|
Puji Syukur kami
panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul SejarahPerkembanganPendidikanInklusif”
dengan baik. Shalawat serta salam
kami panjatkan
kepada
Nabi besar
Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita semua selaku
umat-Nya.
Pendidikaninklusifadalahsalahsatubentuksaranapendidikan
yang didalamnyaada proses pembelajarancampuranantaraanak
yang normal dengananak yang berkebutuhankhusus.DenganadanpendidikaninklusifdiharapkanakanmenjadialatdalammembangunsolidaritasantaraAnakBerkebutuhanKhusus(
ABK) denganteman-temansebayanyadanakhirnyadenganmasyarakatpadaumumnya.Padadasarnyamerekamemilikihakdankesempatan
yang samauntukmendapatkanpendidikansepertianak yang normal.
Kami
menyadaribahwaselamapenulisanmakalahini kami
banyakmendapatbantuandari.Olehsebabitu, kami mengucapkanterimakasihkepada :
1.
IbuUlfa,S.Pd, M.PdselakudosenmatakuliahPendidikanInklusifyang
telahmembantu kami dalammenyusunmakalahini.
2.
Rekan-rekanseangkatan yang telahmemotivasi kami
untukmenyelesaikanpenyusunanmakalahini.
3.
Semuapihak yang tidakbiaspenulissebutsatu per satu.
Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk
kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapakan kritik dan saran yang bersifat konstruktiv dalam
perbaikan dikemudian hari.
Bandung, September 2014
i
|
|
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang...................................................................................... 1
B. RumusanMasalah.................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2
D. Sistematika........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. DefinisiPendidikanInklusif.................................................................. 4
B. LatarBelakangPendidikanInklusif........................................................ 5
C. SejarahPerkembanganPendidikanInklusif............................................ 7
D. Landasan PendidikanInklusif............................................................... 9
E. TujuanPendidikanInklusif.................................................................... 14
F. Langkah – Langkah Pelaksanaan Pendidikan
Inklusif.........................15
BAB III PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................... 17
B. Saran..................................................................................................... 18
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berdasarkan
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan
jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Undang Undang tersebut merujuk pada perkembanga
pendidikan di Indonesia yang tidak lepas dari istilah pendidikan inklusif
atau inklusi, pendidikan inkulsif muncul sejak tahun 1990 ketika konferensi
dunia tentang pendidikan untuk semua.
pendidikan
inkulsif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan
khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman
seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994). Ini menandakan bahwa pendidikan
tidak mengenal perbedaan fisik, ras, suku, dan agama.
Tidak
semua sekolah regular di Indonesia termasuk kedalam sekolah inkulsif, karena
kurang nya sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang pendidikan inkulsif.
pada tahun 1990 Indonesia menerapkan pendidikan terpadu, lalu pada tahun 2000
Indonesia mulai menuju pada pendidikan inkulsif. Hal ini menunjukan
perkembangan yang baik bagi pendidikan di Indonesia.
Dengan
adanya pendidikan inkulsif sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan,
mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada
kebutuhan individual tanpa diskriminasi. Dengan begitu anak yang memiliki
kebutuhan khusus dapat terpenuhi pendidikannya sesuai dengan potensi
masing-masing
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertianpendidikan
inkulsif ?
2. Apa
yang melatarbelakangi dilaksanakannya pendidikan inkulsif ?
3. Bagaimana
sejarah perkembangan pendidikan inkulsif ?
4. Apa
landasan dari dilaksanakannya pendidikan inkulsif ?
5. Apa
tujuan dari dilaksanakannya pendidikan inkulsif ?
6. Apa
saja Langkah-Langkah Pelaksanaan Pendidikan Inklusif ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui serta memahami pengertian pendidikan inkulsif.
2. Mengetahui
apa yang melatarbelakangi dilaksanakannya pendidikan inkulsif.
3. Mengetahui
sejarah perkembangan pendidikan inkulsif.
4. Mengetahui
serta memahami landasan dari dilaksanakannya pendidikan inkulsif.
5. Mengetahui
tujuan dari dilaksanakannya pendidikan inkulsif.
6. Untuk
Mengetahui Langlah – Langkah Pelaksaan Pendidikan Inklusif.
D.
SistematikaPenulisan
Makalahinidisusundenganmenggunakanpendekatankualitatif.Metode
yang digunakandalam metodedeskriptif.Data
teoritisdalammakalahinidikumpulkandenganteknikstudipustaka,
artinyapenulismengambil data melaluikegiatanmembacaberbagai literature
danmenggunakan media internet yang relevanuntukmelengkapi data
dengantemamakalah.Datatersebutdiolahdenganteknikanalisismelaluikegiatanmengeksposisikan
data sertamengaplikasikan data tersebutdalamkontekstemamakalah.
Makalah ini terdiri dari tiga BAB yang disusun
untuk memudahkan para pembaca dalam memahami makalah ini, yaitu:
BAB I Pendahuluan. Di bagian ini, penyusun
membaginya menjadi empat bagan yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Pembahasan. Dibagian terdiri dari 5 bagian, yaitu membahas tentang definisipendidikanInklusif,
latarbelakangpendidikanInklusif, sejarahperkembanganpendidikanInklusif,
tujuandanmanfaatpendidikanInklusif.
BAB III Penutup, bagian ini terdiri dari Simpulan dan Saran dari makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DefinisiPendidikanInklusif
Istilah
pendidikan inklusif atau inklusi, mulai muncul sejak tahun 1990 ketika
konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan dengan
pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994.Pendidikan
inklusif memiliki prinsip dasar bahwa selama memungkinkan, semua anak
seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan
yang mungkin ada pada diri mereka.Pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang
dilaksanakan oleh Sekolah /Kelas dengan melibatkan seluruh peserta didik tanpa
kecuali (PUS) meliputi: anak-anak yang memiliki perbedaan bahasa, anak-anak
yang beresiko putus sekolah karena sakit, kekurangan gizi dan tidak berprestasi
dengan baik, anak-anak yang berbeda agama, anak-anak penyandang HIV/Aids, dan
anak-anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah, mereka dididik dan
diberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang ramah dan penuh kasih
sayang tanpa diskriminasi
Pendapatlainmenyatakanbahwa
pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama
teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994). Sekolah inklusif
adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini
menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat
diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback,1980).
Berdasarkan
batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistemlayanan
pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama
dengan anak sebayanya di sekolah
reguler
yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan
inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada
semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan
individu peserta didik tanpa diskriminasi.Pendidikaninklusifbukansematamemasukananakluarbiasa/anak
berkebutuhan khusus kesekolahumum, namunjustruberorientasibagaimanalayananpendidikaninidiberikandalamrangkamemenuhikebutuhan
secaraalamiahtelahmerekamiliki.
Pendidikan
inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat
dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau
penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan
kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata
lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan
dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang
menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif
anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara
wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan
pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan
berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan
yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
B. LatarBelakangPendidikanInklusif
Berdasarkan
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan
jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus
berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam
pendidikan.Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di
Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB,
sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan
yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (Tunanetra),
SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak dengan
hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan hambatan
(fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan emosi dan
perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk (Tunaganda). Sedangkan
SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus.
Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga menampung anak
berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan
belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak dengan
hambatan penglihatan (tunanetra), itupun perkembangannya kurang menggembirakan
karena banyak sekolah reguler yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus.
Pada
umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–anak
berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak
hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka, terutama yang
kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi
SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah
tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya.
Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat,
namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal
kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan diatas dapat berakibat pada
kegagalan program wajib belajar.Untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar,
dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus, baik
yang telah memasuki sekolah reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan
pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali karena
tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat
domisilinya.
Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus
disebutkan bahwa ‘pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah.Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk
pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa penyelenggaraan pendidikan
inklusi. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan
pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.Dengan
demikian pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi
hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik
sekolah luar biasa maupun sekolah reguler/umum.Dengan adanya kecenderungan
kebijakan ini, maka tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib
dibekali kompetensi pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam
Mata Kuliah Pendidikan Inklusif atau Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
C. SejarahPerkembanganPendidikanInklusif
Sejarah
perkembangan pendidikan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan diawali
dari negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat
pada tahun1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar
Biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive
environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat.
Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep
pendidikan inklusif dengan ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk
anak berkebutuhan khusus dari segregatif ke integratif.
Tuntutan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak
diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi
dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi
’education for all’. Implikasi dari statemen ini mengikat bagi semua anggota
konferensi agar semua anak tanpa kecuali (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan
layanana pendidikan secara memadai.Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok,
pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol yang
mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal dengan ’the
Salamanca statement on inclusive education”
yang berbunyi :
(1)Semuaanaksebaiknyabelajarbersama
(2)
Pendidikandidasarkankebutuhansiswa
(3)ABKdiberilayanankhusus
Sejalan
dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif,
Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan
menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif.Untuk
memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan
simposium internasional di Bukittinggi dengan
menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan
perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara
menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan
yang berkualitas dan layak.Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusif
dunia tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia sejak awal tahun 2000
mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini merupakan kelanjutan
program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia
pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang berkembang, dan baru mulai tahun
2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan
konsep pendidikan inklusif.
D. LandasanPendidikanInklusif
1.
Landasan
Filosofis
a.
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang
berarti ’bhineka tunggal ika’. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat,
keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung
tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b.
Pandangan
Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa : (1) manusia dilahirkan
dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan (Allah) bukan
karena fisik tetapi taqwanya, (3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum
kecuali kaum itu sendiri (4) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling
silaturahmi (‘inklusif’).
c.
Pandangan
universal Hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak
untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan.
2.
Landasan
Yuridis
a.
UUD 1945
(Amandemen) Ps. 31 : (1) berbunyi ‘Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Ayat (2) ’Setiaap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya’.
b.
UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Ps. 48 ‘Pemerintah wajib menyelenggarakan
pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Ps. 49 ’Negara,
Pemerintah, Keluarga, dan Orangtua wajib memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan’.
c.
UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ps. 5 ayat (1) ‘Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. Ayat (2) :
Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3) ‘Warga negara di
daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus’. Ayat (4) ‘Warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus’.
Pasal 11 ayat (1) dan (2) ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi’. ‘Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun’. Pasal 12 ayat
(1) ‘Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (1.b). Setiap
peserta didik berhak pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan
pendidikan lain yang setara (1.e). Pasal 32 ayat (1 ) ‘Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa’. Ayat (2) ‘Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.’ Dalam penjelasan Pasal 15
alinea terakhir dijelaskan bahwa ‘Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah’. Pasal 45
ayat (1) ‘Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan
kejiwaan peserta didik’.
d.
Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Estándar Nasional Pendidikan. Pasal 2 ayat
(1) Lingkungan Stándar Nasional Pendidikan meliputi stándar isi, stándar
proses, stándar kompetensi lulusan, stándar pendidik dan kependidikan, stándar
sarana prasarana, stándar pengelolaan, stándar pembiayaan, dan stándar
penilaian pendidikan. Dalam PP No. 19/2005 tersebut juga dijelaskan bahwa satuan
pendidikan khusus terdiri atas : SDLB, SMPLB dan SMALB.
e.
Surat Edaran
Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 Perihal
Pendidikan Inklusif : menyeelenggarakan dan mengembangkan di setiap
Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD,
SMP, SMA, dan SMK.
3.
Landasan
Empiris
a.
Deklarasi
Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human Rights),
b.
Konvensi Hak
Anak, 1989 (Convention on the Rights of the Child),
c.
Konferensi Dunia
tentang Pendidikan untuk Semua, 1990 (World Conference on Education for All),
d.
Resolusi PBB
nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan (the
standard rules on the equalization of opportunities for persons with
disabilities),
e.
Pernyataan
Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, 1994 (The Salamanca Statement on
Inclusive Education),
f.
Komitmen Dakar
mengenai Pendidikan untuk Semua, 2000 (The Dakar Commitment on Education for
All), dan
g.
Deklarasi
Bandung (2004) dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusif”,
h.
Rekomendasi
Bukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang inklusif dan ramah terhadap anak
seyogyanya dipandang sebagai:
(1)
Sebuah
pendekatan terhadap peningkatankualitas sekolah secara menyeluruh yang akan
menjamin bahwa strategi nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah
benar-benar untuk semua;
(2)
Sebuah cara
untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang
berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari
program-program untuk perkembangan usia dini anak, pra sekolah, pendidikan
dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi
kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan
terhadap marginalisasi dan eksklusi; dan
(3) Sebuah
kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati
perbedaan individu semua warga negara.
Disamping
itu juga menyepakati rekomendasi berikut ini untuk lebih meningkatkan kualitas
sistem pendidikan di Asia dan benua-benua lainnya:
(1) Inklusi
seyogyanya dipandang sebagai sebuah prinsip fundamental yang mendasari semua
kebijakan nasional
(2) Konsep
kualitas seyogyanya difokuskan pada perkembangan nasional, emosi dan fisik,
maupun pencapaian akademik lainnya
(3) Sistem
asesmen dan evaluasi nasional perlu direvisi agar sesuai dengan prinsip-prinsip
non-diskriminasi dan inklusi serta konsep kualitas sebagaimana telah disebutkan
di atas
(4)
Orang dewasa
seyogyanya menghargai dan menghormati semua anak, tanpa memandang perbedaan
karakteristik maupun keadaan individu, serta seharusnya pula memperhatikan
pandangan mereka
(5)
Semua
kementerian seyogyanya berkoordinasi untuk mengembangkan strategi bersama
menuju inklusi
(6)
Demi menjamin
pendidikan untuk Semua melalui kerangka sekolah yang ramah terhadap anak (SRA),
maka masalah non-diskriminasi dan inklusi harus diatasi dari semua dimensi SRA,
dengan upaya bersama yang terkoordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dan
non-pemerintah, donor, masyarakat, berbagai kelompok local, orang tua, anak
maupun sektor swasta
(7)
Semua pemerintah
dan organisasi internasional serta organisasi non-pemerintah, seyogyanya
berkolaborasi dan berkoordinasi dalam setiap upaya untuk mencapai
keberlangsungan pengembangan masyarakat inklusif dan lingkungan yang ramah
terhadap pembelajaran bagi semua anak
(8)
Pemerintah
seyogyanya mempertimbangkan implikasi sosial maupun ekonomi bila tidak mendidik
semua anak, dan oleh karena itu dalam Manajemen Sistem Informasi Sekolah harus
mencakup semua anak usia sekolah
(9)
Program
pendidikan pra-jabatan maupun pendidikan dalam jabatan guru seyogyanya direvisi
guna mendukung pengembangan praktek inklusi sejak pada tingkat usia pra-sekolah
hingga usia-usia di atasnya dengan menekankan pada pemahaman secara holistik
tentang perkembangan dan belajar anak termasuk pada intervensi dini
(10) Pemerintah
(pusat, propinsi, dan local) dan sekolah seyogyanya membangun dan memelihara
dialog dengan masyarakat, termasuk orang tua, tentang nilai-nilai sistem
pendidikan yang non-diskriminatif dan inklusif.
E. TujuandanManfaatPendidikanInklusif
1.
TujuanPendidikanInklusif
Pendidikan
inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan
anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah
reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
Pendidikan
inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan :
a)
Memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan
khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.
b)
Membantu
mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.
c)
Membantu
meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal
kelas dan putus sekolah.
d)
Menciptakan
sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta
ramah terhadap pembelajaran.
e) Memenuhi
amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 yang berbunyi ’setiap
warga negara negara berhak mendapat pendidikan’, dan ayat 2 yang berbunyi
’setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya’. UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps.
5 ayat 1 yang berbunyi ’setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu’. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak,
khususnya Ps. 51 yang berbunyi ’anak yang menyandang cacat fisik dan/atau
mental diberikana kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.
2.
Manfaat
Pendidikan Inklusif
a)
Membangun
kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan
sikap dan nilai yang diskriminatif.
b)
Melibatkan
dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal,
mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi
alasan mengapa mereka tidak sekolah.
c)
Mengidentifikasi
hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap
akses dan pembelajaran.
d)
Melibatkan
masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutupendidikanbagisemuaanak.
F.
Langkah – Langkah Pelaksanaan
Pendidikan Inklusif
Pelaksanaan
yang dijalankan secara berpangkat ini bertujuan untuk memudahkan untuk mengenal
pasti guru – guru kelas normal sesuai dan inovatif sebagai guru integritas.
Pilihan yang tepat sangat penting dalam menjayakan program pendidikan inlusif
Sekolah
inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid
dikelas yang sama . sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang , tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru.
Hal
hal yang harus diperhatikan dalam penyelanggara pendidikan inklusif.
1. Sekolah
harus menyediakan kondisi kelas yang hangta, ramah, menerima keanekaragaman dan
menghargau oerbedaan
2. Sekolah
harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menersapkan kurikulum dan
pembelajaran yang bersifat individual
3. Guru
harus menerapkan pembelajaran yang interaktif
4. Guru
dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam
perencaan pelaksanaan dan evaluasi.
5. Gru
dituntut melibatkan orang tua secara bermaknsa dalam proses pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Sejarah
perkembangan pendidikan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan diawali
dari negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat
pada tahun1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar
Biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive
environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat.
Berdasarkan
perkembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut, maka Pemerintah
Republik Indonesia sejak awal tahun 2000 mengembangkan program pendidikan
inklusif. Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang
sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi
kemudian kurang berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali
dengan mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif.
Pendidikan
inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat
dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau
penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan
kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata
lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan
dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang
menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif
anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara
wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan
pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan
berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai
pada proses
pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
B.
Saran
Semogapendidikaninklusifdapatdiselenggarakan di
Indonesia secaramenyeluruhdanpelaksanaannyadapatberjalandengan optimal
sesuaidenganlandasan-landasanpenyelenggaraanpendidikaninklusif.Denganadanyapendidikaninklusidiharapkantidakadalagidiskriminasidalamduniapendidikan.Berdasarkan
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan
jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu.
|
Ashman,A.&
ElkinsJ.1994.Educating Children With Special Needs.
New York:Prentice Hall.
New York:Prentice Hall.
Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2006. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif. Depdiknas Jakarta (Draf Naskah tidak diterbitkan)
Johnsen, Berit
H dan Miriam D. Skjorten. 2003.Pendidikan Kebutuhan Khusus. Bandung : Unipub
Mulyono,
Abdulrahman. 2003. Landasan Pendidikan Inklusif Dan Implikasinya dalam
penyelenggaraan LPTK.Makalah disajikan dalam pelatihan penulisan buku ajar
Bagi Dosen jurusan PLB yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta
Stainback,W.
& Sianback,S.1990.Support Networks for Inclusive Schooling. Independent
Integrated Education.Baltimore: Paul H.Brooks.
Undang – Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UNESCO (1994).
The Salamanca Statement and Framework For Action on Special Needs Education.
PARIS:Author.
Warnock,H.M.1978.
Special Educational Needs:Report of The committee of Enquiry into the Education
of Handicapped Young People. London: Her Majesty’s, Stationary Office
Anonim. 2013. KonsepPendidikanInklusif.
[Online]
http://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com. [ 6 September 2014 ]
|
[ 6 September 2014]
Hidayat, Luqman. 2010. PerkembangansekolahInklusi Di
Indonesia. [Online]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar