BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Inklusif
Inklusi adalah praktek yang mendidik semua siswa, termasuk yang mengalami
hambatan yang parah ataupun majemuk, di sekolah-sekolah reguler yang biasanya
dimasuki anak-anak non berkebutuhan khusus (Ormrod, 2008). Pendidikan inklusi
merupakan praktek yang bertujuan untuk pemenuhan hak azasi manusia atas
pendidikan, tanpa adanya diskriminasi, dengan memberikan kesempatan pendidikan
yang berkualitas kepada semua anak tanpa perkecualian, sehingga semua anak
memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan potensi
pribadinya dalam lingkungan yang sama (Cartwright, 1985 dalam Astuti, Sonhadji,
Bafadal, dan Soetopo, 2011). Pendidikan inklusi juga bertujuan untuk membantu
mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar serta membantu meningkatkan
mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus
sekolah pada seluruh warga negara (Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusi, 2007).
B.
Pengertian Pendidik
Dari
segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta
pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan
kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang
mendidik. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab
disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita
mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain
sebagainya. Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata
pendidik, karena keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang
memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain.
Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan adanya perbedaan ruang gerak
|
C.
Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusi
Sikap guru terhadap pendidikan inklusi adalah gambaran yang positif dan
negatif dari komitmen guru dalam mengembangkan anak berkebutuhan khusus yang
menjadi tanggung jawab guru dan juga menggambarkan sejauh mana anak
berkebutuhan khusus diterima di sebuah sekolah. Melalui sikap positif dari
guru, anak berkebutuhan khusus akan lebih mendapatkan keuntungan pendidikan
semaksimal mungkin (Olson, 2003). Sikap guru yang negatif menggambarkan harapan
yang rendah terhadap anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi (Elliot, 2008).
D.
Faktor yang Mempengaruhi Sikap Guru terhadap Inklusi
Avramidis dan Norwich (2002) merangkum berbagai penelitian mengenai faktor
yang mempengaruhi sikap guru, sebagai berikut :
1.
Siswa
Konsep guru terhadap siswa berkebutuhan khusus biasanya
bergantung pada jenis hambatan siswa, tingkat keparahan hambatan siswa, dan
kebutuhan siswa akan pendidikan (Clough and Lindsay, 1991 dalam Avramidis and
Norwich, 2002). Persepsi guru mengenai jenis hambatan siswa dapat dibedakan
berdasarkan tiga dimensi, yaitu hambatan fisik dan sensori, kognitif dan perilaku
emosional yang dimiliki siswa.
2.
Guru
Faktor guru terbagi dalam beberapa variabel, yaitu :
a.
Gender
Faktor gender
ini berkaitan dengan isu gender terhadapa inklusi. Beberapa peneliti menemukan
bahwa guru perempuan memilikitoleransi yang lebih tinggi dibandingkan guru
laki-laki terhadap integrasi untuk siswa berkebutuhan khusus (Aksamit, Morris,
and Leunberger, 1987; Thomas,1985; Eichinger, Rizzo, and Strotnik, 1991dalam
Avramidis and Norwich, 2002) melihat bahwa bahwa terdapat kecenderungan pada
guru perempuan dalam menunjukkan sikap positif terhadap ide mengenai integrasi
terhadap anak yang memiliki masalah perilaku dibandingkan guru laki-laki.
b.
Usia dan Pengalaman
Mengajar
Guru yang
lebih muda dan dengan pengalaman mengajar yang masih sedikit memiliki sikap
yang mendukung terhadap integrasi (Centerand Ward, 1987; Berryman, 1989; Clough
and Lindsay, 1991 dalam Avramidis and Norwich, 2002). Harvey (1985 dalam
Avramidis dan Norwich, 2002) menemukan bahwa terdapat keengganan pada guru yang
telah berpengalaman dibandingkan dengan guru pelatihan yang bersedia menerapkan
program integrasi kepada siswa berkebutuhan khusus. Hal ini dapat menjadi
sebuah alasan bahwa guru baru yang memenuhi syarat memiliki sikap yang positif
terhadap program integrasi.
c.
