Rabu, 19 Juni 2019

PSIKOLOGI PENDIDIKAN (PERKEMBANGAN EMOSI)


PENDAHULUAN
Uraian berikutnya mengenai enam tahapan perkembangan emosi yang harus dilalui seorang anak. Pengalaman emosional yang sesuai pada tiap tahap merupakan dasar perkembangan kemampuan koginitif, sosial, emosional, bahasa, keterampilan dan konsep dirinya di kemudian hari. Tahapan tersebut saling berkesinambungan, tahapan yang lebih awal akan mempersiapkan tahapan selanjutnya. Anak-anak yang diasuh dengan kehangatan dan tidak mengalami gangguan perkembangan biasanya akan mencapai tahapan terakhir secara otomatis pada usia 4-5 tahun, namun anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan bantuan dari orang tua dan professionaluntukbisa mencapainya dengan lebih perlahan. Kapan / pada usia berapa tercapainya bukan merupakan hal yang penting bila dibandingkan bagaimana pencapaiannya.
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan kemasakan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Menurut Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. Hal ini bisa membuat remaja melawan keinginan atau bertentangan pendapat dengan orangtuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini seringkali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini tidak terselesaikan, terutama orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan teman-teman sebaya yang senasib. Seringkali karena yang dihadapi adalah remaja yang seusia yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, bisa jadi solusi yang ditawarkan kurang bijaksana. Kehadiran problem emosional tersebut bervariasi pada setiap remaja.

Salah satu ciri-ciri remaja menurut Allport (1961) adalah berkurangnya egoisme, sebaliknya tumbuh perasaan saling memiliki. Salah atu tanda yang khas adalah tumbuh kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Kemampuan untuk menenggang rasa dengan orang yang dicintainya, untuk ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh orang yang dicintainya. Ciri lainnya adalah berkembangnya “ego ideal” berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan bagaimana wujud ego (diri sendiri) di masa depan.
Selain itu remaja mampu untuk melihat diri sendiri secara objektif yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan untuk menangkap humor termasuk yang menjadikan dirinya sebagai sasaran. Ia tidak marah jika di kritik dan di saat-saat yang diperlukan ia bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar. Remaja juga memiliki falsafah hidup tertentu, tanpa perlu merumuskannya atau mengucapkannya dalam kata-kata.
Berdasarkan observasi cermat berkelanjutan, bisa diperkirakan pada taraf perkembangan emosi yang mana seorang anak berada. Kemampuan mana yang sudah dikuasainya dengan baik, mana yang membutuhkan penguatan dan mana yang sama sekali belum berkembang. Pengamatan dilakukan saat bermain, berinteraksi dan melakukan aktifitas sehari-hari. Pengamatan dimasukkan dalam daftar 'rating scale' disertai umur pencapaiannya (untuk skor A). N-never (kemampuan tersebut tidak pernah tampak), S-sometimes (kemampuan tersebut kadang-kadang tampak), A-always (kemampuan tersebut selalu tampak) dan L-loses (kemampuan tersebut hilang saat stress: lapar, marah, lelah, dll).

 Emosi remaja berada dalam situasi sturm und drung sebab belum stabil dan mencapai kematangan pribadi secara dewasa. Menurut Gesell, dkk, remaja 14 tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung meledak, dan tidak berusaha mengendalikan perasaannya (Hurlock, 1993) karena emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka dari pada perilaku yang realistis.


Mereka merasa canggung akan pertambahan tinggi badan yang dirasa aneh dan mengganggu, mudah tersinggung kesal hati, dan tertekan, ingin marah. Dalam keadaan emosi yang belum stabil ini celaan atau kritikan dari lingkungan seringkali ditanggapi secara sungguh-sungguh dan sering ditafsirkan sebagai ejekan atau meremehkannya. Akibatnya mereka sering bersikap antipati dan melawan. Bila lingkungan keluarga, orang tua dan sekolah mengabaikan keadaan emosi remaja, misalnya anak-anak yang tidak disukai karena tampangnya kurang menguntungkan, kurang cerdas, sehingga melihat dengan sebelah mata dan sinis, biasanya remaja tersebut menjurus pada perilaku yang maldjusment dan sering pada tindakan delinkuency (Mulyono, 199).

Remaja merupakan masa kritis bagi pembentukan kepribadian. Remaja yang sedang dalam masa pancaroba ini apabila tidak mendapat bimbingan serta suasana lingkungan yang baik dapat menjurus pada berbagai kelainan tingkah laku, kenakalan, bahkan sampai melibatkan diri pada tindak kejahatan, termasuk penyalah gunaan obat narkotika serta perilaku seksual. Karakteristik emosi pada anak mencakup :
a.       Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba
b.      Terlihat lebih hebat atau kuat
c.       Bersifat sementara atau dangkal.
d.      Lebih sering terjadi
e.       Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
f.        Reaksi mencerminkan individualitas
Perkembangan emosi pada anak sebenarnya sulit diukur. Variasi emosi pada anak juga banyak. Variasi ini sangat bergantung dengan kondisi lingkungan anak, jadi emosi itu menentukan respon apa yang diberikan pada lingkungannya. Emosi ini juga kebutuhan lho, jadi anak perlu untuk memperlihatkan emosinya, bisa dikatakan terpenuhi kebutuhan emosinya jika emosi yang dikeluarkan dapat dikendalikan dengan baik.
Ada dua kondisi yang mempengaruhi perkembangan emosi, berikut uraiannya saya kutip langsung dari makalah saya, yang juga diambil dari buku Perkembangan Anak karya Elizabeth Hurlock
1.      Peran Pematangan
Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stres. Kelenjar adrenalin memainkan peran utama dalam emosi yang mengecil secara tajam ketika bayi baru lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesar lagi, dan membesar dengan pesat saat anak berusia 5 tahun. Pembesarannya melambat pada usia 5 sampai 11 tahun, dan membesar leih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun. Pada usia 16 tahun kelenjar tersebut kembali keukuran semula seperti pada saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar. Pengaruhnya penting terhadap keadaan emosional pada masa kanak-kanak.
2.      Peran Belajar
Lima jenis kegiatan belajar turut menunjang pola perkembangan emosi pada masa kanak-kanak. Terlepas dari metode yang digunakan, dari segi perkembangan anak harus siap untuk belajar sebelum tiba saatnya masa belajar. Sebagai contoh, bayi yang baru  lahir tidak mampu mengekspresikan kemarahan kecuali dengan menangis. Dengan adanya pematangan system saraf dan otot, anak-anak mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi. Pengalaman belajar mereka akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka gunakan untuk menyatakan kemarahan.
Untuk jenis-jenis emosi, tidak akan saya uraikan. Karena tentu Anda sudah sangat mengenal jenis-jenis emosi seperti marah, takut, senang, dan cemburu kan? Memang ada perbedaan pada penjelasan emosi anak ini, tapi tidak akan saya  uraikan di sini, silahkan cari keterangannya di buku atau referensi lain.

USIA 3 – 6 BULAN
Menunjukkan kegirangan saat dimandikan atau saat beraktivitas rutin lainnya.
Merespon dengan nyata saat digendong dan diberi perhatian/cinta
Membelalakan mata/antusias pada wajah pengasuh saat diberi makan
Terjaga pada waktu yang lebih lama ( 70 % bayi pada usia ini tidur pada malam hari)
Tersenyum pada orang yang sudah dikenalnya maupun orang asing

USIA 6 – 9 BULAN
Berusaha makan sendiri menggunakan jari-jari tangannya
Menawarkan mainan pada anak lain
Lebih hati-hati pada orang asing
Menunjukkan kecemasan ketika ibu meninggalkannya
Lebih peka terhadap perasaan orang lain, misalkan menangis jika saudaranya menangis atau ikut tertawa jika ada yang tertawa.
Ini disebut pengenalan emosi, bukan merupakan perilaku sesungguhnya.

USIA 9 – 12 BULAN
Suka / menikmati nyanyian atau irama
Masih memilih dekat dengan orang dewasa yang dikenalnya
Bermain sendiri dalam waktu yang lama
Menunjukkan kesukaan / ketidaksukaan pada makanan dan waktu tidur
Sering memerlukan barang / objek yang nyaman baginya, seperti selimut atau boneka favoritnya.
Memasukkan benda-benda ke mulutnya
Minum dari gelas dengan bantuan
Senang menunjuk-nunjuk barang
Senang membuat kegaduhan / menghasilkan suara-suara dengan memukul-mukul mainan.




USIA 12 – 18 BULAN
Emosinya labil, mood / suasana hatinya naik turun
Sangat tergantung pada kehadiran orang dewasa
Sering menginginkan objek yang memberi rasa aman, seperti boneka, pakaian / kain
Masih malu pada orang yang tidak dikenalnya
Menyayangi orang yang terbiasa / dikenalnya.
Menyenangi bersosialisasi pada saat makan, bercakap-cakap ketika sedang belajar makan sendiri.
Membutuhkan bantuan untuk rutinitas harian, seperti mandi dan berpakaian

USIA 18 BULAN – 2 TAHUN
Ingat dimana letak barang-barang.(menunjukkan fungsi ingatan jangka panjang / LTM)
Suka bermain sendiri, tetapi lebih suka ditemani orang dewasa yang dikenalnya atau saudaranya.
Lebih suka melakukan sendiri, misal berpakaian. (biar aku yang melakukan!)
Menyadari bahwa orang lain takut / cemas bila mereka memanjat atau turun dari kursi, dll.
Berubah-ubah antara tergantung dan melawan.
Mudah menjadi frustasi, kadang mengamuk/tantrum.
Gelisah atau mengatakan bila ingin BAB / BAK
Dapat mengikuti dan menikmati cerita serta lagu yang diulang-ulang.

USIA 2 – 3 TAHUN
Mulai mampu mengekspresikan perasaan
Impulsif dan ingin tahu terhadap lingkungannya
Suka mencoba pengalaman-pengalaman baru.
Kadang sangat lekat dan bergantung, di waktu lain sangat percaya diri dan mandiri
Sering putus asa atau frustasi ketika tidak mampu, mengekspresikan dirinya bahwa pada usia tersebut suka marah-marah / tantrum.
Dapat berpakaian dan BAB / BAK sendiri, tapi masih memerlukan bantuan untuk melepas celana sendiri.
Suka membantu orang lain tapi jika tidak bertentangan dengan apa yang disukainya.

MULAI USIA 2,5 TAHUN
Makin trampil makan menggunakan sendok dan garpu
Tidak mengompol di malam hari ( tapi variasinya macam-macam)
Sangat tergantung secara emosi pada orang dewasa
bermain dengan anak lain, tetapi tidak mau berbagi mainan dengan mereka.

USIA 3 – 4 TAHUN
Suka mengerjakan sesuatu sendiri, tanpa bantuan
Menikmati acara makan keluarga
Dapat berpikir tentang sesuatu dari kacamata orang lain
Memperlihatkan perhatian pada saudara yang lebih muda
Mampu mandiri menggunakan kamar kecil, dan tidak ngompol lagi (tiap anak berlainan)
Suka membantu orang dewasa, seperti merapikan atau beres-beres, dsj.
Mau berbagi mainan dengan anak lain dan mau menunggu giliran ketika bermain
Suka membangun / mengembangkan ketakutan seperti terhadap gelap, karena mereka mampu berpura-pura dan berimajinasi
Menyadari dirinya sebagai anak laki-laki atau perempuan (berkembangnya peran gender)
Berteman dan menikmati hubungan pertemanan.

USIA 4 – 5 TAHUN
Trampil menggunakan sendok / garpu untuk makan
Dapat mencuci dan mengeringkan tangan serta menyikat gigi
Dapat memakai dan membuka baju sendiri kecuali yang bertali, dasi, dan bagian belakang.
Suka menunjukkan kepekaan / kepedulian pada orang lain
Memperlihatkan sense of humor, baik dengan kata-kata maupun perilaku
Suka kemandirian dan keinginan diri yang kuat
Suka bergabung dengan anak-anak lain



USIA 5 – 6 TAHUN
Memakai dan membuka baju sendiri.
Menunjukkan kesukaan dan ketidaksukaan secara jelas, terkadang tanpa logika yang jelas.
misal seorang anak mau makan wortel ketika diiris panjang tetapi tidak mau kalau wortelnya diiris bulat-bulat.
Mampu menyenangkan diri sendiri pada waktu yang lama, melihat buku atau TV.
Memperlihatkan simpati dan perhatian pada teman yang sedang sakit
Suka memelihara binatang
Memilih temannya sendiri

1.   Pengertian Emosi
              Menurut English and English emosi adalah “ A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activities “, yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. 
Warna afektif disini dapat diartikan sebagai perasaan – perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi ( menghayati ) suatu situasi tertentu, contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan sebagainya ( Yusuf  Syamsu, 2006 ). Kadang seseorang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda – tanda fisiknya.  Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan Ekman dan Friesen yang dikenal dengan display rules, yang dibagi menjadi tiga rules, yaitu masking, modulation dan simulation.  Masking adalah keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat menutupi emosi yang dialaminya.  Emosi yang dialaminya tidak tercetus melalui ekspresi fisiknya, misalnya orang yang sangat sedih karena kehilangan anggota keluarganya, kesedihan tersebut dapat diredam atau ditutupi, dan tidak ada gejala fisik yang menyebabkan tampaknya perasaan sedih tersebut.  Sedangkan pada modulation seseorang tidak mampu meredam secara tuntas mengenai gejala fisiknya, tetapi hanya dapat menguranginya saja, misalnya karena sedih, ia menangis tetapi tidak terlalu kuat dan keras.  Pada simulation seseorang sebenarnya tidak mengalami emosi, tetapi ia seolah – olah mengalami emosi dengan menampakkan gejala – gejala fisik.  Display rules sebenarnya dipengaruhi oleh unsur budaya, misalnya adalah tidak etis kalau menangis dengan meronta – ronta di hadapan umum meskipun kehilangan keluarga yang sangat dicintainya ( Walgito Bimo, 2004 ).

2.  Ciri – Ciri Emosi
     Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri – ciri sebagai berikut :
a.       Lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir
b.      Bersifat fluktuatif ( tidak tetap )
c.       Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera
3.  Pengelompokan Emosi
     Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan ( psikis ).
a.  Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
b.  Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan.  Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
1.  Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.  Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
a.  rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah
b.  rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
c.  rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah yang harus dipecahkan

2.  Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.  Wujud perasaan ini seperti :
a.  rasa solidaritas
b.  persaudaraan ( ukhuwah )
c.  simpati
d.  kasih sayang, dan sebagainya
3.  Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk atau etika ( moral ). Contohnya :
a.  rasa tanggung jawab ( responsibility )
b.  rasa bersalah apabila melanggar norma
c.  rasa tentram dalam mentaati norma
4.  Perasaan Keindahan ( estetis ), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian
 5. Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah ( kemampuan atau perasaan ) untuk mengenal; Tuhannya.  Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius ( naluri beragama ).  Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “ Homo Divinans “ dan “ Homo Religius “ atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makluk beragama.

4.  Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya :
a.       memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai
b.      melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa ( frustasi ).
c.       menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup ( nervous ) dan gagap dalam berbicara.
d.      terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
e.       suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

5. Perkembangan Emosi Balita
Di usia batita anak berkembang ke arah kemandirian. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu. Dukungan dan kesabaran dari orangtua penting untuk membantu anak mencapai tugas perkembangan tersebut.
1.    Demonstrasi kasih sayang
Anak usia ini senang mengeksplorasi berbagai perasaan menyenangkan yang timbul dari kontak fisik.
Misal setiap kali orangtua membuka tangan, batita pasti akan berlari menghampiri untuk masuk dalam pelukan orangtuanya.
2.    Perhatian secara personal
Batita selalu menuntut perhatian secara personal sebab di usia ini anak sedang berada dalam fase egosentris. Ia ingin semua menjadi miliknya dan hanya untuk dirinya.
3.    Mood gampang berubah
Anak batita sangat moody. Mudah baginya berganti suasana hati dalam waktu sekejap. Di usia ini anak mulai sadar bahwa dirinya adalah individu yang terpisah dari orangtuanya sehingga segala sesuatunya ingin dilakukan sendiri. Sementara di sisi lain kemampuannya masih sangat terbatas.
4.    Cari perhatian
Ini adalah salah satu ekspresi emosi yang khas dimiliki anak batita. Ia senang sekali "pamer" kemampuan. Pahadal sesuai tahapan perkembangannya, ada saja kemampuan baru yang dikuasainya hampir setiap hari.
5.      Suka menyengaja
Batita suka menyengaja. Ini dilakukan semata-mata untuk melihat repons sekelilingnya. Bisa juga karena anak belum paham risiko dari perbuatannya, tapi mungkin juga anak sekadar menikmati reaksi yang ditampilkan orangtua.
6.      Melempar sesuatu saat marah
Di usia ini anak belum bisa mengendalikan emosinya secara sempurna tapi kemampuan motoriknya, terutama melempar benda, sudah bisa dilakukan.
7.      Keras kepala
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, di usia ini anak sedang berada pada fase egosentris. Anak maunya menang sendiri dan keras kepala. Apa yang sudah jadi keinginannya seakan tak terbantahkan. Ini adalah bagian dari perkembangan yang wajar.
8.      Narsisme
Anak batita "narsis" mengagumi diri sendiri. Anak usia ini selalu merasa dirinya yang paling baik, pintar, cantik/ganteng, disayang dan sebagainya sehingga ia merasa berhak atas segala sesuatu yang ada di dunia ini.

6. Perkembangan Emosi Anak
Enam tahapan perkembangan yang harus dilalui anak:
1)   Regulasi diri dan minat terhadap lingkungan
Kemampuan anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang membuatnya tidak nyaman.
2)   Keakraban-keintiman
Kemampuan anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan penuh cinta.
3)   Komunikasi dua arah
Kemampuan anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat (berpikir logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif memilih/ menentukan pilihan dan berinisiatif.

4)   Komunikasi kompleks
Kemampuan anak untuk menciptakan komunikasi kompleks, mengekspresikan keinginan dan emosi secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai menyertakan keinginannya dalam bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk pengasuh/orang tua. Selanjutnya hal ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan kepribadian. la mampu memahami pola karakter dan tingkah laku orang lain sehingga mulai memahami apakah tingkah lakunya disetujui atau tidak, akan dipuji atau diejek, dll sehingga mulai berkembang kemampuan memprediksi kejadian dan kemudian mengarah pada kemampuan memecahkan masalah berdasarkan keurutan logis.
5)   Ide emosional
Kemampuan anak untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang melibatkan emosi.
6)   Berpikir emosional
Kemampuan anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam bermain, memprediksi perasaan dan akiba' dari suatu aktifitas, mengenal konsep ruang, waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.
Pada umumnya, ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu :
1. perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2. perasaan takut
rasa takutini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
4. rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negatifdan positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif.

7. Perkembangan Emosi Remaja
        Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar. Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.

• Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun
1. Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
2. Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
3. Kemarahan biasa terjadi
4. Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
5. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif

• Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
1. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
2. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
           
 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja:
Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dimana itu menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.
            Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain yaitu :

1. Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang
       memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.

2. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.

3. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.

4. Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.

5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.


8.  Peranan Emosi dalam Proses Berpikir
ü  mengarahkan aksi dan tingkah laku
ü  memungkinkan mengontrol tingkah laku
ü  memberi arti terhadap pengalaman
ü  menyimpan, mengorganisasi dan mengingat kembali pengalaman
ü  menggagas pengalaman baru
ü  memecahkan masalah
ü  berpikir kreatif, selektif, logis, tidak idiosinkretik (aneh)
ü  memahami kalimat lisan maupun tulisan ('rasa' bahasa)
ü  memahami konsep kuantitas, waktu, ruang, sebab-akibat yang bersifat 'relatif
ü  membentuk konsep diri, pengertian atas diri (dengan membandingkan
ü  perasaan dengan situasi yang dialaminya)
ü  memisahkan realitas dan fantasi
ü  mengendalikan tingkatan perkembangan emosi, sosial dan intelektual

9. Peran Keluarga dan Sekolah Terhadap Perkembangan Emosi
            John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire, mendefinisikan kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Lebih lanjut pakar psikologi Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat disimpulkan Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Guru dan keluarga dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:

1. Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2. Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3. Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
4. Memahami emosi anak.
5. Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
6. Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian.


                                                         DAFTAR PUSTAKA










Tidak ada komentar:

Posting Komentar