa Betawi dan
artinya dalam bahasa Indonesia :
1.
siape =
siapa
2.
ape = apa
3.
ade = ada
4.
aye = saya
5.
aje = saja
6.
Jakarte = Jakarta
7.
pastinye = pastinya
8.
katanye = katanya
9.
gile = gila
10.
ke mane = ke mana
11.
di mane = di mana
D.
Aspek Sosial Betawi
Banyak orang yang berasumsi mengenai masyarakat Betawi bahwa dari mereka jarang ada yang berhasil, baik dalam
segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Asumsi tersebut ternyata salah karena
tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Beberapa dari mereka diantaranya
adalah Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb, dan Fauzi Bowo yang menjadi Gubernur Jakarta saat ini .
1. Perilaku dan
Sifat
Terdapat beberapa
hal yang positif dari kehidupan social masyarakat Betawi, antara lain jiwa sosial mereka
yang sangat tinggi, ini terbukti ketika
salah satu warga Betawi yang sedang mengalami kesusahan mereka senantiasa
saling membantu walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal tertentu terlalu berlebih dan cenderung tendensius.
Selain itu orang Betawi juga senantiasa sangat menjaga nilai-nilai agama yang
tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada
anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat
dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar
Jakarta. Mereka senantiasa ramah dan tidak membeda-bedakan antara pendatang
dengan penduduk asli.
Orang
Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku
kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan
dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
2. Sistem kekerabatan
Dalam kaitannya dengan sistem kekerabatan, misalnya dalam penarikan
garis keturunan, mereka mengikuti prinsip bilineal,
artinya menarik garis keturunan kepada pihak ayah dan
pihak ibu. Adat menetap nikah sangat tergantung kepada perjanjian kedua pihak sebelum perpisahan berlangsung. Ada pengantin baru yang sesudah
menikah menetap di sekitar kediaman kerabat suami (patrilokal) dan ada pula yang menetap di
sekitar lingkungan kerabat isteri (matrilokal). Pada masa lalu,
setiap orang tua selalu bercita-cita membuat rumah
(ngerumahin) bagi anaknya yang telah menikah. Yang membuat
rumah itu mungkin orang tua pihak laki-laki atau orang tua pihak perempuan.
Pada saat sudah dibuatkan rumah itulah, pasangan ini berdiri
sendiri atau lepas dari tanggung jawab orang tua. Di
pihak lain orang tua pada umumnya cenderung menyandarkan
hidup di hari tuanya pada anak perempuan. Mereka merasa anak perempuan sendiri akan lebih terampil mengurus orang tua daripada
menantu perempuan, meskipun mereka tidak membedakan anak
laki-laki dan anak perempuan.
3. Profesi
Dalam
segi keprofesian khususnya sebelum era
pembangunan orde baru, masyarakat Betawi terbagi atas beberapa profesi menurut
lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Contohnya di kampung
Kemanggisan dan sekitar Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang
(anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum kebanyakan dari
mereka menjadi guru, pengajar, dan
pendidik seperti K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang dan pembatik
juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun pun umum dilakoni oleh
warga Kemanggisan.
Kampung
yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi
perah. Sedangkan di Kampung Kemandoran banyak
dijumpai jagoan silat seperti Ji'ih yang merupakan teman seperjuangan Pitung
dari Rawabelong. Juga di kampung Paseban warganya banyak yang menjadi kaum
pekerja kantoran sejak zaman Belanda dahulu, meskipun dalam kemampuan pencak silat mereka juga tidak
diragukan.
Orang betawi yang berdiam di wilayah Klender yang dahulu termasuk wilayah pinggiran, ini
hampir dapat dikatakan di tengah kota. Orang betawi Klender
ini secara turun-temurun hidup dari pembuatan
barang-barang meubel dan kini menjadi salah satu pusat industri terkenal di
Jakarta. Orang Betawi yang berada di daerah pinggiran hidup
sebagai petani sawah, buah-buahan, pedagang kecil,
memelihara ikan, dan sekarang di antara mereka banyak yang
menjadi buruh pebrik, pegawai, dan lain-lain. Areal pertanian yang dulunya
masih luas, kini semakin sempit dan berubah menjadi
daerah peerumahan, kawasan industri, pemukiman baru, dan
lain-lain. Kawasan Condet di Jakarta Timur dahulu secara dominan dihuni oleh petani betawi yang terkenal dengan tanaman buah-buahannya.
Karena itu pemerintah DKI pernah memutuskan menjadikan
daerah ini menjadi kawasan cagar budaya dengan maksud
melestarikan budaya betawi dengan mempertahankan ekosistemnya.
Namun, perkembangan kota, perkembangan masyarakat betawi dan masyarakat Jakarta
pada umumnya menyebabkan gagasaan cagar budaya itu sepertinya hanya akan berahir menjadi sebuah impian.
E.