Tingkat Kelas yang
Diajar
Salvia dan
Munson (1986 dalam Avramidis dan Norwich, 2002) menjelaskan bahwa seiring
dengan bertambahnya usia siswa, maka sikap positif yang dimiliki guru akan
berkunjung, dan menunjukkan fakta bahwa guru yang mengajda materi pelajaran dan
krang memperhatikan perbedaaan individu siswa.dan krang memperhatikan
perbedaaan individu siswa. Penjelasan tersebut diperkuat ole Clough and Lindsay
(1991 dalam Avramidis dan Narwich, 2002) yang menjelaskan bahwa bagi guru yang
lebih memperhatikan materi pelajaran, kehadiran siswa berkebutuhan khusus di
dalam kelas mereka menjadi masalah tersendiri dalam praktek pengurusan
aktivitas kelas.
d.
|
Sebuah
hipotesis mengenai kontak dengan siswa berkebutuhan khusus menyebutkan bahwa
sejalan dengan pelaksanaan guru dalam program inklusi, sehingga kontak dengan
siswa berkebutuhan khusus semakin dekat, maka sikap yang dimiliki guru semakin
positif (Yukuer, 1988 dalam Avramidis dan Norwich, 2002).
e.
Pelatihan
Faktor lain yang
mempengaruhi sikap guru yang menarik adalah pengetahuan yang dimiliki mengenai
siswa berkebutuhan khusus yang dikembangkan melalui pelatihan yang didapat.
Faktor ini dipertimbangkan menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap guru
terhadap pelaksanaan kebijakan inklusi. Tanpa rencana untuk memberikan
pelatihan kepada guru mengenai pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus, maka
akan sulit untuk mengikutsertakan siswa tersebut ke dalam kelas mainstream
(Avramidis and Norwich, 2002).
f. Keyakinan Guru
Jordan,
Lindsay, dan Stanovich (1997 dalam Avramidis and Norwich, 2002) menjelaskan
bahwa guru yang beranggapan bahwa kebutuhan khusus merupakan sesuatu yang
melekat dengan siswa, memiliki cara mengajar yang kurang efektif dibandingkan
dengan guru yang beranggapan bahwa lingkungan di sekitar siswa dapat menjadi
pelengkap bagi masalah atau hambatan yang dimiliki siswa.
g.
Pandangan
Sosio-Politik
Faktor ini
menjelaskan mengenai sikap guru terkait dengan keyakinan personal (pandangan
terhadap politik dan sosial-politik) dan sikap personal (Avramidis and Norwich,
2002). Lebih lanjut, faktor ini juga menjelaskan mengenai keyakinan guru
terhadap etnis dan budaya dari anak berkebutuhan khusus dan keyakinan tentang
dukungan pemerintah terhadap pendidikan inklusi.
3.
Lingkungan
Pendidikan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap positif
guru adalah ketersediaan dukunan fasilitas di dalam kelas dan level sekolah
(Centerand and Ward, 1987; Myles and Simpson, 1989; Clough and Linsay, 1991
dalam Avramidis and Norwich, 2002). Dukungan yang dimaksud dalam hal ini
adalah, sumber daya fisik seperti, perlengkapan mengajar, perlengkapan IT,
lingkungan fisik yang mendukung, dan lain-lain. Serta sumber daya manusia
seperti guru khusus, terapis, kepala sekolah, orangtua, dan lain-lain. Selain
faktor yang disebutkan oleh Avramidis dan Norwich, terdapat faktor lain yang
dapat mempengaruhi sikap guru terhadap inklusi. Jobe Rust dan Bussie (1996)
melihat sikap guru terhadap inklusi melalui faktor jenis guru dan latar
belakang pendidikan guru. Jenis guru yang dimaksud adalah guru khusus atau guru
reguler, sedangkan latar belakang pendidikan guru terkait dengan pendidikan
terakhir yang dimiliki guru.
E.
Pihak
yang Diperlukan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Tenaga
kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan
inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat porsi
tanggung jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada
pendidikan noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada individu meniscayakan
adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan lainnya. Tenaga
kependidikan secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan kegiatan
mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Membicarakan
siapa yang diperlukan dalam sebuah penyelenggaraan pendidikan pastinya adalah
membicarakan sumber daya manusia. Hal ini sangat memegang peranan penting
sekali atas berjalannya suatu sistem atau organisasi, tanpa sumber daya manusia
yang memiliki kapabilitas baik tentunya segala suatu tidak berjalan dengan baik
pula.
|
Direktorat
Pembinaan SLB (2007) menetapkan pengertian, tugas, dan kedudukan masing-masing
dijelaskan seperti di bawah ini:
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah pada satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusif memiliki tugas mengkoordinasi, mengakomodasi, dan
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Koordinasi juga dilakukan
berkenaan dengan tugas-tugas dan pengembangan profesionalisme guru-guru yang
menyangkut kompetensi umum dan khusus berkenaan dengan pelayanan anak
berkebutuhan khusus.
2. Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran
Guru kelas adalah pendidik/pengajar pada suatu
kelas tertentu di Sekolah umum yang sesuai dengan kualifikasi yang
dipersyaratkan, bertanggungjawab atas pengelolaan pembelajaran dan
adiministrasi di kelasnya. Kelas yang diambil tidak menetap, dapat
berubah-rubah pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan kondisi sekolah. Guru
kelas biasanya ada pada kelas-kelas rendah, (kelas 1, 2 dan 3). Guru mata
pelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mempunyai tugas sama
dengan guru mata pelajaran pada umumnya, namun untuk guru mata pelajaran pada
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu dibekali dengan tambahan
pengetahuan tentang pendidikan khusus.
Guru mata pelajaran bersama-sama dengan guru
pendidikan khusus menyusun rancangan pembelajaran adaptif sesuai dengan
kondisi siswanya tanpa mengabaikan substansi mata pelajaran
selanjutnya membelajarkan, memonitor dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Guru kelas dan guru mata pelajaran harus menciptakan
manajemen kelas yang kondusif, suasan belajar dan strategi pembelajaran
yang menarik dan mengerti kebutuhan
masing-masing anak. Beberapa hal yang harus dilakukan guru kelas dan guru mata
pelajaran diantaranya adalah :
a. Disiplin dalam
pengelolaan waktu kelas, setiap kelas mempunyai time table yang di dalamnya
tercantum waktu untuk menyerut pensil, ke kamar mandi, waktu istirahat dan
waktu pulang.
b. Membuat media
yang dapat membuat peserta didik merasa dihargai terhadap suatu apapun yang
mereka lakukan setiap harinya.
c. Membuat media pembelajaran yang menarik dan inovatif,
seperti menggunakan komputer dan teknologi dalam pembelajaran.
d. Melakukan pembelajaran yang kooperatif, sehingga
peserta didik didorong bekerja sama dalam melakukan tugas yang menciptakan
sikap toleransi, saling tolong menolong, menghargai dan tanggung jawab.
Faktor penolakan dari kalangan
intern (guru) yang paling mendominasi karena tidak terdapatnya fasilitas
sekolah serta kompetensi guru yang kurang memadai untuk melaksanakan pendidikan
inklusif. Selain itu juga, timbulnya rasa tidak percaya diri untuk melaksanakan
perubahan-perubahan yang akan terjadi. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut
pihak sekolah sangat perlu untuk menumbuhkan kepercayaan diri di kalangan guru
untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Beberapa langkah yang dapat ditempuh
diantaranya :
a.
|
b.
Melakukan studi
banding terhadap sekolah yang melaksanakan dan berhasil melakukan pendidikan
inklusif.
c.
Meningkatkan
kemampuan guru untuk mendukung terlaksananya pendidikan inklusif, hal ini
dilakukan dengan melakukan pelatihan yang berisikan modul materi dan praktek
tentang pengantar pendidikan inklusif, psikologi perkembangan anak, assesmen
dan hambatan perkembangan anak (pelatihan ini dapat dilakukan setiap hari
Jum’at - Sabtu 11.00 – 14.00 WIB). Hasil dari pelatihan ini diharapkan secara
langsung dapat diterapkan di kelas yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
3. Guru Pendidikan Khusus
Guru Pendidikan khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan
khusus/Pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang
pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif. guru pendidikan luar biasa mempunyai beberapa posisi dan
peranan selama proses pendidikan. Guru pendidikan luar biasa juga mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab. Guru pendidikan luar biasa dapat bertindak
sebagai pemberi layanan langsung, pemberi nasehat, pengawas, pembela, dan
lain-lain. Hal itu menunjukkan bahwa guru pendidikan luar biasa banyak
melakukan peranan. Guru pendidikan luar biasa perlu memiliki kepercayaan diri,
identitas dan pribadi yang professional guna diterapkan dalam pendidikan
inklusif.
Untuk rancangan pengembangan sekolah menjadi sekolah
inklusi ini maka memerlukan beberapa tenaga guru pendidikan luar biasa.
Beberapa deskripsi tugas guru pendidikan luar biasa yaitu :
a.
Membantu guru kelas
dan guru mata pelajaran dalam membuat program pembelajaran yang mengakomodasi
kebutuhan anak.
b.
Membuat dan
melaksanakan materi pengembangan sikap dan potensi diri yang dilakukan oleh
guru pendidikan luar biasa. Materi ini dilakukan selama 1 kali seminggu dengan
alokasi waktu 2 jam pelajaran.
c.
Membantu guru kelas
dan guru mata pelajaran dalam membuat assesmen.
d.
Membantu guru kelas
dan guru mata pelajaran dalam mengkondisikan anak berkebutuhan khusus di dalam
kelas (terutama untuk anak yang mengalami ADHD dan ketidakstabilan emosi).
e.
Membuat program
pembelajaran untuk masing-masing anak berkebutuhan khusus agar perilakunya
menjadi lebih adaptif.
f.
Membuat program
layanan kesulitan belajar.
g.
Membantu PKS srara
dan prasarana dalam penyediaan alat bantu untuk anak berkebutuhan khusus dan
peningkatan aksesibilitas lingkungan fisik.
4. Komite Sekolah
Peran komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi antara lain
sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan pelaksanaan kebijakan
pendidikan, pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun
tenaga, pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di sekolah, serta sebagai mediator
antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di sekolah.
Semua sumber daya manusia yang ada dalam pelaksanaannya tidak berjalan
masing-masing. Pihak-pihak terkait perlu bekerjasama secara berkesinambungan
sehingga penyelenggaraan pendidikan inklusi dapat berjalan secara optimal dan
mampu menanggulangi permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan.
F. Guru yang Inklusif
F. Guru yang Inklusif
Seorang guru
senantiasa dituntut untuk selalu mengembangkan pribadi dan profesinya secara
terus menerus, serta dituntut untuk mampu dan siap berperan secara profesional
dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Hal ini sudah jelas disebutkan di
dalam empat kompetensi guru yang harus dimiliki oleh seorang guru,
yaitukompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan
kompetensi professional.
Selanjutnya apa
itu inklusif ? istilah inklusif sebenarnya tidak terlepas dari program
pemerintah yaitu tentang pendidikan inklusif yang saat ini sedang
gencar-gencarnya dilaksanakan diberbagai daerah dengan dukungan dari pemerintah
pusat. Pendidikan inklusif itu sendiri merupakan pendidikan yang memungkinkan
semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
Artinya bahwa
pendidikan inklusif akan memberikan ruang kesamaan hak dalam memperoleh
pendidikan yang layak, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang jauh
dari lembaga-lembaga pendidikan yang khusus untuk mereka yang memungkinkan
mereka dapat belajar bersama-samaa dengan anak normal di sekolah regular yang
ada di lingkungannya atau yang dekat dengan tempat tinggal anak berkebutuhan
khusus.
Sekolah-sekolah
inklusi ini menuntut terdapatnya kurikulum, metode mengajar, sarana
pembelajaran, system evaluasi dan guru khusus, yang dapat diintegrasikan kepada
kelas reguler yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk dapat memberikan
wadah dan penanganan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus dengan anak
normal yang ada di dalam kelas tersebut. Dimana untuk melaksanakan itu bukannya
pekerjaan yang gampang, sehingga benar-benar kita membutuhkan guru-guru yang
inklusif didalam pelaksanaan pendidikan inklusif ini secara sunggunh-sungguh.
Guru yang
inklusif adalah guru yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan siswa yang
beraneka ragam baik dari segi intelegensi, kemampuan kognitif, afektif ,
psikomotornya dan keadaan ekonomi social anak dalam satu kelas yang
inklusif dengan cara mengakomodir semua kebutuhan belajar anak dengan melakukan
modifikasi didalam kurikulum, metode mengajar, sarana prasarana, system
evaluasinya agar dapat dipergunakan bagi semua siswa yang ada di dalam lingkup
kelas inklusif tersebut.
Ada tiga
kemampuan umum yang harus dimiliki oleh guru pendidikan khusus yang akan
mengarah kepada guru yang inklusif :
1.
Kemampuan Umum ( general
ability ) antara lain adalah memiliki ciri warga Negara yang religious dan
berkepribadian, memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai
warga Negara, memiliki sikap dan kemampuan mengembangkan profesi sesuai dengan
pandangan hidup bangsa, memahami konsep dasar kurikulum dan cara
pengembangannya, memahami disain pembelajaran kelompok dan individual dan mampu
bekerja sama dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan
profesinya.
2.
Kemampuan dasar ( basic ability )
meliputi memahami dan mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami
konsep dan mampu mengembangkan alat asesmen serta melakukan asesmen anak
berkebutuhan khusus, mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, mampu merancang, melaksanakan dan
mengevaluasi program bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus, mampu
melaksanakan manajemen ke-PLB-an, mampu mengembangkan kurikulum sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus serta dinamika
masyarakat, memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek medis dan implikasinya
terhadap penyelenggaraan pendidikan, memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek
psikologis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan, mampu
melakukan penelitian dan pengembangan di bidangnya, memiliki sikap dan prilaku
empati terhadap anak berkebutuhan khusus, memiliki sikap professional
dibidangnya, mampu merancang dan melaksanakan program kampanye kepedulian PLB
di masyarakat dan mampu merancang program advokasi.
3. Kemampuan khusus ( specific ability ) kemampuan ini meliputi mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan pendengaran/komunikasi, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan anggota tubuh dan gerakan, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan perilaku dan sosial dan menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar. Selanjutnya dengan dimilikinya ketiga kemampuan dasar diatas oleh semua guru, maka diharapkan akan tercipta guru-guru yang inklusif yang juga memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang materi yang akan diajarkan/dilatihkan dan tidak kalah pentingnya adalah memahami karakteristik siswa yang menjadi tanggungjawabnya, sehingga akan meningkatkan kemampuan dari siswa yang selanjutnya akan berdampak kepada mengsukseskan wajib belajar yang telah dicanangkan oleh pemerintah kita, untuk semua yaitu untuk siswa-siswa kita yang normal maupun siswa-siswa kita yang berkebutuhan khusus.
G.
Pentingnya Pendidikan Inklusi bagi Calon Guru
Pelayanan bagi
anak berkebutuhan khusus, sekarang tidak lagi hanya dapat dilakukan di Sekolah
Luar Biasa (SLB) tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik
sekolah luar biasa maupun sekolah regular atau umum setelah dibukannya program
sekolah inklusi. Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, para calon guru
perlu dibekali materi mengenai betapa pentingnya pendidikan inklusi ketika
mengajar nanti. Hal ini untuk mengantisipasi, jika pada suatu saat nanti,
anak-anak yang dihadapi nantinya kemungkinan tidak semuanya anak normal artinya
ada anak yang memerlukan pelayanan dan
bimbingan khusus yang diakibatkan karena dissabilitas-nya.
