KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahlimpahkan
kepada junjungan kami Nabi Besar Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya,
dan tak lupa kepada kita semua selaku umatnya.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan
makalah ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Ucapan
terimakasih tak lupa kami haturkan kepada:
1.
IbuUlfah,
S.Pd,M.Pd
selaku dosen mata kuliah Pendidikan Inklusif;
2.
Rekan-rekan seperjuangan yang telah
memberi motivasi demi terselesaikannya makalah ini;
3. Semua
pihak yang tak bisa kami tulis satu-persatu.
Kami
mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai wujud
penambahan wawasan di bidang ilmu pendidikan. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat konstruktif dalam melakukan penelaahan dan perbaikan di
kemudian hari.
Bandung, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR
ISI.................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang.......................................................................................................
B.
RumusanMasalah..................................................................................................
C.
Tujuan
Penulisan...................................................................................................
D.
SistematikaPenulisan.............................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
A.
PengertianKurikulum............................................................................................
B.
FungsiKurikulum...................................................................................................
C.
PeranKurikulum....................................................................................................
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................................
B.
Saran......................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Penyelenggaraan
pendidikan inklusif di Indonesia sampai saat ini memang masih mengundang
kontroversi (Sunardi, 1997). Namun praktek sekolah inklusif memiliki berbagai
manfaat. Misalnya adanya sikap positif bagi siswa berkelainan yang berkembang
dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan kerja sebaya. Siswa belajar
untuk sensitif, memahami, menghargai, dan menumbuhkan rasa nyaman dengan
perbedaan individual. Selain itu, anak berkelainan belajar keterampilan sosial
dan menjadi siap untuk tinggal di masyarakat karena mereka dimasukkan dalam
sekolah umum. Dan dengan sekolah inklusi, anak terhindar dari dampak negatif
dari sekolah segregasi, antara lain kecenderungan pendidikannya yang kurang
berguna untuk kehidupan nyata, label “cacat” yang memberi stigma pada anak dari
sekolah segregasi membuat anak merasa inferior, serta kecilnya kemungkinan
untuk saling bekerjasama, dan menghargai perbedaan.
Anggapan
ini muncul ketika sebagian pihak masih kurang memahami, bagaimana suatu
pendidikan inklusif diselenggarakan. Sebagian besar masyarakat memandang
sebelah mata pendidikan ini, karena belummemahami
bagaimana pelaksanaan pendidikan ini. Dalam benak mereka, anak mereka yang dalam keadaan
normal akan menurun kualitas belajarnya bila disatu sekolahkan dengan anak
berkebutuhan khusus. Dilain sisi, mereka berannggapan bahwa anaknya tidak layak
di sejajarkan dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus.
Dalam makalah ini penulis mengajak pembaca untuk
menambah dan membuka wawasannya mengenai pendidikan inklusif. Sehingga tidak
akan ditemukan lagi masyarakat yang belum tahu bahkan memandang negatif
pelaksanaan pendidikan dengan sistem pendidikan inklusif ini.
B. RumusanMasalah
1. Apa landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia ?
2. Bagaimana karakteristik pendidikan
inklusif ?
3. Apa prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan inklusif?
4. Apafaktor pendukung keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan inklusif?
5. Bagaimana langkah-langkah penyelenggaraan pendidikan
inklusif?
6. Bagaimana bentuk penyelenggaraan pendidikan inklusif?
7. Bagaimana peran serta masyarakat dalam mewujudkan
pendidikan inklusif?
C. Tujuan
1. Mengetahui landasan penyelenggaraan pendidikan
inklusif di Indonesia.
2. Memahami karakteristik pendidikan
inklusif .
3. Mengetahui prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan
inklusif .
4. Mengetahui faktor pendukung
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
5. Memahami langkah-langkah penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
6. Memahami bentuk penyelenggaraan pendidikan inklusif.
7. Mengetahui peran serta masyarakat dalam mewujudkan
pendidikan inklusif.
D. SistematikaPenulisan
Pada Bab I Pendahuluan, menguraikan
mengenai latar belakang, rumusan masalah
dan sistematika penulisan dari isi makalah kami.
Pada Bab II Pembahasan, menguraikan
mengenai apa yang melandasi penyelenggaraan pendidikan inklusif, karakteristik
pendidikan inklusif, prinsip dasar pendididkan inklusif, faktor pendukung
keberhasilan pendidikan inklusif, langkah langkah penyelenggaraan, benruk
penyelenggaraan, serta pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
Pada Bab III Penutup, menguraikan
mengenai kesimpulan dan saran untuk melengkapi makalah kami.
PEMBAHASAN
A. Landasan
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1.
Landasan
Filosofis
Landasan filosofis
utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia
adalah Pancasila yang
merupakan lima pilar
sekaligus cita-cita yang didirikan atas
fondasi yang lebih
mendasar lagi, yang
disebut Bhineka Tunggal Ika
(Mulyono Abdulrahman, 2003).
Filsafat
ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan
manusia, baik kebinekaan
vertikal maupun horizontal, yang
mengemban misi tunggal
sebagai umat Tuhan
di bumi. Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan
kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan
finansial, kepangkatan, kemampuan
pengendalian diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai
dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal,
daerah, afiliasi politik, dan sebagainya. Bertolak
dari filosofi Bhineka
Tunggal Ika, kecacatan
dan keberbakatann hanyalah
satu bentuk kebhinekaan
seperti halnya perbedaan suku,
ras, bahasa budaya,
atau agama. Kecacatan
dan keberbakatan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya,
seperti halnya perbedaan suku,
bahasa, budaya, atau
agama. Hal ini
harus diwujudkan dalam sistem
pendidikan.
Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya
pergaulan dan interaksi
antar siswa yang beragam,
sehingga mendorong sikap
silih asah, silih
asih, dan silih
asuh dengan semangat toleransi
seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Landasan
Yuridis
Landasan
yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah Deklarasi
Salamanca (UNESCO, 1994)
oleh para menteri
pendidikan sedunia. Deklarasi ini
adalah penegasan kembali
atas Deklarasi PBB tentang
Hak Asasi manusia
tahun 1948 dan
berbagai deklarasi lanjutan yang
berujung pada Peraturan
Standar PBB tahun
1993 tentang kesempatan yang
sama bagi individu
penyandang cacat memperoleh pendidikan sebagai
bagian integral dari
sistem pendidikan yang
ada. Deklarasi Salamanca
menekankan bahwa selama
memungkinkan, semua anak seyogyanya
belajar bersama-sama tanpa
memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Di
Indonesia, penerapan pendidikan
inklusi dijamin oleh
UU No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan
bahwa penyelenggaraan pendidikan
untuk peserta didik penyandang
cacat atau memiliki
kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau
berupa sekolah khusus.
Adapun
landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia antara lain
sebagai berikut :
a.
UUD 1945 (amandemen) Pasal 31
Ayat (1) “setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan”.Ayat (2) “setiap warga Negara wajib mengikuti pendiddikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”.
b. UU No 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsayang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratisserta bertanggung
jawab.
c.
UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Pasal 5
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan
yangsama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Surat Edaran Dirjen
Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C8/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003. Perihal
pendidikan inklusi:
Menyelenggarakan dan mengembangkan disetiap
kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,
SMA, SMK.
d.
Deklarasi Bandung (Nasional) ”Indonesia Menuju
PendidikanInklusif” 8-14 Agustus 2004
e.
Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005
3.
Landasan
Pedagogis
Pada Pasal
3 UU No.20
Tahun 2003, disebutkan
bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah berkembangnya
potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat,
cakap, kreatif, mendiri
dan menjadi Warga negara yang
demokratis dan bertanggung
jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik penyandang
cacat dibentuk menjadi warganegara yang
demokratis dan bertanggungjawab, yaitu
individu yang mampu menghargai perbedaan
dan berpartisipasi dalam
masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka
diisolasikan dari teman sebayanya di
sekolah-sekolah luar biasa.
Betapapun kecilnya, mereka
harus diberi kesempatan bersama
teman sebayanya.
4.