Aspek Religius Masyarakat Betawi
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang
menganut agama Kristen,
Protestan,
dan Katolik
juga ada walaupun hanya sedikit sekali. Masyarakat Betawi dikenal memiliki
keyakinan yang kuat mengenai kepercayaan yang mereka anut. Mereka senantiasa
menjaga nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Juga menjaga ajaran
agama yang diajarkan oleh orangtuanya. Terutama yang berkeyakinan agama Islam, menurut H. Mahbub Djunaidi kebudayaan betawi
sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam. Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan Betawi terlihat
dalam berbagai kegiatan masyarakat betawi dalam menjalani
kehidupan. Pengaruh agama Islam juga sampai dalam bidang
pendidikan, bagi orang betawi tempo dulu orang yang tidak bisa membaca huruf arab dianggap buta huruf sehingga mereka cenderung
mengesampingkan pendidikan formal.
F. Ciri Khas Kebudayaan Betawi
Kebudayaan Betawi memiliki ciri khas tersendiri yang dapat
membedakannya dengan suku lain. Selain itu juga dapat menjadi identitas dari
suku tersebut. Ciri tersebut pada umumnya ditonjolkan dalam bidang kesenian,
upacara adat, rumah adat, pakaian adat, senjata tradidonal, cerita rakyatnya,
dan yang lebih sering dikenal adalah mengenai kuliner khasnya.
1. Kesenian
Kesenian Betawi banyak
dipengaruhi oleh budaya etnis luar. Hal ini dikarenakan suku Betawi itu sendiri
yang merupakan pencampuran dari berbagai etnis. Kesenian tersebut mencakup seni
musik, tarian, ondel-ondel, dan lenong.
a. Seni Musik
a. Seni Musik
1)
Gambang
Kromong
Gambang keromong (sering pula ditulis gambang kromong) adalah sejenis orkes yang
memadukan gamelan dengan alat musik umum. Sebutan gambang keromong diambil dari nama dua buah
alat perkusi, yaitu gambang dan keromong. Awal
mula terbentuknya orkes gambang keromong tidak lepas dari seorang pimpinan
golongan Tionghoa yang bernama Nie Hu-kong.
Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari
kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk
bunyinya bila dipukul. Keromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang keromong adalah tangga nada pentatonik
Cina. Instrumen pada gambang keromong
terdiri atas gong, gendang, suling, bonang, kecrek, dan rebab atau biola sebagai pembawa melodi.
Orkes gambang keromong merupakan perpaduan yang serasi
antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa
tampak pada alat-alat musik gesek yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong.
Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendarahaan
lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukan sifat pribumi seperti Jali-jali, Surilang,
Persi, Balo-balo, Lenggang-lenggang
Kangkung, Onde-onde, Gelatik Ngunguk dan sebagainya,
terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya seperti
Kong Jilok, Sipatmo, Phe Pantaw, Citnosa, Macuntay,
Gutaypan, dan sebagainya.
Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang keromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh
gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.
Gambang keromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya. Jika lebih banyak
penduduk Tionghoa dalam masyarakat Betawi setempat, lebih banyak pula terdapat grup-grup orkes
gambang keromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat misalnya, lebih banyak jumlah grup gambang keromong
dibandingkan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Dewasa ini juga terdapat istilah "gambang keromong
kombinasi". Gambang keromong kombinasi adalah orkes gambang keromong yang
alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern
seperti gitar melodis, bas, gitar, organ, saksofon, drum dan sebagainya, yang mengakibatkan terjadinya perubahan
dari laras pentatonik
menjadi diatonik tanpa terasa
mengganggu. Hal tersebut tidak mengurangi kekhasan suara gambang
keromong sendiri, dan lagu-lagu yang dimainkan berlangsung secara wajar dan
tidak dipaksakan.
2)
Tanjidor
Orkes Tanjidor sudah tumbuh sejak abad ke 19,
berkembang di daerah pinggiran. Menurut beberapa keterangan, orkes itu berasal
dari orkes yang semula dibina dalarn lingkungan tuan-tuan tanah, seperti tuan
tanah.
Pada umumnya alat-alat musik pada orkes Tanjidor
terdiri dari alat musik tiup seperti piston (cornet a piston), trombon, tenor,
klarinet, bas, dilengkapi dengan alat musik pukul membran yang biasa disebut
tambur atau genderang. Dengan peralatan tersebut cukup untuk mengiringi pawai
atau mengarak pengantin.
Untuk pergelaran terutama yang ditempat dan tidak bergerak
alat-alatnya sering kali ditambah dengan alat gesek seperti tehyan, dan
beberapa membranfon seperti rebana, bedug dan gendang, ditambah pula dengan
beberapa alat perkusi seperti kecrek, kempul dan gong.
Lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tanjidor, menurut
istilah setempat adalah “Batalion”, “Kramton” “Bananas”, “Delsi”, “Was
Tak-tak”, “Cakranegara”, dan “Welmes”. Pada perkembangan kemudian lebih banyak
membawakan lagu-lagu rakyat Betawi seperti Surilang, Jali-jali, dan sebagainya,
serta lagu-lagu yang menurut istilah setempat dikenal dengan lagu-lagu Sunda
gunung, seperti “Kangaji”, “Oncomlele” dan sebagainya.
Grup-grup Tanjidor yang berada di wilayah DKI Jakarta
antara lain dari Cijantung pimpinan Nyaat, Kalisari pimpinan Nawin,
Pondokranggon pimpinan Maun, Ceger pimpinan Gejen.
Daerah penyebaran Tanjidor, kecuali di daerah
pinggiran kota Jakarta, adalah di sekitar Depok, Cibinong, Citeureup,
Cileungsi, Jonggol, Parung dalam wilayah Kabupaten Bogor, di beberapa tempat di
wilayah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang.
Sebagai kesenian rakyat, pendukung orkes Tanjidor
terutama para petani di daerah pinggiran. Pada umumnya seniman Tanjidor tidak
dapat rnengandalkan nafkahnya dari hasil yang diperoleh dari bidang seninya.
Kebanyakan dari mereka berprofesi dengan bercocok tanam, atau berdagang
kecil-kecilan.
Oleh masyarakat pendukungnya Tanjidor biasa digunakan
untuk memeriahkan hajatan seperti pernikahan, khitanan dan sebagainya, atau
pesta-pesta umum seperti untuk merayakan ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan.
Sampai tahun lima puluhan rombongan-rombongan Tanjidor biasa mengadakan
pertunjukan keliling. Pertunjukan keliling demikian itu terutama dilakukan pada
waktu pesta Tahun Baru, baik Masehi maupun Imlek.
Perlu
dikemukakan, bahwa sesuai dengan perkembangan jaman dan selera masyarakat
pendukungnya, Tanjidor dengan biasa pula membawakan lagu-lagu dangdut. Ada pula
yang secara khusus membawakan lagu-lagu Sunda Pop yang dikenal dengan sebutan
“Winingan tanji”.
3) Orkes Samrah
Orkes
Samrah adalah kesenian Betawi dalam bentuk orkes yang mendapat pengaruh suku
Melayu. Alat musik yang membentuk orkes Samrah adalah harmonium, biola, gitar,
dan tamborin. Kadang-kadang dilengkapi dengan rebana bahkan gendang. Mengenai
alat musik bernama harmonium ini memang sudah langka.
Orkes
Samrah biasa digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian. Beberapa lagu
Melayu; Burung Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang, Sirih Kuning, Masmura,
dan sebagainya. Disamping itu biasa pula dibawakan banyaknya lagu yang merupakan
khas Betawi, seperti: Kicir-Kicir, Jali-Jali, Lenggang Kangkung dan sebagainya.
Kostum
yang dipakai pemain musik Samrah ada dua macam yakni: peci, jas dan kain
pelekat atau peci, baju sadariah dan celana batik. Sekarang ditambah lagi
dengan model baru yang sebenarnya model lama yang disebut Jung Serong (ujungnya
serong) yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup
dengan pentolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan dibawah jas,
dilipat menyerong, ujungnya menyempul kebawah.
Lokasi
penyebaran Musik Samrah, dapat ditemukan di daerah tengah dari wilayah budaya
Betawi, yaitu di Tanah Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah
Besar dan Petojo.
Masyarakat
pendukungnya umumnya golongan menengah, baik sosial maupun ekonomi.
Popularitasnya tampak makin menurun, sehingga dewasa ini jarang tampak
menyelenggarakan pergelaran.
4) Orkes Rebana
Orkes rebana merupakan kesenian yang mendapat pengaruh
Timur Tengah dan bernafaskan agama Islam. Berdasarkan
alatnya, sumber syair yang dibawakannya dan latar belakang
sosial pendukungnya rebana Betawi terdiri dari
bermacam-macam jenis dan nama, seperti rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana dor dan rebana biang. Sebutan rebana ketimpring karena
adanya tiga pasang kerincingan yakni semacam kecrek yang
dipasang pada badannya yang terbuat dari kayu. Sedangkan
rebana Ketimpring digunakan untuk memeriahkan arak-arakan, misalnya mengarak pengantin pria menuju rumah mempelainya biasanya
disebut rebana ngarak, disamping ada yang menggunakan
rebana khusus untuk itu, yang ukurannya lebih kecil.
Syair-syair yang dinyanyikan selama arak-arakan antara lain diambil dari
kitab Diba atau Diwan Hadroh.
Rebana ketimpring yang digunakan untuk
mengiringi perayaan-perayaan keluarga seperti kelahiran,
khitanan, perkawinan dan sebagainya, disebut rebana maulid. Telah menjadi kebiasaan di kalangan orang Betawi yang taat kepada agamanya
untuk membacakan syair yang menuturkan riwayat Nabi Besar
Muhammad SAW. sebagai acara utamanya yang sering kali
diiringi rebana maulid. Syair-syair pujian yang biasa disebut
Barjanji, karena diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Barzanji.
Rebana dor biasa digunakan mengiringi lagu lagu atau
yalil seperti Shikah, Resdu, Yaman Huzas dan sebagainya.
Rebana kasidah (qosidah) seperti keadaannya
dewasa ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari
rebana dor. Lirik lirik lagu yang dinyanyikannya tidak terbatas
pada lirik-lirik berbahasa Arab, melainkan banyak pula yang berbahasa Indonesia. Berlainan dengan jenis jenis rebana lainnya, pada rebana
qasidah dewasa ini sudah lazim kaum wanita berperan
aktif, baik sebagai penabuh maupun sebagai pembawa vokal.
Dengan dernikian rebana kasidah lebih menarik dan sangat populer.
5) Keroncong Tugu
Kroncong
tugu berasal dari Eropa Selatan. Sejak abad ke 18 musik ini berkembang di kalangan Masyarakat Tugu, yaitu sekelompok masyarakat
keturunan golongan apa yang disebut Mardijkers, bekas
anggota tentara Portugis yang dibebaskan dari tawanan
Belanda. Setelah beralih dari Katolik menjadi Protestan, mereka ditempatkan di Kampung Tugu,yang saat ini termasuk wilayah Kecamatan
Koja, Jakarta Utara, dengan jemaat dan gereja tersendiri
yang dibangun pertama kali pada tahun 1661. Pada
masa-masa yang lalu keroncong ini dibawakan sambil berbiduk-biduk di sungai di
bawah sinar bulan, disamping untuk pertunjukan, bahkan untuk
mengiringi lagu-lagu gereja. Alat-alat musik keroncong
tugu masih tetap seperti tiga abad yang lalu, terdiri dari keroncong, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kernpul, dan selo.
6) Orkes Gambus
Orkes gambus adalah musik Betawi yang berasal
dari Timur Tengah. Pada kesempatan-kesempatan tertentu,
misalnya untuk memeriahkan pesta perkawinan, orkes gambus
digunakan untuk mengiringi tari zafin, yakni tari pergaulan yang lazimnya hanya
dilakukan oleh kaum pria saja. Tetapi sekarang ini sudah mulai
ada yang mengembangkannya menjadi tari pertunjukan dengan
mengikutsertakan penari wanita.
b.
Tarian
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan
antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di
dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan
Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong
dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun
Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain
seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Dewasa ini orkes gambang kromong biasa
digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru,
pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang
disebut tari cokek. Sebagai pembukaan pada tari cokek
ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil
melangkah maju mundur mengikuti irarna garnbang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki. Setelah
itu mereka untuk menari bersama,dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang
diserahi selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah
mereka ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang
berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau
tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar
dalam lingkaran yang cukup luas. Pakaian penari cokek
biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera
berwarna.
Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu,
kuning dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung
sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan
kedua ujungnya terurai ke bawah. Rambutnya tersisir rapih
licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian
disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk ronde
bergoyang-goyang. Orkes gambang kromong biasa pula mengiringi
teater lenong. Teater rakyat Betawi ini dalam beberapa
segi tata pentasnya mengikuti pola opera Barat, dilengkapi
dekor dan properti lainnya, sebagai pengaruh komedi stambul, komedi ala Barat berbahasa Melayu, yang berkernbang pada awal abad ke- duapuluh.
Tari Betawi yang sepenuhnya merupakan aneka
gerak pencak silat disebut tari silat. Tari ini ada yang
diiringi tabuhan khusus yang disebut gendang pencak. Iringan lainnya yang juga bisa digunakan ialah garnbang kromong, gamelan
topeng dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Betawi
terdapat berbagai aliran silat seperti aliran Kwitang, aliran
Tanah Abang, aliran Kemayoran dan sebagainya. Gaya-gaya tari silat yang terkenal antara lain gaya seray, gaya
pecut, gaya rompas dan gaya bandul. Tari silat Betawi menunjukkan aliran atau gaya yang diikuti penarinya
masing-masing.
Beberapa penata tari kreatif telah berhasil
mengubah beberapa tari kreasi baru dengan mengacu pada
ragam gerak berbagai tari tradisi Betawi, terutama rumpun Tari Topeng. Tari kreasi baru itu antara lain adalah Tari Ngarojeng, Tari
Ronggeng Belantek.
c. Ondel-ondel
▪
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi
yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat adalah
ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu
desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu
tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm,
dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok,
dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel
laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang
perempuan dicat dengan warna putih Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya
dengan yang terdapat di beberapa daerah lain. Di Pasundan
dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut
Barongan Buncis, di Bali barong landung. Menurut perkiraan
jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di
Pulau Jawa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala
atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini
ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak
pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada
peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya
arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap
bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
d. Lenong
Lenong adalah teater tradisional Betawi.
Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong
dengan alat-alat musik seperti gambang kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa sepertitehyan, kongahyang, dan
sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan
moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan
perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong
adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau
awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin
merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa
seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah
ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi,
menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses
teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak
tahun 1920-an.
Lakon-lakon lenong berkembang dari
lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai
hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh. Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen
dari kampung ke
kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika
pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris
mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara
sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi
pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini
murni menjadi tontonan panggung.
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong
denes dan lenong preman. Dalam lenong
denes (dari kata denes dalam dialek
Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan
aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya
ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan,
sedangkan dalam lenong preman
busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan
umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Lenong
denes dapat dianggap sebagai pekembangan dari beberapa bentuk teater rakyat
Betawi yang dewasa ini telah punah, yaitu wayang sumedar,
senggol, dan wayang dermuluk. Sedang lenong preman adalah
perkembangan dari wayang sironda. Selain itu, kedua jenis
lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan;
lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus
(bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari, sehingga sangat akrab dan
komunikatif dengan para penontonya. Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat
yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan
melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.
2. Upacara-upacara Adat
Suku Betawi memiliki upacara-upacara adat khasnya tersendiri,
diantaranya upacara perkawinan, nuju bulanan, kerik tangan, dan sunatan.
a. Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan adat Betawi ditandai dengan
serangkaian prosesi. Didahului masa perkenalan melalui Mak
Comblang. Kemudian dilanjutkan dengan lamaran, pingitan, upacara siraman, prosesi
potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang
diapit lalu digunting, dan malam pacar yakni mempelai memerahkan kuku kaki dan
kuku tangannya dengan pacar. Serta puncak prosesi adat
Betawi adalah Akad nikah. Saat akad nikah, mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket.
Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta
kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang
burung Hong. Dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis saat menikah. Sedangkan mempelai pria memakai
jas Rebet, kain sarung plakat, hem, jas, serta kopiah.
Ditambah baju gamis berupa jubah Arab yang dipakai saat
resepsi dimulai. Jubah, baju gamis, dan selendang yang memanjang dari kiri ke
kanan serta topi model Alpie menandai agar rumah tangga
selalu rukun dan damai.
Pada saat prosesi akad nikah, mempelai pria
dan keluarganya datang naik andong atau delman hias
dengan disambut petasan. Syarat mempelai pria diperbolehkan masuk menemui
orang tua mempelai wanita adalah prosesi ‘Buka Palang Pintu’.
Yakni, dialog antara jagoan pria dan jagoan wanita,
kemudian ditandai pertandingan silat serta dilantunkan tembang
Zike atau lantunan ayat-ayat Al Quran. Pada akad nikah, rombongan mempelai
pria membawa hantaran berupa: sirih, gambir, pala, kapur dan
pinang. Artinya segala pahit, getir,dan manisnya
kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama antara suami istri. Lalu Maket Masjid ditujukan agar tidak lupa pada agama dan
harus menjalani ibadah shalat serta mengaji. Kekudang, berupa
barang kesukaan mempelai wanita misalnya salak condet, jamblang,
dan sebagainya. Mahar atau mas kawin pesalinan berupa pakaian wanita seperti kebaya encim, kain batik, lasem, kosmetik, dan sepasang roti
buaya.
Masyarakat Betawi menganalogikan roti buaya
ini sebagai symbol kesetiaan, karena buaya merupakan pasangan yang abadi dan
tidak berpoligami serta selalu mencari makan bersama-sama. Selain itu petisie
yang berisi sayur mayur atau bahan mentah untuk pesta, misalnya wortel,
kentang, telur asin, bihun, buncis dan sebagainya.
Akad nikah dilakukan di depan penghulu.
Setelah akad nikah selesai, dibunyikanlah petasan,
sebagai tanda pada masyarakat bahwa kedua mempelai telah sah menjadi suami istri.
Setelah itu ada beberapa rangkaian acara, diantaranya:
1)
Mempelai pria membuka cadar pengantin wanita untuk
memastikan pengantin tersebut adalah dambaan hatinya.
2)
Mempelai
wanita mencium tangan mempelai pria.
3)
Kedua mempelai duduk bersanding di pelaminan.
4)
Kedua mempelai dihibur dengan tarian Kembang Jakarta
5)
Pembacaan doa berisi wejangan untuk kedua mempelai dan
keluarga kedua belah pihak yang tengah berbahagia.
b. Upacara Nuju Bulanan
Upacara nuju bulanan merupakan selamatan
ketika usia kandungan mencapai tujuh bulan yang hanya diselenggarakan
pada kehamilan pertama. Tujuan upacara ini adalah mensyukuri nikmat Tuhan, memohon keselamatan, berisi harapan agar anak yang akan lahir
itu menjadi anak yang soleh, berbudi luhur dan patuh pada
orang tua. Itulah sebabnya dalam upacara ini dibaca kitab
suci Al-Qur’an, khusunya surat Yusuf. Isi surat ini menggambarkan ketampanan nabi Yusuf, keluhuran akhlaknya, dan kepatuhannya terhadap
orang tua. Lalu terselip harapan semoga anak yang lahir
mendekati sifat nabi Yusuf AS.
c. Upacara Kerik Tangan
Upacara kerik tangan berupa serah terima tugas
perawatan bayi dari dukun bayi kepada keluarga si bayi.
Intinya berupa ungkapan terima kasih dari keluarga kepada sang dukun atas keikhlasannya.
d. Upacara Sunatan
Orang Betawi melaksanakan khitanan yang disebut
Sunatan atau Pengantin Sunat, untuk memenuhi ketentuan
agama dan kesehatan. Anak laki-laki yang disunat berusia
5 sampai 10 tahun. Rangkaian acara sunat itu terdiri dari acara mengarak,
menyunat, dan selamatan. Anak yang disunat mengenakan “pakaian
pengantin” dan diarak keliling kampung. Kadang-kadang
anak yang disunat naik kuda dan disertai bunyi- bunyian
seperti rebana. Bunyi-bunyian
tersebut untuk menarik perhatian masyarakat sekitarnya
terutama anak-anak untuk memperpanjang arak-arakan itu. Hal ini menyebabkan anak yang akan disunat menjadi gembira. Acara sunatan
sendiri dilaksanakan keesokan harinya. Setelah anak itu
disunat, dibunyikan petasan sebagai tanda pemberitahuan
bahwa anak itu telah disunat. Setelah itu diadakanlah selamatan. Bagi yang mampu dilanjutkan dengan hiburan seperti lenong dan topeng.
3. Rumah Adat
Pada masa sekarang ini, rumah-rumah adat tradisional khas
Betawi yang benar-benar asli Jakarta swudah sangat langka. Namun, di beberapa
tempat seperti Marunda, Condet maupun daerah-daerah pinggiran lain masih dapat
ditemukan. Ada empat tipe rumah tradisional khas Betawi, yaitu tipe Gudang,
tipe Bapang, tipe Kebava, dan tipe Joglo.
Rumah tipe Gudang dan Bapang memiliki bentuk segi empat yang
polos dan sangat sederhana.
Sedangkan rumah tipe Kebava memiliki beberapa bagian
diantaranya:
a.
Langkan yaitu bagian rumah yang berpagar rendah dan
berfungsi sebagai serambi rumah, dibuat dari kayu atau bamboo.
b.
Ruang depan, biasanya terbuka setiap saat tanpa ada
pintu yang menghalangi seseorang untuk masuk. Hal ini melambangkan sifat orang
Betawi yang terbukia dan ramah.
c.
Balai-balai dari bambu, yang merupakan perlengkapan
utama dan terdapat di ruang depan. Ini difungsikan untuk menerima tamu.
d.
Atap dan wuwungan. Jika dilihat dari depan akan tampak
berbentuk segitiga sama kaki dengan tambahan pet sebagai penahanan hujan atau panas,
sedangkan dari samping akan tampak berbentuk trapezium. Bagian atap pada
pertemuan sisi kaki segitiga sama kaki trapezium disebut jurai. Jurai adalah genting
yang dipasangkan atau dipaku pada ander sebagai penghubung sisi segitiga dengan
kaki trapezium untuk menahan air agar tidak masuk ke dalam rumah.
e.
Jendela bulat yang biasanya terdapat di samping kiri
atau kanan ruang depan ada yang ditutup dengan daun jendela, seringkali ditutup
dengan jeruji besi. Jendela bulat yang dikenal oleh orang Betawi sama sekali
tidak menggunakan daun jendela ataupun jeruji yang disebut melompang.
f.
Jendela intip, yakni dua buah jendela yang terdapat di
kiri dan kanan pintu masuk ke ruang dalam. Bentuknya berupa jendela berjeruji
kayu berukir dan tidak berdaun jendela. Berfungsi untuk mengintip tamu yang
datang.
g.
Lantai rumah, baik lantai tanah maupun lantai rumah
panggung biasanya lebih tinggi dari halaman rumah. Hal ini dimaksudkan masuknya
air ke dalam rumah. Sedangkan rumah panggung juga berfungsi untuk menghindari
gangguan binatang gangguan tamu-tamu di malam hari yang bermaksud tidak baik.
Sedangkan rumah tipe Joglo memiliki beberapa bagian,
diantaranya:
a.
Ruang depan, merupakan ruang terbuka dengan kayu jati
terukir sebagai langkannya dan berfungsi sebagai tempat menerima tamu.
b.
Ruang tamu perempuan, ruang tamu khusus untuk tamu
wanita.
c.
Ruang tidur atau pangkeng
d.
Pendaringan yang berfungsi sebagai tempat untuk
menyimpan tempayan berisi beras dan balai-balai kecil untuk meletakan barang.
e.
Tapang, ruangan kecil dengan balai-balai yang berfungsi
serbaguna, dimana tersedia kendi dan peralatan minum lainnya.
f.
Dapur, dimana terdapat tungku tradisional dengan tiga
lubang biasanya dari tanah liat.
g.
Kamar mandi, biasanya dilengkapi dengan padasan dan
sumur beserta senggotnya.
h.
Halaman rumah orang Betawi pada umumnya ditanami dengan
berbagai macam tumbuhan. Apabila luas halaman rumah mencukupi maka beberapa
jenis pohon yang biasa ditanam diantaranya rambutan, nangka, kecapi, petai,
jengkol, jamblang, duku, salak, tangkil, dan sebagainya. Di sekitar rumah
biasanya ditanami pula jenis tanaman yang berfungsi sebagai apotek hidup,
antara lain jahe, kunyit, lengkuas, kencur, temulawak, beluntas, dan lain-lain.
4. Pakaian Adat
Pada pakaian pengantin, terlihat hasil proses asimilasi dari berbagai
kelompok etnis pembentuk masyarakat Betawi. Busana yang
dikenakan berupa jubah terbuka, yang agak longgar dan besar. Bagian jubah ini, biasanya dihiasi dengan emas dan manik-manik
bermotif burung hong, bunga-bungaan, kubah mesjid dan
lain sebagainya. Sebelum mengenakan jubah, biasanya seorang
pengantin laki-laki memakai gamis (baju dalam) polos berwarna muda yang panjangnya kira-kira sampai mata kaki dan tidak boleh melebihinya.
Gamis lebih panjang sekitar 10 cm dari jubah. Sebuah
selempang berhiaskan mute sebagai tanda kebesaran pun
dikenakan boleh di dalam maupun di luar jubah.
Pengantin laki-laki dengan dandanan cara haji,
biasanya menggunakan tutup kepala yang disebut alpia atau
alpie. Topi pengantin laki-laki yang berasal dari tanah suci Mekah ini tingginya 15 - 20 cm dan dililit dengan sorban kain, warna
putih, gading atau kadang-kadang kuning. Rontje atau
untaian bunga melati yang ujung bawahnya ditutup bunga
cempaka dan ujung atasnya diberi sekuntum mawar merah, diletakkan sebanyak 3
(tiga) untai di pinggir kiri alpia. Terkadang di bagian atas
disematkan sepasang kembang goyang. Mengenai tata rias
wajah, tidak ada yang khusus. Hanya sedikit bedak yang ditaburkan
di wajah agar terkesan rapi. Biasanya kumis dan cabang juga dirapihkan agar
tampak bersih.
Sedangkan pada pakaian
pengantin wanita yang menggunakan syangko (penutup muka), baju model encim dan
rok panjang memperlihatkan adanya pengaruh kebudayaan Cina. Uniknya, terompah
(alas kaki) orang Betawi pada umumnya mengenal beberapa macam pakaian. Namun
yang lazim dikenakan adalah pakaian adat berupa tutup kepala (destar) dengan
baju jas yang menutup leher (jas tutup) yang digunakan sebagai stelan celana
panjang. Melengkapi pakaian adat pria Betawi ini, selembar kain batik
dilingkari pada bagian pinggang dan sebilah belati diselipkan di depan perut.
Para wanita biasanya memakai baju kebaya, selendang panjang yang menutup kepala
serta kain batik. yang dikenakan oleh pengantin pria dan wanita dipengaruhi
oleh kebudayaan Arab.
5. Senjata Tradisional
Senjata tradisional khas Jakarta adalah bendo atau golok yang
bersarungkan terbuat dari kayu. Hal ini dapat dilihat dari para jagoan-jagoan
Betawi pada jaman yang selalu tidak lepas dengan goloknya di pinggang.
6. Cerita Rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di daerah
Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti
Si Pitung juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen yang
mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun
kehidupannya yang dikenal "keras". Selain
mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial.
7. Kuliner khas Betawi
Setiap daerah tentunya memiliki makanan khas tersendiri yang merupakan
produk budaya daerah tersebut. Makanan tersebut
diantaranya:
a. Nasi Uduk Betawi
Cara penyajiannya unik. Nasi dibungkus dengan
daun pisang, sehingga aroma bumbu dan rempah-rempah tetap
menyatu pada nasi. Ada taburan daun bawang goreng dan
ditambah lagi dengan ayam goreng bumbu kuning, yang sudah sangat terkenal.
Sajian ini diramu dari 15 macam bumbu dapur yang diolah secara
tradisional. Rasa dan aroma dari ayam goreng bumbu kuning
ini sangat khas. Bumbunya sangat meresap sampai ke tulang
dan sangat empuk serta gurih rasanya. Ditambah dengan sambal yang khas juga sambal kacangnya. Apalagi dipadu dengan lalapan ketimun,
rebusan kol, serta daun kemangi, yang pasti akan menambah
selera makan jadi enak.
b. Kerak Telor
Makanan ini terbuat dari telor yang dicampur dengan
beras ketan dan dimakan bersama kelapa gongseng. Bahan-bahan yang diperlukan
untuk membuat kerak telor yaitu beras ketan, telur ayam atau bebek, udang yang
digoreng kering, bawang merah goreng, kelapa sangrai, cabai merah, kencur,
jahe, merica, garam, dan gula pasir. Rasa gurih yang berasal dari campuran
udang, bawang merah, dan kelapa sangrai menambah cita rasa semakin nikmat.
c. Gado-gado
Makanan ini merupakan salad versi betawi, tetapi
sayurannya direbus. Bumbunya adalah bumbu kacang. Ditambah dengan telur rebus
dan tahu goreng semakin menambah cita rasanya.
d. Dodol betawi
Dodol betawi ini biasanya dihidangkan pada saat
lebaran dan juga pada acara pernikahan. Terbuat dari tepung ketan dan santan.
Cara pembuatannya sama seperti dodol-dodol yang lainnya.
e. Tape uli
Tape uli terbuat dari ketan yang
difermentasikan dengan ragi. Kemudian bahan yang lainnya terbuat dari ketan
juga yang dikukus lalu ditumbuk dan dibuat uli. Cara memakannya adalah uli
dicelupkan ke dalam tape tadi. Penganan ini biasa dihidangkan ketika lebaran
ataupun pada acara pernikahan.
f. Soto Betawi
Soto Betawi ini dibuat dengan menggunakan
daging sapi, santan, daun salam, sereh, lengkuas, daun
jeruk, bawang merah, bawang putih, kemiri, kunyit, garam dan merica. Yang membedakan soto Betawi dengan soto daerah yang
lainnya adalah pemakaian santannya dan ditambah dengan emping goreng.
g. Bir Pletok
Bir pletok asli dari Betawi dan dijamin kehalalanya.
Cocok untuk diminum saat cuaca dingin. Konon dibuat
karena orang Betawi tidak mau kalah dengan sinyo & noni Belanda yang
sering berpesta meminum bir. Bisa jadi minuman ini sebenarnya
sudah lama dikenal masyarakat Betawi, hanya namanya saja
yang diubah untuk menyindir kebiasaan minum- minum kaum
penjajah.
Minuman dari jahe dan tanpa fermentasi apapun
ini dijamin lebih lezat, lebih wangi, dan lebih
menyehatkan daripada wedang jahe/bandrek. Seorang herbalis menyatakan, secara umum, gabungan beberapa komponen menghasilkan
khasiat yang lebih tinggi dan efek samping yang lebih
rendah daripada satu komponen saja. Dan semua bahan yang
digunakan mengandung zat berkhasiat. Dampak dari meminum ini secara teratur membuat badan lebih fit, bobot sedikit berkurang, dan
memperlancar buang air besar.
Bir pletok terbuat dari jahe, gula pasir, sereh, daun pandan,
daun jeruk purut, kayu manis, cengkeh, pala, kayu secang, dan air. Diberi nama
pletok karena pada jaman dulu dibuatnya dalam tempurung kelapa yang
dikocok-kocok dan berbunyi pletak-pletok.
h. Kembang Goyang
Makanan ini terbuat dari tepung beras, gula, telu, dan
santan. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampurkan dan sebuah cetakan kembang
goyang dicelupkan ke dalamnya kemudian dicelupkan ke dalam minyak panas lalu
digoyang-goyang hingga lepas adonan tersebut. Di daerah Sunda pun ada yang
hampir mirip dengan penganan ini yang dinamakan kue saroja.
i.
Roti Buaya
Terbuat
dari bahan-bahan roti seperti biasa, seperti terigu, gula pasir, margarine, garam,
ragi, susu bubuk, dan pewarna makanan. Hanya bentuknya saja yang menyerupai
hewan buaya. Biasanya selalu ada di acara perkawinan sebagai symbol kesetiaan pasangan mempelai.
j.
Kue Rangi
Kue rangi atau biasa disebut sagu rangi
terbuat dari tepung kanji dicampur dengan kelapa yang diparut kasar. Dahulu,
orang memanggang kue rangi dengan memanfaatkan api yang berasal dari kayu bakar
atau arang. Bahan-bahannya adalah kelapa setengah tua, ampas kelapa, tepung
sagu aren, garam, dan gula merah. Cara membuatnya, campur kelapa parut, ampas
kelapa, tepung sagu, dan garam. Aduk hingga rata. Panaskan wajan, taruh 1-2
sendok makan adonan. Ratakan hingga tipis. Lalu masak sampai kering dan matang.
Setelah itu, taburi permukaannya dengan gula merah, lipat dua, dan angkat jika
sudah garing.
k. Laksa
Penganan
satu ini terbuat dari tauge, oncom, dan bihun yang dimasukkan ke dalam kuah
kuning. Laksa adalah makanan berjenis mi yang ditaruh bumbu dengan kebudayaan
Peranakan, yang digabung dengan elemen Tionghoa dan Melayu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Kota Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia
sekaligus sebagai salah satu provinsi yang ada di Pulau Jawa yang letaknya
paling Utara dan bersebelahan dengan provinsi Banten. DKI Jakarta memiliki suku
yang bernama Betawi dimana nama Betawi ini diambil dari nama kuno kota Jakarta
yakni Batavia.
2.
Bahasa yang digunakan masyarakat Betawi adalah bahasa
Melayu dialek Jakarta.
3.
Aspek social yang paling menonjol dalam kehidupan
sehari-hari adalah jiwa sosialnya yang tinggi dan kegotongroyongannya.
4.
Masyarakat Betawi pada umumnya menganut agama Islam.
5.
Suku Betawi memiliki produk budaya yang dapat
membedakannya dengan suku yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari keseniannya,
upacara adat, rumah adat, senjata tradisional, pakaian adat, cerita rakyat, dan
kuliner khas asli Betawi.
B. Saran
Para pembaca diharapkan dapat mengetahui kekayaan budaya khas
Indonesia dan salah satunya adalah kebudayaaan Betawi. Banyak aspek positif
yang dapat diambil dari kebudayaan Betawi. Namun diharapkan pula dengan
banyaknya ragam kebudayaan di Indonesia ini tidak menjadi saling membedakan
satu dengan yang lainnya justru kekayaan ini hendaknya dijadikan sebagai
kekayaan negeri Indonesia. Hal ini sebagaimana yang terkandung dalam kitab
Sutasoma karya Empu Tantular yakni Bhineka Tunggal Ika yang artinya walaupun
berbeda-beda suku bangsa namun tetap satu jua.
DAFTAR PUSTAKA
Kodiran.1989.Kebudayaan Betawi dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Jakarta:Djambatan.
Malalatoa, M. Yunus.1989.Pesan Budaya dalam Kesenian.Jakarta:
Fakultas Sastra UI.
Suryatna, Drs Ayat.1996. Penuntun Belajar Antropologi Berdasarkan
Kurikulum SMU 1994.Bandung: Ganeca Exact Bandung
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar