BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Upaya
peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial
Kepala Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan
sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna
menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Manajemen
sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang
professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan commitment (tanggung jawab
terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, sarana-prasarana yang memadai
untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf
sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah
satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang
optimal.
Manajemen
(berbasis) sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada Kepala Sekolah untuk
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah, yang meliputi input
siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dana, manajemen,
lingkungan, dan kegiatan belajar-mengajar.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas, kami dapat
menarik beberapa masalah yang telah kami rumuskan, yaitu sebagai berikut :
1. Apakah
arti dan pengertian dari Manajemen Sekolah?
2. Bagaimana
Ruang Lingkup dari Manajemen Sekolah Inklusif ?
3. Bagaimana
Prinsip Umum dari Manajemen Sekolah Inklusif?
4. Apa
sajakah Kriteria dari Manajemen Pendidikan Inklusif?
5. Bagaimana
Pelaksanan dari Manajemen Sekolah Inklusif?
6. Bagaimana aplikasi Manajemen Pendidikan Inklusif dalam pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus?
C. TujuanPenulisan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Untuk
mengetahui dan menjelaskan arti dan pengertian dari Manajemen Sekolah
2. Menjelaskan
Ruang Lingkup dari Manajemen Sekolah Inklusif
3. Untuk
menyebutkan dan menjelaskan Prinsip Umum dari Manajemen Sekolah Inklusif
4. Mengetahui
dan menjelaskan Kriteria dari Manajemen Pendidikan Inklusif
5. Untuk
mengetahui dan menjelaskan bagaimana Pelaksanan dari Manajemen Sekolah Inklusif
6. Menjelaskan bagaimana aplikasi Manajemen Pendidikan Inklusif dalam pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
D.
Sistematika
Penulisan
Struktur
makalah ini yaitu terdiri dari 3 bab,
yang disusun untuk membantu pembaca dalam membaca dan memahami isi dari makalah
ini. Adapun susunannya terdiri atas:
BAB I Pendahuluan, yang
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II Pembahasan. Di
dalamnya berisi tentang Pengertian Bimbingan dan Konseling, Persamaan &
Perbedaan Bimbingan & Konseling, Azas-azas Bimbingan Konseling, serta
Lingkup Layanan dalam Bimbingan Konseling.
BABI III Penutup, terdiri
dariKesimpulandan Saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Konsepsi
Manajemen Sekolah
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan
kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak
ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan
istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang
menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi
pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk mengidentikkan keduanya,
sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna yang sama.
Selanjutnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa
pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari
Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan
Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa :
“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan –
tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu
merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan
mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan
yang berkesinambungan”.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani
Handoko (1995) mengemukakan bahwa:
“Manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori
(1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah
administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama
dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi
pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian
usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara
sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga
pendidikan formal”.
Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi
yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun
secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen
pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2)
manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen
pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah
administrasi sekolah. Namun istilah manajemen dan administrasi pun
memilikiterdapat tiga pandangan berbeda, yaitu;
1.
pertama, mengartikan
administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari
administrasi);
2.
kedua, melihat manajemen
lebih luas dari pada administrasi ( administrasi merupakan inti dari
manajemen);
3.
ketiga yang menganggap
bahwa manajemen identik dengan administrasi.
Istilah manajemen diartikan sama dengan istilah
administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan
sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna
menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan
administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu:
1. Merencanakan
(planning),
2. Mengorganisasikan
(organizing),
3. Mengarahkan
(directing),
4. Mengkoordinasikan
(coordinating),
5. Mengawasi
(controlling), dan
6. Mengevaluasi
(evaluation).
B.
Ruang
Lingkup
Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan
penuh kepada pihak sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan
sekolah yang bersangkutan.
Komponen-komponen
tersebut meliputi:
1. Input siswa (kesiswaan),
2. Kurikulum,
3. Tenaga kependidikan,
4. Sarana-prasarana,
5. Dana,
6. Lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat), dan
7. Kegiatan belajar-mengajar, yang secara diagramatis
seperti di bawah ini.
Komponen-komponen tersebut merupakan sub-sistem dalam
sistem pendidikan (sistem pembelajaran). Bila terdapat perubahan pada salah
satu sub-sistem (komponen), maka menuntut perubahan/ penyesuaian komponen
lainnya.
Dalam hal ini, bila dalam suatu kelas terdapat
perubahan pada input siswa, yakni tidak hanya menampung anak normal tetapi juga
anak luar biasa, maka menuntut penyesuaian (modifikasi) pengelolaan kesiswaan,
kurikulum (program pengajaran), tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dana,
lingkungan, serta kegiatan belajar-mengajar.
C.
Prinsip
Umum
- Manajemen Sekolah bersifat praktis dan fleksibel, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di sekolah.
- Manajemen Sekolah berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan kegiatan belajar-mengajar.
- Manajemen Sekolah dilaksanakan dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.
D.
Kriteria
Manager Pendidikan
Dalam pelaksanaan manajemen, termasuk manajemen
pendidikan/ sekolah, perlu seorang manajer/pemimpin/administrator yang
berpandangan luas dan berkemampuan, baik dari segi pengetahuan, keterampilan,
maupun sikap.
Seorang
manajer/pemimpin/administrator pendidikan/sekolah diharapkan:
- Memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan/sekolah yang meliputi kegiatan mengatur: (a) kesiswaan, (b) kurikulum, (c) ketenagaan, (d) sarana-prasarana, (e) keuangan, (f) hubungan dengan masyarakat, (h) kegiatan belajar-mengajar.
- Memiliki keterampilan dalam bidang: (a) perencanaan, (b) pengorganisasian, (c) pengarahan, (d) pengkoordinasian, (e) pengawasan, dan (f) penilaian pelaksanaan kegiatan yang ada di bawah tanggungjawabnya.
- Memiliki sikap:
a. Memahami dan melaksanakan kebijakan yang telah
digariskan oleh pimpinan,
b. Menghargai peraturan-peraturan serta melaksanakannya,
c. Menghargai cara berpikir yang rasional, demokratis,
dinamis, kreatif, dan terbuka terhadap pembaharuan pendidikan serta bersedia
menerima kritik yang membangun, dan
d.
Saling
mempercayai sebagai dasar dalam pembagian tugas.
E.
Pelaksanaan
Manajemen Sekolah
Manajemen Komponen-Komponen
Pendidikan
1.
Manajemen
Kesiswaan
Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi
hendaknya memberi kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat
diterima dan mengikuti pendidikan di sekolah inklusi terdekat. Untuk tahap
awal, agar memudahkan pengelolaan kelas, seyogianya setiap kelas inklusi
dibatasi tidak lebih dari 2 (dua) jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya
tidak lebih dari 5 (lima) anak.
Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk
mengatur berbagai kegiatan kesiswaan agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah
dapat berjalan lencar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang
diinginkan.
Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain:
(1) Penerimaan Siswa Baru; (2) Program Bimbingan dan Penyuluhan; (3)
Pengelompokan Belajar Siswa; (4) Kehadiran Siswa; (5) Mutasi Siswa; (6) Papan
Statistik Siswa; (7) Buku Induk Siswa.
2.
Manajemen
Kurikulum
Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan
kurikulum muatan local. Kurikulum nasional merupakan standar nasional yang
dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan kurikulum muatan
local merupakan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan
lingkungan, yang disusun oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan/atau
Kabupaten/Kota.
Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi
adalah kurikulum anak normal (reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai)
dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan
cara: (1) Modifikasi alokasi waktu, (2) Modifikasi isi/materi, (3) Modifikasi
proses belajar-mengajar, (4) Modifikasi sarana-prasarana, (5) Modifikasi
lingkungan belajar, dan (6) Modifikasi pengelolaan kelas.
Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah Inklusi antara lain meliputi: (1) Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa (anak luar biasa); (2) Menjabarkan kalender pendidikan; (3) Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar; (4) Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan persiapan pelajaran; (5) Mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler; (6) Mengatur pelaksanaan penilaian; (7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas; (8) Membuat laporan kemajuan belajar siswa; (9) Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.
Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah Inklusi antara lain meliputi: (1) Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa (anak luar biasa); (2) Menjabarkan kalender pendidikan; (3) Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar; (4) Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan persiapan pelajaran; (5) Mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler; (6) Mengatur pelaksanaan penilaian; (7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas; (8) Membuat laporan kemajuan belajar siswa; (9) Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.
Model kurikulumpendidikaninklusifterdiridari :
a. Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang
mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya
di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum
yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada
program
tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
c. Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI),
yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang
dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus,
kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait
3.
Manajemen
Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bertugas
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,
mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Tenaga kependidikan di sekolah meliputi
Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan
Teknisi sumber belajar.
Guru yang terlibat di sekolah inklusi
yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran (Pendidikan Agama serta Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus.
Manajemen tenaga kependidikan antara lain
meliputi: (1) Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3)
Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4)
Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas.
4.
Manajemen
Sarana-Prasarana
Di samping menggunakan sarana-prasarana
seperti halnya anak normal, anak luar biasa perlu pula menggunakan
sarana-prasarana khusus sesuai dengan jenis kelainan dan kebutuhan anak.
Manajemen sarana-prasarana sekolah
bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan,
mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar
dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar-mengajar.
Komponen sarana dan prasarana dalam sistem pendidikan inklusi,
menjadi salah satu komponen yang
termasuk penting. Melihat karakteristik anak berkebutuhan khusus,
maka sarana dan prasarana pendidikan yang
dibutuhkan tentunya menyesuaikan dengan kebutuhan anak.
Selain komponen sekolah seperti tanah, gedung, kantor, gedung sekolah, laboratorium,
monumen, tempat tinggal dan sebagainya, diperlukan pula
alat-alat spesifik seperti ruang khusus bagi anak Low Vision,
ruang kedap suara bagi anak tunarungu, berbagai macam alat peraga bagi anak autis,
serta alat-alat bantu pembelajaran yang
kesemuanya diharapkan dapat menunjang untuk anak dapat belajar secara efektif dan maksimal.
5.
Manajemen
Keuangan/Dana
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi
yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama
komponen-komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan
sekolah memerlukan biaya.
Dalam
rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana khusus, yang
antara lain untuk keperluan: (1) Kegiatan identifikasi input siswa, (2)
Modifikasi kurikulum, (3) Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, (4)
Pengadaan sarana-prasarana, (5) Pemberdayaan peranserta masyarakat, dan (6)
Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Pada tahap perintisan sekolah inklusi,
diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi, baik dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan program selanjutnya, diusahakan
agar sekolah bersama-sama orang tua siswa dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah), serta pemerintah daerah dapat menanggulanginya.
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan
menganut asas pemisahan tugas antara fungsi : (1) Otorisator; (2) Ordonator;
dan (3) Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk
mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran.
Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan
pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah
ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan,
penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan
pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi
sebagai Otorisator dan dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran.
Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban
melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai
fungsi-fungsi Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi Ordonator untuk menguji hak
atas pembayaran.
6.
Manajemen
Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan Masyarakat)
Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Lembaga pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam rangka memajukan pendidikan.
Apalagi dalam semangat otonomi daerah dimana pendidikan juga merupakan salah satu bidang
yang di desentralisasikan,
maka keterlibatan masyarakat merupakan suatu keharusan. Dalam rangka menarik simpati masyarakat
agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal,
antara lain dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik
program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang
akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah
yang bersangkutan.
Sekolah sebagai suatu system social
merupakan bagian integral dari system social yang lebih besar, yaitu
masyarakat. Maju mundurnya sumber daya manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak
hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah, namun sangat
bergantung kepada tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Semakin
tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan
semakin maju pula sumber daya manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya, semakin
rendah tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan
semakin mundur pula sumber daya manusia pada daerah tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat hendaknya
selalu dilibatkan dalam pembangunan pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya
ditumbuhkan “rasa ikut memiliki” sekolah di daerah sekitarnya. Maju-mundurnya
sekolah di lingkungannya juga merupakan tanggungjawab bersama masyarakat
setempat. Sehingga bukan hanya Kepala Sekolah dan Dewan Guru yang memikirkan
maju mundurnya sekolah, tetapi masyarakat setempat terlibat pula memikirkannya.
Untuk menarik simpati masyarakat agar
mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal,
antara lain dengan cara memberitahu masyarakat mengenai program-program
sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun
yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas
tentangsekolah yang bersangkutan.
7.
Manajemen
Layanan Khusus
Oleh karena para siswa sekolah inklusi
terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak luar biasa, agar anak-anak luar
biasa tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan manajemen layanan khusus.
Manajemen layanan khusus ini mencakup
manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana,
pendanaan, dan lingkungan.Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang
memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini.
8.
Struktur
Organisasi Sekolah
Agar semua komponen di atas dapat
dilaksanakan sebaik mungkin, struktur organisasi Sekolah Inklusi dapat dibuat
seperti alternatif di bawah ini.
Alternatif 1: Terutama untuk Sekolah besar, yang
memiliki lebih dari 12 rombongan belajar.
Alternatif 2: Terutama untuk Sekolah cukup besar, yang
memiliki lebih dari 6 rombongan belajar.
Catatan:
Kes-Ling : Kesiswaan
dan Lingkungan
Akademik : Kurikulum,
Sarana-Prasarana, dan Kegiatan belajr Mengajar
Alternatif
3: Terutama untuk Sekolah kecil, yang memiliki tidak lebih dari 6 rombongan
belajar.
Pembagian Tugas Pimpinan Sekolah
1.
Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer,
administrator, educator, dan supervisor.
a. Kepala Sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan
pendidikan sekolah, termasuk di dalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan
administrasi sekolah.
b. Kepala Sekolah mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan,
mengawasi, dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah, meliputi
aspek edukatif dan administratif, yaitu pengaturan:
1) Administrasi kesiswaan
2) Administrasi kurikulum
3) Administrasi ketenagaan
4) Administrasi sarana-prasarana
5) Administrasi keuangan
6) Administrasi hubungan dengan masyarakat
7) Administrasi kegiatan belajar-mengajar.
c. Agar tugas dan fungsi Kepala Sekolah berjalan baik dan
dapat mencapai sasaran perlu adanya jadwal kerja Kepala Sekolah yang mencakup:
1) Kegiatan harian
2) Kegiatan mingguan
3) Kegiatan bulanan
4) Kegiatan semesteran
5) Kegiatan akhir tahun pelajaran, dan
6) Kegiatan awal tahun pelajaran.
2.
Tata Usaha
Kepala Tata Usaha adalah penanggung jawab pelayanan
pendidikan di sekolah.
Ruang lingkup tugasnya adalah membantu Kepala Sekolah dalam menangani pengaturan:
Ruang lingkup tugasnya adalah membantu Kepala Sekolah dalam menangani pengaturan:
a. Administrasi kesiswaan
b. Administrasi kurikulum
c. Administrasi ketenagaan
d. Administrasi sarana-prasarana
e. Administrasi keuangan
f. Administrasi hubungan dengan masyarakat
g. Administrasi kegiatan belajar-mengajar.
3.
Wakil Kepala Sekolah
Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas
Kepala Sekolah dan dalam hal tertentu mewakili Kepala Sekolah baik ke dalam
maupun keluar, bila Kepala Sekolah berhalangan. Sesuai dengan banyaknya cakupan
tugas, 7 (tujuh) urusan yang perlu penanganan terarah di sekolah, yaitu:
a.
Urusan Kesiswaan, Ruang
lingkupnya mencakup:
1)
Pengarahan
dan pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib
sekolah;
2)
Pembinaan
dan pelaksanaan koordinasi keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan,
dan kerindangan (6K);
3) Pengabdian masyarakat.
b.
Urusan Kurikulum, Ruang
lingkupnya meliputi pengurusan kegiatan belajar-mengajar, baik kurikuler,
ekstra kurikuler, maupun kegiatan pengembangan kemampuan guru melalui Kelompok
Kerja Guru (KKG) atau pendidikan dan pelatihan (diklat), serta pelaksanaan
penilaian kegiatan sekolah.
c.
Urusan Ketenagaan, Ruang
lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing),
mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi
(controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan
ketenagaan.
d.
Urusan sarana-prasarana, Ruang
lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing),
mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi
(controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan
sarana-prasarana sekolah.
e.
Urusan Keuangan, Ruang
lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing),
mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi
(controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan
keuangan/pendanaan sekolah.
f.
Urusan Hubungan dengan Masyarakat (Humas), ruang lingkupnya mencakup:
1)
Memberikan
penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi, dan perkembangan sekolah
sesuai dengan pendelegasian Kepala Sekolah;
2)
Menampung
saran-saran dan pendapat masyarakat untuk memajukan sekolah;
3)
Membantu
mewujudkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan usaha dan
kegiatan pengabdian masyarakat.
g.
Urusan Kegiatan Belajar Mengajar, Ruang lingkupnya mencakup mengorganisasikan
(organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating),
mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru.
F.
Aplikasi Manajemen Pendidikan Inklusif Dalam
Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Manajemenpendidikaninklusifdalam
pendidikan luar biasa merupakan suatu proses keseluruhan kegiatan secara
bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengelolaan, dan pengawasan dengan mendayagunakan sumber-sumber yang ada, baik
sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya berupa material demi tercapainya
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam
merencanakan pendidikan inklusif, sebgai berikut:
1. Identifikasi Kebutuhan Anak
Seluruh anggota tim perlu memahami secara tepat apa
yang menjadi kebutuhan anak. Orang tua diharapkan dapat memberikan informasi
yang jelas dan jujur mengenai keberadaan anak mereka. Informasi yang tepat akan
sangat membantu terhadap ketepatan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus.
2. Identifikasi Sumber-Sumber Pendukung
Setelah kebutuhan anak telah teridentifikasi kemudian
tim membuat daftar semua hal yang bisa mendukung berhasilnya pelayanan sesuai
dengan kebutuhan anak.
3. Memilih Kelas untuk Anak
Setelah diidentifikasi secara tepat kebutuhan anak dan
sarana pendukung yang ada,tim kemudian dapat menentukan kelas yang sesuai untuk
anak berkebutuhan khusus.
4. Menyiapkan Program Pembelajaran
Materi yang diberkan nantinya harus sesuai dengan
kebutuhan anak dan sarana yang ada.
5. Membuat Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan sehari-hari meliputi: tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, tempat pembelajaran, dan sumber-sumber yang
dibutuhkan.
6. Pelatihan Bagi Guru
Setiap guru perlu diberikan pelatihan menyangkut cara
menangani anak berkebutuhan khusus dan cara menciptakan kelas yang kondusif.
Jadi melalui manajemen pendidikan inklusif, anak akan
merasa percaya diri, bangga terhadap diri sendiri serta mampu beradaptasi
dengan lingkungan masyarakat umum. Bagi guru, dapat meningkatkan kemampuan
mengajar dengan berbagai model sesuai kebutuhan masing-masing anak. Bagi orang
tua, merasa bangga karena anaknya memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi. Dan
bagi masyarakat, merasa dihargai karena dilibatkan dalam proses Pendidikan
Inklusif.
7.
Pembinaan Sekolah Inklusi
a.
Alternatif
1
Sekolah reguler (SD) yang ditunjuk sebagai sekolah
inklusi bila belum memiliki Guru Pembimbing Khusus (Guru Tetap), berlokasi
tidak lebih dari 5 km dari SDLB/SLB Basis. Dengan demikian, Guru SDLB/SLB yang
diberi tugas sebagai Guru Pembimbing Khusus di Sekolah Inklusi (mungkin
beberapa sekolah) merasa tidak terlalu jauh, sehingga dapat melaksanakan
tugasnya lebih efektif.
b.
Alternatif
2
Sekolah reguler (SD) yang ditunjuk sebagai sekolah
inklusi memiliki Guru Pembimbing Khusus (Guru Tetap) yang berlatar belakang
pendidikan luar biasa atau berlatar belakang pendidikan umum tetapi sudah
mendapatkan pelatihan yang memadai tentang ke-PLB-an, sehingga factor jarak
dengan lokasi SDLB/SLB tidak menjadi pertimbangan, karena Sekolah ini sudah
dapat mandiri. Sekolah Dasar ini disebut SD Inklusi Basis (memiliki Guru
Pembimbing Khusus Tetap).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen Sekolah Inklusif merupakan bagian
integral dari penyelenggaran pendidikan inklusif, karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak
normal dan anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga agar anak-anak berkebutuhan khusus tersebut tidak sampai terabaikan,
dapat dilakukan manajemen layanan khusus yang
terdapat dalam salah satu komponen manajemen pendidikan inklusif.
Manajemen pendidikan inklusif dalam pendidikan luar biasa merupakan suatu
proses keseluruhan kegiatan secara bersama dalam bidang pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan,
dan pengawasan dengan mendayagunakan sumber-sumber yang ada,
baik sumber daya manusia maupun sumberdaya lainnya berupa material demi
tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
B. Saran
Agar
dapat terciptanya sekolah inklusif yang
efektif dan efisien penulis menyarankan supaya tiap-tiap sekolah yang
menyelenggaraan pendidikan inklusif harus benar-benar mengetahui dan memahami tentang manajemen sekolah inklusif
agar dapat merencanakan, mengorganisasikan, mengelola,
dan mengawasi pendidikan inklusif di sekolah tersebut sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan
baik.
Kak boleh tau referensinya?
BalasHapus