Sebelumnya,
sebagai calon guru perlu menyadari adanya hal-hal sebagai berikut yaitu :
1. Semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak
di-diskriminasi-kan dan memperoleh pendidikan yang bermutu.
2. Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran
tanpa melihat kelainan dan kecacatannya.
3. Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu
pembelajaran bagi semua anak.
4. Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar
merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda.
Dengan demikian, dapat
dirasakan manfaat pentingnya pendidikan inklusi bagi calon guru, sebagai bekal
nanti pada saat mengajar, antara lain agar guru mengetahui apa, siapa, dan
bagaimana ciri-ciri ABK, agar guru mengetahui kebutuhan-kebutuhan apa saja yang
diperlukan ABK dalam pembelajaran termasuk fasilitas-fasilitas maupun sarana
dan prasarana dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari, agar guru
tidak membedakan anak yang normal maupun anak yang berkebutuhan khusus, karena
pendidikan untuk semua, agar guru mengetahui kurikulum maupun layanan yang
diperlukan ABK dalam pembelajaran, agar guru mengetahui pentingnya peran mereka
dalam keberhasilan ABK di masa depan.
H.
Profesionalisme Guru dalam Setting Inklusif
Sebagai guru
kita harus selalu siap menghadapi berbagai tantangan. Namun dunia pendidikan
akan terus mengalami inovasi, termasuk inovasi yang disesuaikan kebutuhan masa
kini. Kita tahu perkembangan teknologi dan ekonomi berubah sangat cepat.
Perubahan yang cepat ini harus selalu ditanggapi oleh guru sebagai orang yang
telah berjanji pada diri sendiri untuk turut mengbah sikap dan perilaku anak
bangsa. Guru sebagai salah satu komponen yang bertanggung jawab dalam dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa haruslah profesional. Profesional dalam arti yang
luas dan proporsional.Wong, Kauffman dan Lloyd (1991)
member ciri-ciri atau sifat mengenai guru yang efektif bagi siswa penyandang
hambatan di kelas regular. Ciri-ciri tersebut meliputi:
1. Punya harapan bahwa
siswa akan berhasil.
2. Member pengawasan yang
sering pada tugas-tugas siswa serta memberi umpan balik.
3. Memberi standar-standar,
arahan dan harapan pembelajaran.
4. Fleksibel dalam
menangani siswa.
5. Mempunyai komitmen
dalam memperlakukan tiap siswa secara terbuka.
6. Bersikap responsif
terhadap pernyataan dan komentar siswa.
7. Melakukan pendekatan
tersusun dengan baik dalam pembelajaran.
8. Bersikap hangat, sabar,
humoris kepada siswa.
9. Bersifat teguh dan
konsisten dalam pengharapan-pengharapan.
Secara umum apa yang harus dan bisa dilakukan guru dalam kerangka
pendidikan inklusif yaitu :
a. Melakukan aktifitas berdasarkan latar belakang
pengetahuan dan pendidikan yang sesuai (appropriate)
b. Bekerja dengan landasan konsep yang sesuai (suitably of
basic concept).
c. Berperilaku positif, kreatif dan inovatif.
d. Memiliki sikap sebagai agen pembaharu
e. Berfikir positif proaktif terhadap gagasan perubahan
paradigma pembaharuan.
f. Selalu berada pada barisan terdepan dalam implementasi
inovasi bidang pendidikan.
h. Selalu mengedepankan semangat membangun jejaring kerja
(komunikasi dan kemitraan yang kokoh dan fungsional.
i.
Menghargai adanya
perbedaan dan keberagaman.
j.
Melakukan sinergi dan
koordinasi dengan berbagai keberagaman dan perbedaan yang ada.
Boleh minta daftar pustakanya ?
BalasHapus