Kamis, 20 Juni 2019

PENGERTIAN LANDASAN FILOSOFI PRAGMATISME DAN SCHOLATISME


BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Pragmatisme bersifat plural, dan terus menerus berubah. Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis, dan sosial. Pengetahuan di peroleh manusia melalui pengalaman (metode sains), pengetahuan bersifat relatif teori di uji kebenaran pengetahuan dikenal sebagai pragmatisme / instrumentalisme, sebab pengetahuan di katakan benar apabila dapat di aplikasikan. Hakikat nilai berada dalam proses, yaitu dalam perbuatan manusia, bersifat kondisional, relatif, dan memiliki kualitas individual dan sosial.
Pendidikan bertujuan agar siswa dapat memecahkan permasalahan hidup individual atau sosial. Tidak ada tujuan akhir pendidikan. Kurikulum pendidikan hendaknya berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa (child centered) dan berpusat pada aktifitas siswa (actifity centered). Adapun kurikulum tersebut mungkin berubah. Pragmatisme mengutamakan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiry and discovery method). Guru hendaknya berperan sebagai fasilitator, yaitu membimbing dan memimpin siswa belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa. Adapun siswa berperan bebas untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Orientasi pendidikan Pragmatisme adalah Progresivisme dan atau Rekonstruksionisme.
 Scholatisme menganut teori hyllemorphe dan prinsip essentia-eksistentia. Terdapat realitas fana dan realitas abadi di akhirat. Sejalan dengan konsep di atas, manusia adalah ciptaan Tuhan, manusia adalah kesatuan badan-jiwa. Manusia diakui sebagai makhluk alamiah, berfikir, beramasyarakat, dan sebagai makhluk spiritual.
Pengetahuan dapat di peroleh manusia melalui keimanan, rasio melalui berpikir, dan intuisi. Bagi penganut scholatisme kebenaran dan nilai-nilai bersifat pasti, universal, menetap atau abadi
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia secara penuh, meliputi potensi intelektual, fisikal, vokasional agar manusia mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Isi kurikulumnya meliputi agama dan humanities. Matematika, retorika, logika, dan bahasa juga di pandang penting. Kurikulumnya meliputi pendidikan liberal yang mencakup mata pelajaran-mata pelajaran fundamental berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan intelektual. Metode pendidikan yang di utamakan adalah metode mendisiplinkan pikiran (disciplining the mind), latihan formal (formal drill), persiapan jiwa dan cathekisme. Dalam pendidikan guru harus menjadi teladan bagi para siswanya. Guru mempunyai wewenang untuk pengembangkan pengetahuan, keterampilan berpikir, dan agar siswa mampu berbuat kebajikan. Orientasi pendidikan scholatisme adalah Parennialisme.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Pragmatisme ?
2.      Bagaimana perkembangan Pragmatisme ?
3.      Apa hubungan Pragmatisme dengan pendidikan ?
4.      Apa yang  dimaksud dengan Scholatisme ?
5.      Apa hubungan Scholatisme dengan pendidikan ?


C.    Tujuan Masalah

1.      Mengetahui arti dari Pragmatisme
2.      Mengetahui perkembangan Pragmatisme
3.      Mengetahui hubungan Pragmatisme dengan pendidikan
4.      Mengetahui arti dari Scholatisme
5.      Mengetahui hubungan Scholatisme dengan pendidikan

D.                Sistematika Penulisan
           
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan
D.    Sistematika Penulisan
BAB II Pembahasan
A.       Pengertian Pragmatisme
B.       Perkembangan Pragmatisme
C.       hubungan Pragmatisme dengan pendidikan
D.       Pengertian  Scholatisme
E.        hubungan Scholatisme dengan pendidikan
BAB II Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II

PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PRAGMATISME
Pragmatisme mulai tumbuh pada tahun 1878 di Amerika ketika Charles sanders pierce (1839-1914) menerbitkan makalahnya yang berjudul “ How To Make Our Ideas Clear “.
Pragmatisme merupakan reaksi atau kritik terhadap filsafat yang telah berkembang sebelumnya, seperti Idealisme, Realisme, Rasionalisme, dan lain-lain. Sebagaimana di kemukakan oleh H.H Titus (1979): Para filsuf Pragmatisme menyatakan bahwa pada masa lalu filsafat  telah keliru dengan mengemukakan pikiran tentang hal-hal terakhir ( ultimates ), absolute, esensi- esensi abadi subtansi, prinsip –prinsip yang tetap, dan sistem –sistem yang komplek yang bersifat metafisik.
Pragmatisme merupakan suatu filsafat yang menggunakan konsekuensi –konsekuensi praktis sebagai standar untuk menunjukan nilai dan kebenaran. Jika di telusuri lebih jauh pragmatisme di latar belakangi atau di pengaruhi pikiran-pikiran relativisme dari filsuf yunani, seperti dari Heraclitus(536-470 SM) yang terkenal dengan credonya”panta rhei”(semuanya mengalir;segala sesuatu tak ada yang menetap, melainkan berubah. selain di pengaruhi pula oleh pikiran-pikiran Sophistic seperti dari Protagoras(480-410SM).Protagoras pun menganut Relativisme baginya kebenaran bersifat relatif,manusia adalah ukuran segala sesuatu (Dagobert .D Runnes,1981)
Robert N Beck ( pada tahun 1979 ) menyatakan bahwa pragmatisme berkembang dalam interaksinya dengan pengalaman bangsa amerika, perkembangan sains pada abad ke-19, dan secara khusus di pengaruhi oleh teori evolusi. Sejalan dengan perkembangan itu, pragmatisme telah menjadi gerakan dalam bidang hukum, politik, pendidikan dan sebagainya.
1.      KONSEP FILSAFAT  UMUM

a.                   METAFISIKA
Hakikat realitas. Pragmatisme di kenal pula dengan sebutan eksperimentalisme dan instrumentalisme. Menurut penganut aliran ini hakikat realitas adalah segala sesuatu yang di alami oleh manusia (pengalaman); bersifat plural(pluralistik) dan terus menerus berubah. Mereka berargumentasi bahwa realitas adalah sebagaimana di alami melalui pengalaman setiap individu(Callahan and Clark,1983) hal ini sebagaimana di kemukakan William james bahwa:”dunia nyata adalah dunia pengalaman manusia “ (S.E. Frost Jr.,1957). Sifat plural realiats antara lain tersurat dalam pernyataan  John  Dewey.”Dunia yang sekarang ini adalah dunia pria dan wanita, sawah- sawah, pabrik-pabrik, tumbuhan-tumbuhan,  dan binatang –binatang, kota yang hiruk pikuk, bangsa- bangsa yang sedang berjuang, dan sebagainya adalah dunia pengalaman kita” (H.H Titus et all,1959). Mengingat realitas ini terus berubah,maka realiatas tak pernah lengkap atau tak pernah selesai. Sebab itu,tujuan akhir realitas  pun berada bersama perubahan tersebut.
Hakikat manusia. Kerpribadian manusia tidak terpisah dari realitas pada umumnya, sebab manusia adalah bagian dari padanya dan terus menerus bersamanya .beradanya manusia di dunia, adalah suatu kreasi dari suatu proses yang bersifat evolusi (S.E. Frost Jr.,1957).”manusia laki-laki dan perempuan adalah evolusi biologis,psikologis,dan sosial (Edward J.Power,1982). Sejalan dengan perubahan yang terus menerus terjadi tentunya akan muncul berbagai permasalahan dalam kehidupan  pribadi dan masyarakatnya. Sebab iotu manusia yang ideal adalah manusia yang mampu memecahkan masalah baru baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat.

b.      EPISTEMOLOGI
hakiakat pengetahuan  filsuf pragm,atisme menolak dualism antara subjek (manusia) yang mempersepsi dengan objek yang di persepsi manusia adalah kedua-duanya dalam dunia yang di persepsinya dan dari dunia yang dia persepsi.segala sesuatu dapat di ketahui melalui pengalaman,adapun cara-cara memperoleh pengetahuan yang di andalkan adalah metode ilmiah,atau metode sains sebagaimana di saran kan oleh John Dewey.pengalaman  tentang fenomena menentukan pengetahuan karena fenomena terus menerus berubar. Maka pengetahuan dan kebenaran tentang fenomena itu pun mungkin berubah. Bagaimanapun,kebenaran pada hari ini harus juga dipertimbangkan mungkin berubah esok hari ( Callahan and Clark, 1983).
Menurut filsuf pragmatisme, suatu  pengetahuan hendaknya dapat diverifikasi dan di aplikasikan dalam kehidupan. Adapun kriteria kebenarannya adalah workability, satisfaction, and result. Pengetahuan dinyatakan benar apabila dipraktekan, memberikan hasil dan memuaskan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa “pengetahuan bersifat relative; pengetahuan dikatakan bermakna apabila dapat di aplikasikan. Sebab itu pragmatism dikenal pula sebagai instrumentalisme” (Edward J.Power,1982).
c.       AKSIOLOGI
Hakikat nilai. Nilai-nilai diturunkan dari kondisi manusia. Nilai tidak bersifat ekslusif tidak berdiri sendiri, melainkan ada dalam suatu proses, yaitu dalam tindakan atau perbuatan manusia itu sendiri. Karena manusia (individual) merupakan bagian dari masyarakat, baik atau tidak baik tindakan-tindakannya dinilai berdasarkan hasil-hasilnya di dalam masyarakat. Jika akibat yang terjadi berguna bagi dirinya dan masyarakatnya, maka tindakan tersebut adalah baik. Nilai etika dan estetika tergantung pada keadaan relative dari situasai yang terjadi. Nilai-nilai akhir (ultimate values) tidaklah ada, benar itu selalu relative dan tergantung pada kondisi yang ada (conditional). Pertimbangan-pertimbangan nilai adalah berguna jika bermakna untuk kehidupan yang intelegen, yaitu hidup yang sukses, prodoktif, dan bahagia (Callahan and Clark, 1983). Karena itu aliran ini dikenal sebagai Pragmatisme atau eksperimentalisme.

B.     PERKEMBANGAN PRAGMATISME
Apa yang disebut dengan neo-pragmatisme juga berkembang di Amerika Serikat dengan tokoh utamanya, Richard Rorty. Salah satu pemikirannya yang terkenal adalah bagaimana bahasa menentukan pengetahuan. Karena bahasa hadir dalam bentuk jamak, demikianlah pengetahuan pun tidak hanya satu dan tidak dapat dipandang universal, atau dengan kata lain, tidak ada pola yang rasional terhadap pengetahuan. Budaya atau nilai-nilai yang ada dilihat secara fungsinya terhadap manusia.
1.William James (1842-1910 M) William James lahir di New York pada tahun 1842 masehi, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi.Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya.Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.3
Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatisme (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup. Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja.Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak.Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan dama keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan.Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang.Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey.Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
2.John Dewey (1859-1952 M)Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis.Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata.Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
instrumentalisme.Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme.Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai. Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James.


C.     HUBUNGAN PRAGMATISME TERHADAP PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan.harus mengajarkan seeorang bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat .sekolah harus bertujuan mengembangkan pengalaman –pengalaman tersebut yang akan memungkinkan seseorang ter arah kepada kehidupan yang baik. Tujuan- tuajuan tersebut meliputi:
1)                  Kesehatan yang baik
2)                  Keterampilan-keterampilan kejuruan atau pekerjaan
3)                  Minat-minat dan hobi-hobi untuk kehidupan yang menyenangkan.
4)                  Persiapan untuk menjadi orang tua.
Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah social(mampu memecahkan masalah- masalah social secara efektif.
Tujuan-tujuan khusus pendidikan sebagai tambahan tujuan di atas , bahwa pendidikan harus meliputi pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Pemerintah yang demokratis memungkinkan setiap warga Negara tumbuh dan hidup melalui interaksi sosialyang memberikan tempat bersama dengan warga Negara yang lainnya.pendidikn harus membantu siswa menjadi warga Negara yang unggul dalam demokrasi atau menjadi warga Negara yang demokratis(Callahan and Clark 1983).karena itu menurut pragamatisme  pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan atau memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan sosialnya(Edward J power,1982).
Kurikulum pendidikan . menurut para filsuf pragmatisme,tradisi demokratis adalah tradisi memperbaiki diri sendiri(a self – correcting tradition). implikasinya warisan-warisan social budaya dari masa lalu tidak menjadi focus perhatian pendidikan. Melainkan,pendidikan ter focus kepada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang.  Standar kebaikan social di uji secara terus menerus dan di verifikasi melalui pengalaman- pengalaman yang berubah.pendidikan harus di laksan kan untuk memelihara demokrasi.sebab hakikat demokrasi adalah dinamika dan perubahan sebagai hasil rekonstruksi pengalaman yang terus menerus berlangsung.namun demikian ,rekonstruksi ini tidak menuntut atau tidak meliputi perubahan secara menyeluruh.hanya masalah – masalah social yang serius dalam masyarakat yang di uji agar di peroleh solusi – solusi yang baru.
Dalam  pandangan pragmatisme, kurikulum sekolah seharusnya tidak terpisahkan dari keadaan- keadaan  masyarakat.dalam pendidikan materi pembelajaran adalah alat untuk memecahkan masalah – masalah individual,dan siswa secara perorangan di tingkatkan atau di konstruksi,dan secara bersamaan masyarakat di kembangkan.karena itu masalah – masalah masyarakat demokratis harus menjadi bentuk dasar kurikulum; dan makna pemecahan ulang maslah – masalah lembaga demokrasi juga harus di muat dalam kurikulum karena itu kurikulum harus menjadi :
a)      Berbasis pada masyarakat.
b)      Cita – cita demokratis.
c)      Pemecahan demokratis pada setiap tingkat pendidikan
d)     Kelompok batasan tujuan – tujuan umum masyarakat.
e)      Bermakna kreatif untuk pengembangan keterampilan – keterampilan  baru.
Kurikulum berpusat pada siswa (pupil/child centered ) dan perpusat pada aktifitas (activity centered) selain itu perlu di catat bahwa kurikulum pendidikan pragmatisme di organisasi secara interdiscipliner,dengan kata lain kurikulumnya bersifat terpadu ,tidak merupakan mata pelajaran  - mata pelajaran  yang terpisah – pisah.
Sejalan dengan uraian  di atas,Edward j power (1982) menyimpulkan bahwa kurikulum pendidikan pragmatisme “berisi  pengalaman  - pengalaman yang teruji, yang sesuai dengan niat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulim – kurikulum tersebut mungkin berubah.
Metode pendidikan . sebagaimana di kemukakan Callahan and Clark (1983) menganut eksperimentalisme atau pragmatisme mengutamakan penggunana metode pemecahan  - pemecahan masalah (problem solving method)serta metode penyelidikan  dan penemuan. Dalam prakteknya metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat sebagai berikut.
(1)   Pemberi kesempatan
(2)   Bersahabat
(3)   Seorang pembimbing
(4)   Berpandangan terbuka
(5)   Bersifat antusias
(6)   Kreatif
(7)   Sadar bermasyarakat
(8)   Siap siaga
(9)   Sabar
(10)    Bekerja sama  dan ikhlas atau bersungguh – sungguh Peranan  guru dan siswa dalam pragmatisme,belajar selalu dipertimbangkan untuk menjadi seoraang individu.
Dalam pembelajaran perana guru bukan ” menuangkan” pengetahuanya kepada siswa, sebab ini merupakan upaya tak berbuah. Sewajarnya, setiap apa yang siswa pelajari sesuai dengan kebutuhan –kebutuhan, minat minat, dan masalah-masalah pribadinya. Dengan kata lainisipengtahuan tidak betujuan dalam dirinya sendiri, melainkan bermakna untuk suatu tujuan. Dengan demi kian seorang siswa yang menghadapi suatu permasalahan akan mungkin untuk merekonstruk si lingkunganya untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya. Untuk merekontruksukan siswa guru harus:
(a)    Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memunculkan motivasi.
(b)   Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara sfesifik
(c)    Membimbing merencanakan tujuan tujuan individual dan kelompok dalam kelas untuk digunakan dalam mememcahkan masalah.
(d)   Membantu para siswa dalam mengumpulkaninformasi berkenaan dengan masalah.
(e)    Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari; bagaimana mereka mempelajarinya ;dan informasi baru apa yang setiap siswa temukan oleh dirinya (Callahan and Clark 1983).



D.    PENGERTIAN SCHOLATISME
Filsafat st.Thomas Aquinas adalah filsafat resmi Gereja katolik Roma.filsafat ini di sebut juga Scholatisme. Scholatisme  bangkit Selama abad pertengahan  yang mencerminkan suatu  sintesis dari filsafat Aristoteles dan Doktrin Gereja abad pertengahan .Dalam pemikiran sebagian scholastic, filsafat di beri peranan lebih rendah (subordinate)dari teori. Hal ini tercermin dalam ungkapan “ I believe in order that I may know”( saya percaya agar saya dapat mengetahui ). Ungkapan ini mencerminkan karakteristik hubungan antara filsafat dan teologi.  
a.       METAFISIKA
Hakikat realitas. Scholatisme menganut prinsip hylemorphe (hyle: materi, morphe: bentuk). Prinsip ini menyatakan bahwa segala sesuatu kecuali Allah dan malaikat merupakan kesatuan dari materi dan bentuk. Prinsip ini memungkinkan kita memahami terjadinya perubahan.
Hakikat manusia. Manusia merupakan kesatuan badan-jiwa. Karena hubungan antara badan dan jiwa sebagai bentuk dan materi maka jiwa bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Jiwa tidak dapat binasa bersamaan dengan tubuh, jiwa tidak dapat mati. Manusia di ciptakan Tuhan dengan tujuan agar manusia mencapai kebahagiaan yang sempurna yang melalui dengan cara sesuai dengan petunjuk Tuhan.
b.      EPISTEMOLOGI
Hakikat pengetahuan. Manusia dapat memperoleh kebenaran benda-benda melalui rasio atau akal dengan cara berpikir yang induktif. Manusia dapat memperoleh kebenaran melalui akalnya, walaupun terbatas, karena tertutup oleh dosa.
c.       AKSIOLOGI
Hakikat nialai. Untuk menjadi baik atau berbuat baik, pertama-tama manusia harus mengetahuai kebaikan dalam aturan-aturan. Meskipun setiap manusia memiliki kecenderungan berbuat kebaikan mungkin saja mengarahkannya ke arah kejahatan. Manusia harus terbiasa dan membangun perbuatan baik karena pada dasarnya kebaikan terakhir adalah Tuhan dan Tuhan adalah tujuan akhir manusia. Maka dalam hal ini manusia harus senantiasa berbuat kebaikan.
Schoolatisisme merupakan aliran filsafat yang muncul dan berkembang pada abad pertengahan. Filsafat ini disebut scholastic menurut Harun Hadiwijono ( 1992 ) sebutan scholastic mengungkapkan bahwa pengetahuan abad pertengahan di usahakan oleh sekolah – sekolah, dan bahwa ilmu itu terkait pada tuntutan pengajaran di sekolah – sekolah itu. Semula scholastik timbul di biara – biara tertua di Gallia selatan, tempat pengusiran ketika ada perpindahan bangsa – bangsa
Dari uraian diatas maka kelompok kami memilih tema mengenai landasan filosofi pragmatisme dan scholatisme .

E.            HUBUNGAN SCHOLATISME DENGAN PENDIDKAN
Tujuan pendidikan. Pendidikan harus bertujuan untuk mengembangkan potensialitas manusia secara penuh  menurut doktrin-doktin scholastic. Karena manusia adalah rational being/ animal rational, keseluruhan potensialnya meliputi potensi intelektual, fisikal, volisional (kemauan), dan juga vocasional. Konsekuensinya sekolah harus menyediakan kesempatan-kesempatan bagi setiap siswa untuk mengembangkan akal / pikiranya dan memperkuat kemauanya. Pendidikan adalah lengakap hanya jika tujuannya memuat eksistensi umat manusia di masa depan dalam surga dan juga eksistensi lahiriah di muka bumi.
Kurikulum pendidikan.isi pndidikan harus meliputi agama dan ilmu kemanusian (humanities). Disiplin matematika, logika,bahasa, dan teorika juga di pandang penting.dalam konteks ini isi pendidikannya meliputi pendidikan liberal yang mencakup pengembangan mata pelajaran –mata pelajaran fundamentalyang berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan kemampuan –kemampuan intelektual.adapun bagi orang-orang tertentu di berikan pula studi mata pelajaran-mata pelajaran instrumental yang di butuhkan untuk hidup.isi kurikulum bersumber dari buku-buku sumber ( the great book)dan doktrin-doktrin yang di pandang memuat pengetahuan dan nilai-nilai yang universal dan abadi.
Metode pendidikan .yang di utamakan adalah metode mendisiplinkan pikiran (disciplining the mind);latihan formal( formal drill);persiapan jiwa dan catekhisme.
Peranan guru dan siswa.guru harus menjadi teladan yang baik bagi para siswanya. Suru mempunyai wewenang untuk mengatur kelas(pengelolaan kelas perpusat pada guru);dalam hal ini struktur pembelajaran yang di rancang guru hendaknya di arahkan  untuk membantu pengembangan pengetahuan,keterampilan berpikir, dan untuk berbuat kebajikan.
Orientasi pendidikan scholatisme adalah perennialisme (Callahan and Clark,1983).hal ini dapat di pahami karena pendidikan scholatisme menekankan pengetahuan dan nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal, absolut, menetap atau abadi, serta prinsipnya yang religious. Terdapat perennialisme yang secular,namun mereka hanya merupakan minoritas dalam perennialisme .perennialisme mengganggap tugas pendidikan adalah untuk memberi pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, universal, abadi atau menetap tersebut di atas ayang terdapat kebudayaan masa lampau yang di akui sebagai kebudayaan yang ideal.

BAB III
PENUTUP


A.           Kesimpulan
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
Scholatisme menganut teori hyllemorphe dan prinsip essentia-eksistentia. Terdapat realitas fana dan realitas abadi di akhirat. Sejalan dengan konsep di atas, manusia adalah ciptaan Tuhan, manusia adalah kesatuan badan-jiwa. Manusia di akui sebagai makhluk alamiah, berfikir, beramasyarakat, dan sebagai makhluk spiritual. Pengetahuan dapat di peroleh manusia melalui keimanan, rasio melalui berpikir, dan intuisi. Bagi penganut scholatisme kebenaran dan nilai-nilai bersifat pasti, universal, menetap atau abadi.
Pendidkan bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia secara penuh, meliputi potensi intelektual, fisikal, vokasional agar manusia mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Isi kurikulumnya meliputi agama dan humanities. Matematika, retorika, logika, dan bahasa juga di pandang penting. Kurikulumnya meliputi pendidikan liberal yang mencakup mata pelajaran-mata pelajaran fundamental berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan intelektual. Metode pendidkan yang di utamakan adalah metode mendisiplinkan pikiran (disciplining the mind), latihan formal (formal drill), persiapan jiwa dan cathekisme. Dalam pendidikan guru harus menjadi teladan bagi para siswanya. Guru mempunyai wewenang untuk pengembangkan pengetahuan, keterampilan berpikir, dan agar siswa mampu berbuat kebajikan. Orientasi pendidkan scholatisme adalah Parennialisme.
B.     SARAN
Mari kita terapkan teori pragmatisme karena dalam proses belajar mengajar di era globalisasi ini metode pragmatisme dapat diterapkan sebab seiring perkembangan zaman dimana teknologi dapat menjadi salah satu media bagi siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuannya tanpa berpusat  kepada pendidik. Dan metode pragmatisme sangat cocok dengan kurikulum sekarang dimana siswa dapat mengembangkan pikiran mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Nur’aini, Hj.Dra, M.Pd, Syaripudin, Tatang,Dra. M.Pd. 2009. LANDASAN PENDIDIKAN. 2009. UPI PRESS. Bandung  
Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta UU Sikdiknas. 2006. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Website:
Ranty Pebriantika (2012). Makalah Landasan Pendidikan. From http://rantypebriantika.blogspot.com/2012/11/konsep-landasann pendidikan_5470.html= 25, November 2012
Pidarta, Dr. Made. 2000. Landasan Kependidikan. Rineka Cipta. Jakart
http:// Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan _ peutuah.com
Meilanie,Sri Martini.2009.Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta : Universitas Negeri Jakarta
http:// landasan filosofis pendidikan - upi.pdf.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar