Selasa, 13 Oktober 2015

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF



KATA PENGANTAR

   Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahlimpahkan kepada junjungan kami Nabi Besar Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, dan tak lupa kepada kita semua selaku umatnya.
   Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih tak lupa kami haturkan kepada:
1.      IbuUlfah, S.Pd,M.Pd selaku dosen mata kuliah Pendidikan Inklusif;
2.      Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberi motivasi demi terselesaikannya makalah ini;
3.      Semua pihak yang tak bisa kami tulis satu-persatu.
Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai wujud penambahan wawasan di bidang ilmu pendidikan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam melakukan penelaahan dan perbaikan di kemudian hari.


Bandung, September 2014

Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang.......................................................................................................
B.     RumusanMasalah..................................................................................................
C.     Tujuan Penulisan...................................................................................................
D.    SistematikaPenulisan.............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    PengertianKurikulum............................................................................................
B.     FungsiKurikulum...................................................................................................
C.     PeranKurikulum....................................................................................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................................................
B.     Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA













BAB I
PENDAHULUAN

A.    LatarBelakang
Penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia sampai saat ini memang masih mengundang kontroversi (Sunardi, 1997). Namun praktek sekolah inklusif memiliki berbagai manfaat. Misalnya adanya sikap positif bagi siswa berkelainan yang berkembang dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan kerja sebaya. Siswa belajar untuk sensitif, memahami, menghargai, dan menumbuhkan rasa nyaman dengan perbedaan individual. Selain itu, anak berkelainan belajar keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di masyarakat karena mereka dimasukkan dalam sekolah umum. Dan dengan sekolah inklusi, anak terhindar dari dampak negatif dari sekolah segregasi, antara lain kecenderungan pendidikannya yang kurang berguna untuk kehidupan nyata, label “cacat” yang memberi stigma pada anak dari sekolah segregasi membuat anak merasa inferior, serta kecilnya kemungkinan untuk saling bekerjasama, dan menghargai perbedaan.
Anggapan ini muncul ketika sebagian pihak masih kurang memahami, bagaimana suatu pendidikan inklusif diselenggarakan. Sebagian besar masyarakat memandang sebelah mata pendidikan ini, karena belummemahami bagaimana pelaksanaan pendidikan ini. Dalam benak mereka, anak mereka yang dalam keadaan normal akan menurun kualitas belajarnya bila disatu sekolahkan dengan anak berkebutuhan khusus. Dilain sisi, mereka berannggapan bahwa anaknya tidak layak di sejajarkan dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus.
Dalam makalah ini penulis mengajak pembaca untuk menambah dan membuka wawasannya mengenai pendidikan inklusif. Sehingga tidak akan ditemukan lagi masyarakat yang belum tahu bahkan memandang negatif pelaksanaan pendidikan dengan sistem pendidikan inklusif ini.


B.     RumusanMasalah
1.  Apa landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia ?
2.  Bagaimana karakteristik pendidikan inklusif ?
3.  Apa prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan inklusif?
4.  Apafaktor pendukung keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif?
5.  Bagaimana langkah-langkah penyelenggaraan pendidikan inklusif?
6.  Bagaimana bentuk penyelenggaraan pendidikan inklusif?
7.  Bagaimana peran serta masyarakat dalam mewujudkan pendidikan inklusif?

C.    Tujuan
1.  Mengetahui landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia.
2.  Memahami karakteristik pendidikan inklusif .
3.  Mengetahui prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan inklusif .
4.  Mengetahui faktor pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif.
5.  Memahami langkah-langkah penyelenggaraan pendidikan inklusif.
6.  Memahami bentuk penyelenggaraan pendidikan inklusif.
7.  Mengetahui peran serta masyarakat dalam mewujudkan pendidikan inklusif.

D.    SistematikaPenulisan
      Pada Bab I Pendahuluan, menguraikan mengenai latar belakang,  rumusan masalah dan sistematika penulisan dari isi makalah kami.
      Pada Bab II Pembahasan, menguraikan mengenai apa yang melandasi penyelenggaraan pendidikan inklusif, karakteristik pendidikan inklusif, prinsip dasar pendididkan inklusif, faktor pendukung keberhasilan pendidikan inklusif, langkah langkah penyelenggaraan, benruk penyelenggaraan, serta pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.
      Pada Bab III Penutup, menguraikan mengenai kesimpulan dan saran untuk melengkapi makalah kami.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1.      Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia  adalah  Pancasila  yang  merupakan  lima  pilar  sekaligus  cita-cita  yang didirikan  atas  fondasi  yang  lebih  mendasar  lagi,  yang  disebut  Bhineka Tunggal  Ika  (Mulyono  Abdulrahman,  2003). 
  Filsafat  ini  sebagai  wujud pengakuan  kebinekaan  manusia,  baik  kebinekaan  vertikal  maupun horizontal,  yang  mengemban  misi  tunggal  sebagai  umat  Tuhan  di  bumi.  Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan  finansial,  kepangkatan,  kemampuan  pengendalian  diri,  dan sebagainya.  Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dan sebagainya.   Bertolak  dari  filosofi  Bhineka  Tunggal  Ika,  kecacatan  dan  keberbakatann  hanyalah  satu  bentuk  kebhinekaan  seperti  halnya perbedaan  suku,  ras,  bahasa  budaya,  atau  agama.    Kecacatan  dan keberbakatan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya  perbedaan  suku,  bahasa,  budaya,  atau  agama.   Hal  ini  harus diwujudkan  dalam  sistem  pendidikan.
Sistem  pendidikan  harus memungkinkan  terjadinya  pergaulan  dan  interaksi  antar  siswa  yang beragam,  sehingga  mendorong  sikap  silih  asah,  silih  asih,  dan  silih  asuh  dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.

2.      Landasan Yuridis
     Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah  Deklarasi  Salamanca  (UNESCO,  1994)  oleh  para  menteri  pendidikan sedunia.    Deklarasi  ini  adalah  penegasan  kembali  atas  Deklarasi  PBB tentang  Hak  Asasi  manusia  tahun  1948  dan  berbagai  deklarasi  lanjutan yang  berujung  pada  Peraturan  Standar  PBB  tahun  1993  tentang kesempatan  yang  sama  bagi  individu  penyandang  cacat  memperoleh pendidikan  sebagai  bagian  integral  dari  sistem  pendidikan  yang  ada.  Deklarasi  Salamanca  menekankan  bahwa  selama  memungkinkan,  semua anak  seyogyanya  belajar  bersama-sama  tanpa  memandang  kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Di  Indonesia,  penerapan  pendidikan  inklusi  dijamin  oleh  UU  No.20 Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional,  yang  dalam penjelasannya  menyebutkan  bahwa  penyelenggaraan  pendidikan  untuk peserta  didik  penyandang  cacat  atau  memiliki  kecerdasan  luar  biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus.
Adapun landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia antara lain sebagai berikut :
a.    UUD 1945 (amandemen) Pasal 31
Ayat (1) “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.Ayat (2) “setiap warga Negara wajib mengikuti pendiddikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
b. UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsayang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratisserta bertanggung jawab.
c.    UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Pasal 5
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yangsama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C8/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003. Perihal pendidikan inklusi:
Menyelenggarakan dan mengembangkan disetiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP, SMA, SMK.
d.   Deklarasi Bandung (Nasional) ”Indonesia Menuju PendidikanInklusif” 8-14 Agustus 2004
e.    Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005

3.      Landasan Pedagogis
            Pada  Pasal  3  UU  No.20  Tahun  2003,  disebutkan  bahwa  tujuan  pendidikan  nasional  adalah  berkembangnya  potensi  peserta  didik  agar menjadi  manusia  yang  beriman  dan  bertakwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha Esa,  berahlak  mulia,  sehat,  cakap,  kreatif,  mendiri  dan  menjadi Warga negara  yang  demokratis  dan  bertanggung  jawab.    Jadi,  melalui pendidikan, peserta didik penyandang cacat dibentuk menjadi warganegara yang  demokratis  dan  bertanggungjawab,  yaitu  individu  yang  mampu menghargai  perbedaan  dan  berpartisipasi  dalam  masyarakat.    Tujuan  ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di  sekolah-sekolah  luar  biasa.    Betapapun  kecilnya,  mereka  harus  diberi kesempatan bersama teman sebayanya.

4.      Landasan Empiris
            Penelitian  tentang  inklusi  telah  banyak  dilakukan  negara-negara  barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the  National  Academy  of  Sciences  (Amerika  Serikat).    Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak penyandang cacat di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif.  Layanan ini  merekomendasikan  agar  pendidikan  khusus  secara  segregatif  hanya diberikan  terbatas  berdasarkan  hasil  identifikasi  yang  tepat  (Heller, Holtzman  &  Messick,  1982).    Beberapa  pakar  bahkan  mengemukakan bahwa  sangat  sulit  untuk  melakukan  identifikasi  dan  penempatan  anak berkelainan  secara  tepat,  karena  karakteristik  mereka  yang  sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994-1995). Beberapa peneliti kemudian melakukan meta analisis (analisis lanjut)  atas  hasil  banyak  penelitian  sejenis.    Hasil  analisis  yang  dilakukan  oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985-1986)  terhadap  11  buah  penelitian,  dan  Baker  (1994)  terhadap  13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusi berdampak positif, baik  terhadap  perkembangan  akademik  maupun  sosial  anak  penyandang cacat dan teman sebayanya.

B.     Karakteristik Pendidikan Inklusif
            Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana parasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu proses identifikasi dan asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan/atau profesional di bidangnya untuk dapat menyusun program pendidikan yang sesuai dan obyektif.

1.    Karakteristik
a.       Anak berkebutuhuan khusus (ABK) belajar dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama dengan anak-anak lainnya.
b.      ABK memperoleh layanan pendidikan yang bermutu.
c.       ABK memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
d.      Sistem pendidikan disesuaikan dengan kemampuan ankanya.

2.    Peserta Didik
a.       Peserta Didik
          Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial berhak mengikuti pendidikan  secara inklusif pada atuan endidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kelainan tersebut terdiri dari :
1)      Tunanetra;
2)      Tunarungu;
3)      Tunawicara;
4)      Tunagrahita;
5)      Tunadaksa;
6)      Tunalaras;
7)      Berkesulitan Belajar;
8)      Lamban Belajar;
9)      Autis;
10)  Memiliki Gangguan Motorik;
11)  Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkoba, Obat Terlarang Dan Zat Adiktif Lainnya;
12)  Tunaganda;
13)  Memiliki Kelainan Lain.
b.      Sasaran
Sasaran pendidkan inklusif secara umum adalah semua peserta didik yang ada di sekolah regular. Tidak hanya mereka yang sering disebut sebagai anak berkebutuhan khusus, pendidikan Inklusif juga diikuti mereka yang termasuk anak ‘normal’. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan menerima keanekaragaman dan perbedaan individual. Secara khusus, sasaran pendidikan inklusif adalah anak berkebutuhan khusus, baik yang sudah terdaftar di sekolah regular, maupun yang belum berada di lingkungan sekolah regular. Untuk itu diperlukan identitas secara khusus agar dapat diberikan program yang sesuai.
c.       Identifikasi anak berkebutuhan khusus
1)      Hakekat
    Istialah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan assessment dimaknai sebagai penyaringan. Identifikasi anak dimaksud sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga pendidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan dan penyimpangan (phisik, intelektul, sosial, emosional, tingkah laku) dalam rangka memberikan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukanya anak –anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi.

2)      Tujuan
Identifikasi anak berkebutuhan  khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu:
a)   Penjaringan (screening)
b)   Pengalih tanganan (referral)
c)   Klasifikasi
d)  Perencanaan pembelajaran, dan
e)   Pemantauan kemajuan belajar

3)      Asesmen
Asesmen merupakan proses pengumpulan informasi sebelum disusun program pembelajaran bagi siswa, sehingga diharapkan program yang disusun benar-benar sesuai dengan belajarnya.

4)      Fungsi
a)   Fungsi screening/ penyaringan, pada tahap ini asesmen dilakukan untuk keperluan screening/ penyaringan. Screening ini dilakukan untuk mengidentifikasi siswa yang mungkin mempunyai problem belajar.
b)   Fungsi pengalih tanganan/referral, adalah sebagai alat untuk mengalih tangankan kasus dari kasus pendidikan menjadi kasus kesehatan, kejiwan maupun kasus sosial ekonomi. Ada bagian yang tidak mungkin ditangani oleh guru sendiri, sehingga memerlukan keterlibatan professional lain.
c)   Fungsi perncanaan pembelajaran individu (pendidikan inklusif), dengan berbekal data yang diperoleh dalam kegiatan asesmen, maka akan tergambar berbagai potensi maupun hambatan yang dialami anak. Misalnya keterbelakangan mental, gangguan motorik, persepsi, memori, komunikasi, adaptasi social.
d)  Fungsi monitoring kemauan belajar, adalah untuk memonitor kemajuan belajar yang dicapai siswa.
e)   Fungsi evaluasi program. Adalah untuk mengevaluasi program pembelajaran yang telah dilaksanakan.

5)      Sasaran
a)   Anak berkebutuhan khusus yang yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah;
b)   Anak berkebutuhan khusus yang akan masuk ke Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah;
c)   Anak berkebutuhan khusus yang belum atau tidak bersekolah
d)  Anak berkebutuhan khusus yangakan mengikuti program pendidikan non formal atau informal.

b.    Tenaga Pendidik
        Tenaga pendidik adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, meninlai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan tertentu yang melaksanakan program pendidikan inklusif. Tenaga pendidik meliputi: guru kelas, guru mata pelajaran (Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan guru pendidikan khusus (GPK).


C.    Faktor Pendukung Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1.    Sikap dan Keyakinan yang Positif :
a.    Guru reguler yakin bahwa ABK dapat berhasil. 
b.    Kepala sekolah merasa bertanggung jawab  atas hasil belajar ABK. 
c.    Seluruh staf dan siswa sekolah yang bersangkutan telah dipersiapkan untuk  menerima kehadiran ABK. 
d.   Orang tua ABK terinformasi dan mendukung  tercapainya tujuan program sekolah.
e.    GPK memiliki komitmen untuk berkolaborasi  dengan guru reguler di kelas.

2.    Akses ke Kurikulum dan Lingkungan: 
a.    Tersedia program keteram kompensatoris  (misalnya: Braille, O&M). 
b.    Tersedia peralatan khusus dan teknologi asistif  untuk memungkinkan ABK mengakses semua kegiatan kurikuler (misalnya: buku Braille,screen reader). 
c.    Lingkungan fisik sekolah diadaptasikan agar  lebih aksesibel bagi ABK (misalnya: ramp,  tanda-tanda aktual).

3.    Dukungan Sistem: 
a.    Sistem penerimaan siswa baru yang nondiskriminatif  dan akomodatif bagi semua anak.
b.    Tersedia personel dengan jumlah yang cukup, termasukGPK (Guru Pendidikan Khusus) dan tenaga pendukung lainnya. 
c.    Terdapatupaya pengembangan staf dan pemberian  bantuan teknis yang didasarkan pada kebutuhan  personel sekolah (misalnya pemberian informasi yang  tepat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan  kecacatan, metode pengajaran). 
d.   Terdapat kebijakan dan prosedur yang tepat untuk  memonitor kemajuan setiap ABK, termasuk untuk  asesmen dan evaluasi hasil belajar.

4.    Metode Mengajar: 
a.    GPK menyiapkan PPI pendidikan Inklusif bagi ABK.
b.    Guru reguler, GPK dan spesialis lainnya berkolaborasi  dalam pengajaran di kelas.
c.    Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang  diperlukan untuk memilih dan mengadaptasikan materi pelajaran dan metode pengajaran menurut kebutuhan khusus setiap siswa.
d.   Dipergunakan berbagai strategi pengelolaan kelas (team teaching,  cross-grade grouPendidikan Inklusifng, peer tutoring, teacher assistance team).
e.    Guru menciptakan lingkungan belajar kooperatif dan mempromosikan sosialisasi bagi semua siswanya.

5.    Resource Center: 
a.    Proaktif memberikan advis dan konsultasi.
b.    Menyediakan layanan guru kunjung. 
c.    Menyediakan alat bantu khusus. 
d.   Menyelenggarakan pelatihan.
e.     Menyelenggarakan kampanye kesadaran masyarakat.

D.    Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1.      Prinsip:
a.    Selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan  ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. 
b.    Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa. 
c.    Hal itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber-sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitar.
2.      Kekecualian :
Penempatan anak secara permanen di SLB atau kelas khusus di sekolah regular seyogyanya merupakan suatu kekecualian :
a.    Untuk kasus-kasus tertentu di mana terdapat bukti yang jelas bahwa pendidikan di kelas reguler tidak dapat memenuhi kebutuhan anak.
b.    Bila diperlukan demi kesejahteraan anak yang  bersangkutan.
c.    Bila kehadiran ABK terbukti menggangu kesejahteraan anak-anak lain di sekolah itu.

3.      Nilai Positif Pendidikan Inklusif
a.    Meningkatkan peluang pemenuhan hak pendidikan bagi semua (education for all)
b.    Meningkatkan peluang pemenuhan hak belajar bagi ABK
c.    Proses pembelajaran emosi sosial bagi ABK
d.   Proses pembelajaran (emosi-sosial-spiritual) bagi orang-orang normal
e.    Pendidikan bagi ABK yang lebih mudah dan efisien

E.     Langkah-langkah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Hal hal yang harus diperhatikan dalam penyelanggaraan pendidikan inklusif :
1.    Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangta, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargaiperbedaan
2.    Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menersapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
3.    Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif
4.    Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencaan pelaksanaan dan evaluasi.
5.    Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.

F.       Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1. Perencanaan pembelajaran inklusif
            Perencanaan pembelajaran disusun berdasarkan hasil asesmen siswa. Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang perkembangan peserta didik dengan menggunakan   alat   dan   teknik   yang   sesuai   untuk   membuat   keputusan   pendidikan   yang berkenaan   dengan   penempatan   dan   program   yang   sesuai   bagi   peserta   didik   tersebut (Kustawan, 2013: 80). Dengan adanya asesmen, maka perencanaan pembelajaran dapat disusun berdasarkan karakter dan kemampuan siswa ABK sehingga pembelajaran dapat sesuai   dengan   kebutuhan   siswa.   Guru   tidak   dapat   membuat   suatu   perencanaan   tanpa adanya hasil asesmen, dan kurikulum tidak akan bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan siswa ABK tanpa adanya asesmen pula. Seperti yang diungkapkan oleh Sunaryo (2009) bahwa perencanaan pembelajaran harus dibuat berdasarkan asesmen.
             Asesmenini  dilakukan  melalui   koordinasi    kerja  antara   para  GPK,    guru   mata pelajaran,   psikolog,   bahkan   dokter   spesialis.   Setelah   hasil   asesmen   ini  diketahui,   maka GPKberkoordinasi    dengan    guru   mata   pelajaran   menyusun RPP yang nantinya   akan digunakan untuk melaksanakan pembelajaran bagi siswa ABK. Kurikulum yang digunakan samadengan yang digunakan siswa normal lainnya, denganadanya modifikasi.Bentukmodifikasitersebut adalah penyederhanaan          kompetensi       dasar,     indikator,    materi,    bentuk      evaluasi,    materi pembelajaran, dan standar ketuntasan minimal (SKM).
            Perencanaantersebut telah sesuai dengan pedoman umum     penyelenggaraan pendidikan inklusi (2006:18) sebagai berikut: Kurikulum   yang   digunakan   dalam penyelenggaraan pendidikan    inklusif   pada   dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari   yang   sifatnya ringan, sedangsampai yang berat,  maka    dalam    implementasinya, kurikulum regular perlu   dilakukan   modifikasi   (penyelarasan)   sedemikian   rupasehingga sesuai dengan kebutuhanpesertadidik.Modifikasi    kurikulum    dilakukan    oleh   tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang ini terdiri dari kepala sekolah, guru kelas,   guru   mata   pelajaran,   guru   pembimbing   khusus,   konselor,   psikolog,   dan   ahli   lain yang terkait.

2. Pelaksanaan pembelajaran inklusif
          Pelaksanaan belajar siswa inklusif menerapkan sistem kelas Pull Out ,maksudnya Selama   siswa   ABK   dapat   mengikuti   pembelajaran   di   dalam   kelas   reguler,   maka   siswa tersebut   akan   belajar   bersama-sama   dengan   siswa   reguler   lainnya.   Apabila   siswa   ABK tidak   dapat   mengikuti   pembelajaran   di   dalam   kelas   reguler,   maka   siswa   tersebut   akan ditarik dari kelas reguler untuk belajar di dalam ruang belajar inklusi. Pelaksanaan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus     memakaiprogram pembelajaran individual (PPI) yang berasal dari kurikulum modifikasi.

3. Evaluasi pembelajaran inklusif
          Kegiatan   evaluasi   pembelajaran   inklusif      yang   dilakukan   adalah   melalui   ulangan harian,  UTS, Ujian   Akhir  Semester,     Ujian   Akhir   Sekolah,    dan   penugasan-penugasan lainnya.   Melalui   kegiatan   evaluasi   ini   maka   akan   diperoleh   hasil   belajar   siswa,   apakah sudah   dapat   mencapai   indikator       atau   standar   yang   telah   ditentukan   atau   belum.   Jika belum   mencapai   standar   tersebut,   maka   akan   diberikan   remidial   berupa   penugasan   lain sesuai     dengan    materinya.     Soal-soal   ujian   yang   diberikan    untuk   siswa    ABK    berbeda dengan soal siswa reguler.Soal untuk ABK disusun oleh GPK yang bekerjasama dengan guru mata pelajaran dan telah disesuaikan dengan tingkat kemampuan belajar siswa ABK.
          Untuk siswa ABK yang dinilai mampu untuk mendapatkan standar evaluasi yang sama dengan siswa reguler, maka akan mengerjakan tes evaluasi standar kelas reguler, akan     tetapi   berdasarkan      kemampuan        siswa   ABK,     maka    bentuk    evaluasinya      telah mendapatkan        penyesuaian       khusus    terhadap     kemampuan        siswa    ABK.    Hal   tersebut disesuiakan dengan pendekatan yang telah dipakai guru dalam pembelajaran.
          Bentuk   laporan   hasil   belajar   siswa   ABK   ini   sama   dengan   siswa   reguler   lainnya, hanya saja standar ketuntasan minimal yang harus dicapai siswa ABK itu lebih rendah dari siswa   reguler.    Laporan   hasil   belajar   ini   selain   disajikan  dalam  bentuk   kuantitatif   yaitu berupa daftar nilai yang telah dicapai siswa, juga disajikan dalam bentuk naratif yang berisi deskripsi   perkembangan  belajar   siswa ABK.Jenis  laporandeskripsi   ini   dilampirkan   ke dalam raport siswa.

4. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran inklusif
          Hal-hal   yang   mendukung   pendidikan   inklusif   di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah surat keputusan yang menyatakan bahwa sekolah yang ditunjuk berhak dan bertanggungjawab dalam memfasilitasi pendidikan bagi ABK. Peran   selanjutnya    adalah    memberi     pelatihan   serta mengirim      para  Guru    Pendamping      Khusus     atau   GPK    untuk   mengikuti    pelatihan   serta workshop tentang pendidikan inklusif dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi para GPK dalam pendidikan inklusif.
          Sarana   dan     prasarana   pendukung   berupa   ruang   belajar   khusus jika ABK  yang bersangkutan mengganggu siswa lain dikelasnya dan membutuhkan penenangan dari GPK ataupun psikolog,media  pembelajaran,   dan   lain   sebagainya   juga perlu diperhatikan oleh   sekolah   guna   mendukung   pembelajaran   yang   diberikan   untuk   siswa berkebutuhan       khusus. Adanyaprogram  sosialiasi  terkait  penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah juga diperlukan sehingga seluruh pihak yang ada di sekolah dapat menerima kondisi ABK dan memberikan lingkungan  yang    ramah kepada mereka.
            Orangtua   juga   sangat   mendukung   pelayanan   pembelajaran   inklusif   dengan   menujukkan kerjasama yang positif terhadap keberadaan siswa ABK.
            Faktor   penghambat   yang   sangat   terlihat     dan   terasa   adalah   berasal   dari   siswa berkebutuhan khusus sendiri.Dengan kondisi siswa berkebutuhan khusus yang sebagian besar   memiliki   hambatan   kognitif,   emosi,   dan   sosial,   membuat   pembelajaran   terkadang menjadi   tidak   kondusif   lagi.   Hambatan   yang   dimiliki   oleh   siswa   ABK   tersebut,   membuat proses adaptasi dan sosialisasi mereka terhadap lingkungan belajar menjadi lebih sulit, sehingga dapat memunculkan permasalahan saat pembelajaran.

5. Upaya mengatasi hambatan dalam pembelajaran inklusif
Diketahui bahwa hambatan pembelajaran yang sering terjadi adalah berasal dari siswa ABK sendiri. Menanggapi permasalahan tersebut, guru  pendamping khusus selalu siap untuk mendampingi siswa ABK dalam proses pembelajaran baik saat berada di kelas reguler maupun di kelas inklusi. Kerjasama antara guru mata pelajaran dan GPK sangat diperlukan saat proses pembelajaran.         
            Menanggapi hambatan yang dimiliki oleh siswa ABK baik dari segi kognitif, emosi, maupun sosial, maka diperlukanupaya  untukmembantu      siswa    ABK    beradaptasi, berinteraksi,    dan   bersosialisasi    dengan     lingkungan    sekolahnya. Untuk itu, diperlukan adanya pembangunankesadaran  seluruhwarga sekolahuntuk saling   beradaptasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan siswa berkebutuhan khusus. Upaya pembangunan kesadaran ini  dilakukan melalui  kegiatan  sosialisasi  mengenaipendidikan  inklusi dan karakter anak berkebutuhan khusus kepada seluruh warga sekolah. Di samping itu, dalammemberikan   pembelajaran   bagi   siswa   berkebutuhan   khusus,   guru   harus   memperhatikan karakteristik   dan   kemampuan   siswa,   agar   pembelajaran   yang   diberikan   bermakna   bagi siswa dan sesuai dengan kebutuhannya.
Memberikan   pelatihan   terhadap   guru   mengenai   pembelajaran   siswa   ABK   atau karakteristik ABK perlu untuk dilakukan secara rutin, guna meningkatkan komptensi guru dalam memberikan layanan pendidikan yang   sesuai bagi seluruh siswa, khusunya siswa ABK.

G.      Pemberdayaan Masyarakat
Pada hakekatnya pendidikan itu menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.Oleh sebab itu para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan diharapkan mampu memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif secara optimal.
Partisipasi dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif antara lain dalam:
1.    Perencanaan;
2.    Penyediaan tenaga ahli/profesional terkait;
3.    Pengambilan keputusan;
4.    Pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi;
5.    Pendanaan;
6.    Pengawasan;
7.    Penyaluran lulusan.
Untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan inklusi dapat diakomodasikan melalui wadah:
1.    Komite sekolah
2.    Dewan pendidikan
3.    Forum-forum pemerhati pendidikan inklusif.


3 komentar:

  1. terimakasih infonya, sangat membantu

    BalasHapus
  2. Trimaksih mba sangat membantu..
    Kalo boleh tau...
    Ada daftar pustakanya gg ka?

    BalasHapus