Landasan
Empiris
Penelitian tentang
inklusi telah banyak
dilakukan negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang
berskala besar dipelopori oleh the
National Academy of
Sciences (Amerika Serikat).
Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak penyandang
cacat di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan
diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar
pendidikan khusus secara
segregatif hanya diberikan terbatas
berdasarkan hasil identifikasi
yang tepat (Heller, Holtzman &
Messick, 1982). Beberapa
pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat
sulit untuk melakukan
identifikasi dan penempatan
anak berkelainan secara tepat,
karena karakteristik mereka
yang sangat heterogen (Baker,
Wang, dan Walberg, 1994-1995). Beberapa peneliti kemudian melakukan meta
analisis (analisis lanjut) atas hasil
banyak penelitian sejenis.
Hasil analisis yang
dilakukan oleh Carlberg dan
Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985-1986) terhadap
11 buah penelitian,
dan Baker (1994)
terhadap 13 buah penelitian
menunjukkan bahwa pendidikan inklusi berdampak positif, baik terhadap
perkembangan akademik maupun
sosial anak penyandang cacat dan teman sebayanya.
B. Karakteristik Pendidikan Inklusif
Penyelenggaraan
pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi
kurikulum, sarana parasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu proses
identifikasi dan asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang terlatih
dan/atau profesional di bidangnya untuk dapat menyusun program pendidikan yang
sesuai dan obyektif.
1.
Karakteristik
a.
Anak
berkebutuhuan khusus (ABK) belajar dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama dengan anak-anak lainnya.
b.
ABK
memperoleh layanan pendidikan yang bermutu.
c.
ABK
memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
d.
Sistem
pendidikan disesuaikan dengan kemampuan ankanya.
2.
Peserta Didik
a.
Peserta
Didik
Setiap
peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial berhak mengikuti
pendidikan secara inklusif pada atuan endidikan tertentu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya. Kelainan tersebut terdiri dari :
1) Tunanetra;
2) Tunarungu;
3) Tunawicara;
4) Tunagrahita;
5) Tunadaksa;
6) Tunalaras;
7) Berkesulitan
Belajar;
8) Lamban
Belajar;
9) Autis;
10)
Memiliki Gangguan Motorik;
11) Menjadi
Korban Penyalahgunaan Narkoba, Obat Terlarang Dan Zat Adiktif Lainnya;
12) Tunaganda;
13) Memiliki
Kelainan Lain.
b.
Sasaran
Sasaran
pendidkan inklusif secara umum adalah semua peserta didik yang ada di sekolah
regular. Tidak
hanya mereka yang sering disebut sebagai anak berkebutuhan khusus, pendidikan Inklusif juga diikuti mereka yang termasuk
anak ‘normal’. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan menerima keanekaragaman dan perbedaan
individual. Secara khusus, sasaran pendidikan inklusif adalah anak berkebutuhan
khusus, baik yang sudah terdaftar di sekolah regular, maupun yang belum berada di
lingkungan sekolah regular. Untuk
itu diperlukan identitas secara khusus agar dapat diberikan program yang
sesuai.
c. Identifikasi
anak berkebutuhan khusus
1) Hakekat
Istialah identifikasi
dimaknai sebagai proses penjaringan,
sedangkan
assessment dimaknai sebagai penyaringan. Identifikasi anak dimaksud sebagai
suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga pendidikan lainnya) untuk
melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan dan penyimpangan (phisik, intelektul,
sosial,
emosional, tingkah laku) dalam rangka memberikan pendidikan yang sesuai. Hasil
dari identifikasi adalah ditemukanya anak –anak berkebutuhan khusus yang perlu
mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi.
2) Tujuan
Identifikasi anak
berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima
keperluan, yaitu:
a) Penjaringan
(screening)
b) Pengalih
tanganan (referral)
c) Klasifikasi
d) Perencanaan
pembelajaran, dan
e) Pemantauan
kemajuan belajar
3) Asesmen
Asesmen
merupakan
proses pengumpulan informasi sebelum disusun program pembelajaran bagi siswa,
sehingga diharapkan program yang disusun benar-benar sesuai dengan belajarnya.
4) Fungsi
a) Fungsi
screening/ penyaringan, pada tahap ini asesmen dilakukan untuk keperluan
screening/ penyaringan. Screening ini dilakukan untuk mengidentifikasi siswa
yang mungkin mempunyai problem belajar.
b) Fungsi
pengalih tanganan/referral, adalah sebagai alat untuk mengalih tangankan kasus
dari kasus pendidikan menjadi kasus kesehatan, kejiwan maupun kasus sosial ekonomi. Ada bagian yang tidak
mungkin ditangani oleh guru sendiri, sehingga memerlukan keterlibatan
professional lain.
c) Fungsi
perncanaan pembelajaran individu (pendidikan inklusif), dengan berbekal data
yang diperoleh dalam kegiatan asesmen, maka akan tergambar berbagai potensi maupun
hambatan yang dialami anak. Misalnya keterbelakangan mental, gangguan motorik,
persepsi, memori, komunikasi, adaptasi social.
d) Fungsi
monitoring kemauan belajar, adalah untuk memonitor kemajuan belajar yang
dicapai siswa.
e) Fungsi
evaluasi program. Adalah untuk mengevaluasi program pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
5) Sasaran
a) Anak
berkebutuhan khusus yang yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/ Madrasah
Ibtidaiyah;
b) Anak
berkebutuhan khusus yang akan masuk ke Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah;
c) Anak
berkebutuhan khusus yang belum atau tidak bersekolah
d) Anak
berkebutuhan khusus yangakan mengikuti program pendidikan non formal atau
informal.
b. Tenaga Pendidik
Tenaga
pendidik adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, meninlai, dan mengevaluasi peserta
didik pada satuan pendidikan tertentu yang melaksanakan program pendidikan
inklusif. Tenaga pendidik meliputi: guru kelas, guru mata pelajaran (Pendidikan
Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan guru pendidikan khusus
(GPK).
C. Faktor Pendukung Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif
1.
Sikap dan Keyakinan yang Positif :
a. Guru
reguler yakin bahwa ABK dapat berhasil.
b. Kepala
sekolah merasa bertanggung jawab atas
hasil belajar ABK.
c. Seluruh
staf dan siswa sekolah yang bersangkutan telah dipersiapkan untuk menerima kehadiran ABK.
d. Orang
tua ABK terinformasi dan mendukung
tercapainya tujuan program sekolah.
e. GPK
memiliki komitmen untuk berkolaborasi
dengan guru reguler di kelas.
2. Akses
ke Kurikulum dan Lingkungan:
a. Tersedia
program keteram kompensatoris (misalnya:
Braille, O&M).
b. Tersedia
peralatan khusus dan teknologi asistif
untuk memungkinkan ABK mengakses semua kegiatan kurikuler (misalnya:
buku Braille,screen reader).
c. Lingkungan
fisik sekolah diadaptasikan agar lebih
aksesibel bagi ABK (misalnya: ramp,
tanda-tanda aktual).
3. Dukungan
Sistem:
a. Sistem
penerimaan siswa baru yang nondiskriminatif
dan akomodatif bagi semua anak.
b. Tersedia
personel dengan jumlah yang cukup, termasukGPK (Guru Pendidikan Khusus)
dan tenaga pendukung lainnya.
c. Terdapatupaya
pengembangan staf dan pemberian bantuan
teknis yang didasarkan pada kebutuhan
personel sekolah (misalnya pemberian informasi yang tepat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kecacatan, metode pengajaran).
d. Terdapat
kebijakan dan prosedur yang tepat untuk
memonitor kemajuan setiap ABK, termasuk untuk asesmen dan evaluasi hasil belajar.
4. Metode
Mengajar:
a. GPK
menyiapkan PPI pendidikan
Inklusif bagi ABK.
b. Guru
reguler, GPK dan spesialis lainnya berkolaborasi dalam pengajaran di kelas.
c. Guru
memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk memilih dan
mengadaptasikan materi pelajaran dan metode pengajaran menurut kebutuhan khusus
setiap siswa.
d. Dipergunakan
berbagai strategi pengelolaan kelas (team teaching, cross-grade grouPendidikan Inklusifng, peer
tutoring, teacher assistance team).
e. Guru
menciptakan lingkungan belajar kooperatif dan mempromosikan sosialisasi bagi
semua siswanya.
5. Resource
Center:
a.
Proaktif memberikan advis dan
konsultasi.
b.
Menyediakan layanan guru kunjung.
c.
Menyediakan alat bantu khusus.
d.
Menyelenggarakan pelatihan.
e.
Menyelenggarakan kampanye kesadaran
masyarakat.
D. Prinsip
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1.
Prinsip:
a. Selama
memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang
kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin
ada pada diri mereka.
b. Sekolah
inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari
para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajarnya, dan
menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa.
c. Hal
itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian
yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber-sumber
dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitar.
2.
Kekecualian :
Penempatan anak secara
permanen di SLB atau kelas khusus di sekolah regular seyogyanya merupakan suatu
kekecualian :
a. Untuk
kasus-kasus tertentu di mana terdapat bukti yang jelas bahwa pendidikan di
kelas reguler tidak dapat memenuhi kebutuhan anak.
b. Bila
diperlukan demi kesejahteraan anak yang
bersangkutan.
c. Bila
kehadiran ABK terbukti menggangu
kesejahteraan
anak-anak lain di sekolah itu.
3.
Nilai
Positif Pendidikan Inklusif
a. Meningkatkan peluang pemenuhan hak pendidikan bagi
semua (education for all)
b. Meningkatkan peluang pemenuhan hak belajar bagi ABK
c. Proses pembelajaran emosi sosial bagi ABK
d. Proses pembelajaran (emosi-sosial-spiritual) bagi
orang-orang normal
e. Pendidikan bagi ABK yang lebih mudah dan efisien
E. Langkah-langkah
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Hal
hal yang harus diperhatikan dalam penyelanggaraan pendidikan inklusif :
1. Sekolah
harus menyediakan kondisi kelas yang hangta, ramah, menerima keanekaragaman dan
menghargaiperbedaan
2. Sekolah
harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menersapkan kurikulum dan
pembelajaran yang bersifat individual
3. Guru
harus menerapkan pembelajaran yang interaktif
4. Guru
dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam
perencaan pelaksanaan dan evaluasi.
5. Guru dituntut melibatkan orang tua
secara bermakna dalam proses pendidikan.
F. Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif
1. Perencanaan pembelajaran inklusif
Perencanaan pembelajaran disusun
berdasarkan hasil asesmen siswa. Asesmen adalah suatu proses pengumpulan
informasi tentang perkembangan peserta didik dengan menggunakan alat
dan teknik yang
sesuai untuk membuat
keputusan pendidikan yang berkenaan dengan
penempatan dan program
yang sesuai bagi
peserta didik tersebut (Kustawan, 2013: 80). Dengan adanya
asesmen, maka perencanaan pembelajaran dapat disusun berdasarkan karakter dan
kemampuan siswa ABK sehingga pembelajaran dapat sesuai dengan
kebutuhan siswa. Guru
tidak dapat membuat
suatu perencanaan tanpa adanya hasil asesmen, dan kurikulum
tidak akan bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan siswa ABK tanpa adanya
asesmen pula. Seperti yang diungkapkan oleh Sunaryo (2009) bahwa perencanaan
pembelajaran harus dibuat berdasarkan asesmen.
Asesmenini
dilakukan melalui koordinasi
kerja antara para
GPK, guru mata pelajaran, psikolog,
bahkan dokter spesialis.
Setelah hasil asesmen
ini diketahui, maka GPKberkoordinasi dengan
guru mata pelajaran
menyusun RPP yang nantinya akan digunakan
untuk melaksanakan pembelajaran bagi siswa ABK. Kurikulum yang digunakan samadengan
yang digunakan siswa normal lainnya, denganadanya modifikasi.Bentukmodifikasitersebut
adalah penyederhanaan
kompetensi dasar, indikator, materi,
bentuk evaluasi, materi pembelajaran, dan standar ketuntasan
minimal (SKM).
Perencanaantersebut telah sesuai
dengan pedoman umum penyelenggaraan
pendidikan inklusi (2006:18) sebagai berikut: Kurikulum yang
digunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif pada
dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum.
Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan
khusus sangat bervariasi, mulai dari
yang sifatnya ringan, sedangsampai
yang berat, maka dalam
implementasinya, kurikulum regular perlu dilakukan
modifikasi (penyelarasan) sedemikian
rupasehingga sesuai dengan kebutuhanpesertadidik.Modifikasi kurikulum
dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim
pengembang ini terdiri dari kepala sekolah, guru kelas, guru
mata pelajaran, guru
pembimbing khusus, konselor,
psikolog, dan ahli
lain yang terkait.
2.
Pelaksanaan pembelajaran inklusif
Pelaksanaan belajar siswa inklusif
menerapkan sistem kelas Pull Out ,maksudnya Selama siswa
ABK dapat mengikuti
pembelajaran di dalam
kelas reguler, maka
siswa tersebut akan belajar
bersama-sama dengan siswa
reguler lainnya. Apabila
siswa ABK tidak dapat
mengikuti pembelajaran di
dalam kelas reguler,
maka siswa tersebut
akan ditarik dari kelas reguler untuk belajar di dalam ruang belajar
inklusi. Pelaksanaan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus memakaiprogram pembelajaran individual
(PPI) yang berasal dari kurikulum modifikasi.
3. Evaluasi
pembelajaran inklusif
Kegiatan evaluasi
pembelajaran inklusif yang
dilakukan adalah melalui
ulangan harian, UTS, Ujian Akhir
Semester, Ujian Akhir
Sekolah, dan penugasan-penugasan lainnya. Melalui
kegiatan evaluasi ini
maka akan diperoleh
hasil belajar siswa,
apakah sudah dapat mencapai
indikator atau standar
yang telah ditentukan
atau belum. Jika belum
mencapai standar tersebut,
maka akan diberikan
remidial berupa penugasan
lain sesuai dengan materinya. Soal-soal
ujian yang diberikan
untuk siswa ABK
berbeda dengan soal siswa reguler.Soal untuk ABK disusun oleh GPK yang
bekerjasama dengan guru mata pelajaran dan telah disesuaikan dengan tingkat
kemampuan belajar siswa ABK.
Untuk siswa ABK yang dinilai mampu
untuk mendapatkan standar evaluasi yang sama dengan siswa reguler, maka akan
mengerjakan tes evaluasi standar kelas reguler, akan tetapi
berdasarkan kemampuan siswa
ABK, maka bentuk
evaluasinya telah mendapatkan penyesuaian khusus
terhadap kemampuan siswa
ABK. Hal tersebut disesuiakan dengan pendekatan yang
telah dipakai guru dalam pembelajaran.
Bentuk laporan
hasil belajar siswa
ABK ini sama
dengan siswa reguler
lainnya, hanya saja standar ketuntasan minimal yang harus dicapai siswa
ABK itu lebih rendah dari siswa
reguler. Laporan hasil
belajar ini selain
disajikan dalam bentuk
kuantitatif yaitu berupa daftar
nilai yang telah dicapai siswa, juga disajikan dalam bentuk naratif yang berisi
deskripsi perkembangan belajar
siswa ABK.Jenis laporandeskripsi ini
dilampirkan ke dalam raport siswa.
4. Faktor
pendukung dan penghambat pembelajaran inklusif
Hal-hal yang
mendukung pendidikan inklusif
di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah surat keputusan yang
menyatakan bahwa sekolah yang ditunjuk berhak dan bertanggungjawab dalam
memfasilitasi pendidikan bagi ABK. Peran
selanjutnya adalah memberi
pelatihan serta mengirim para
Guru Pendamping Khusus
atau GPK untuk
mengikuti pelatihan serta workshop tentang pendidikan inklusif
dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi para GPK dalam pendidikan inklusif.
Sarana dan
prasarana pendukung berupa
ruang belajar khusus jika ABK yang bersangkutan mengganggu siswa lain
dikelasnya dan membutuhkan penenangan dari GPK ataupun psikolog,media pembelajaran, dan
lain sebagainya juga perlu diperhatikan oleh sekolah
guna mendukung pembelajaran yang
diberikan untuk siswa berkebutuhan khusus. Adanyaprogram sosialiasi
terkait penyelenggaraan
pendidikan inklusif di sekolah juga diperlukan sehingga seluruh pihak yang ada
di sekolah dapat menerima kondisi ABK dan memberikan lingkungan yang
ramah kepada mereka.
Orangtua juga
sangat mendukung pelayanan
pembelajaran inklusif dengan
menujukkan kerjasama yang positif terhadap keberadaan siswa ABK.
Faktor penghambat
yang sangat terlihat
dan terasa adalah
berasal dari siswa berkebutuhan khusus sendiri.Dengan
kondisi siswa berkebutuhan khusus yang sebagian besar memiliki
hambatan kognitif, emosi,
dan sosial, membuat
pembelajaran terkadang
menjadi tidak kondusif
lagi. Hambatan yang
dimiliki oleh siswa
ABK tersebut, membuat proses adaptasi dan sosialisasi
mereka terhadap lingkungan belajar menjadi lebih sulit, sehingga dapat
memunculkan permasalahan saat pembelajaran.
5. Upaya
mengatasi hambatan dalam pembelajaran inklusif
Diketahui
bahwa hambatan pembelajaran yang sering terjadi adalah berasal dari siswa ABK
sendiri. Menanggapi permasalahan tersebut, guru
pendamping khusus selalu siap untuk mendampingi siswa ABK dalam proses
pembelajaran baik saat berada di kelas reguler maupun di kelas inklusi.
Kerjasama antara guru mata pelajaran dan GPK sangat diperlukan saat proses
pembelajaran.
Menanggapi hambatan yang dimiliki
oleh siswa ABK baik dari segi kognitif, emosi, maupun sosial, maka diperlukanupaya untukmembantu siswa
ABK beradaptasi,
berinteraksi, dan bersosialisasi dengan
lingkungan sekolahnya. Untuk
itu, diperlukan adanya pembangunankesadaran
seluruhwarga sekolahuntuk saling
beradaptasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan siswa berkebutuhan
khusus. Upaya pembangunan kesadaran ini
dilakukan melalui kegiatan sosialisasi mengenaipendidikan inklusi dan karakter anak berkebutuhan khusus
kepada seluruh warga sekolah. Di samping itu, dalammemberikan pembelajaran bagi
siswa berkebutuhan khusus,
guru harus memperhatikan karakteristik dan
kemampuan siswa, agar
pembelajaran yang diberikan
bermakna bagi siswa dan sesuai
dengan kebutuhannya.
Memberikan pelatihan
terhadap guru mengenai
pembelajaran siswa ABK
atau karakteristik ABK perlu untuk dilakukan secara rutin, guna
meningkatkan komptensi guru dalam memberikan layanan pendidikan yang sesuai bagi seluruh siswa, khusunya siswa
ABK.
G. Pemberdayaan
Masyarakat
Pada hakekatnya pendidikan itu menjadi tanggung jawab bersama antara
sekolah, masyarakat dan pemerintah.Oleh sebab itu para pembina dan pelaksana
pendidikan di lapangan diharapkan mampu memberdayakan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif secara optimal.
Partisipasi dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif antara lain dalam:
1.
Perencanaan;
2.
Penyediaan tenaga
ahli/profesional terkait;
3.
Pengambilan keputusan;
4.
Pelaksanaan pembelajaran dan
evaluasi;
5.
Pendanaan;
6.
Pengawasan;
7.
Penyaluran lulusan.
Untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
inklusi dapat diakomodasikan melalui wadah:
1.
Komite sekolah
2.
Dewan pendidikan
3.
Forum-forum pemerhati
pendidikan inklusif.
terimakasih infonya, sangat membantu
BalasHapusTrimaksih mba sangat membantu..
BalasHapusKalo boleh tau...
Ada daftar pustakanya gg ka?
semoga ilmunya bermanfaat :)
BalasHapus