Selasa, 13 Oktober 2015

KEGIATAN PEMBELAJARAN (PENEMPATAN PESERTA DIDIK, PENILAIAN DAN SERTIFIKASI)



KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kegiatan Pembelajaran (Penempatan Peserta Didik, Penilaian dan Sertifikasi)” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kami Nabi Besar Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, dan tak lupa kepada kita semua selaku umatnya.
            Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih tak lupa kami haturkan kepada:
1.      Ibu Ulfah, S.Pd. M.Pd, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Inklusif;
2.      Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberi motivasi demi terselesaikannya makalah ini;
3.      Semua pihak yang tak bisa kami tulis satu-persatu.
Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai wujud penambahan wawasan di bidang ilmu pendidikan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam melakukan penelaahan dan perbaikan di kemudian hari.


Bandung, September 2014
                                                                                               
                                                                                                Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................  i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..............................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah .........................................................................................  2
C.     Tujuan ...........................................................................................................  2
D.    Sistematika Penulisan ....................................................................................  3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Inklusif .....................................................................  4
B.     Penempatan Peserta Didik di Sekolah Inklusif .............................................  4
C.     System Penilaian Peserta Didik di Sekolah Inklusif .....................................  11
D.    Sertifikasi Peserta Didik di Sekolah Inklusif ................................................  12
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ...................................................................................................  16
B.     Saran .............................................................................................................  16
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Jadi dalam hal ini tidak ada pengecualian bagi warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak serta merata diseluruh tanah air.
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan ABK belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin). Hal ini merupakan gagasan mulia dimana ABK yang tidak terjamah atau jauh dari layanan pendidikan dapat mengenyam pendidikan yang sama seperti anak pada umumnya. Namun dalam pelaksanaannya di Indonesia masih terdapat beberapa kekurangan sehingga menghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan inklusif. Salah satunya  adalah masih kurangnya guru pembimbing khusus untuk melayani kebutuhan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, maka diperlukan komponen-komponen pendukung agar pendidikan inklusif berjalan dengan baik.
Dalam hal ini tentunya sekolah yang mengadakan adanya pendidikan inklusif pasti mempunyai beberapa perbedaan dengan sekolah yang hanya menerima peserta didik yang normal, dimulai dari cara mengajar, sarana prasarana, kurikulum, cara penempatan siswa hingga guru yang tentunya mempunyai keahlian dan memang spesialisasi dalam mengajar siswa yang berkebutuhan khusus. Di Sekolah inklusif para siswa memilik kemampuan yang heterogen, karena para siswanya di samping anak-anak normal juga terdapat anak-anak berkelainan yang memiliki beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis.
Mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan heterogen berheda dengan mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan homogen. Para guru SD, pada umumnya merasa kurang mampu mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan heterogen di kelas inklusif karena ketika mereka sekolah/kuliah di lembaga pendidikan guru baik SPG, PGSD, maupun LPTK lainnya tidak dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan agar mampu untuk mengajar di kelas inklusif. Oleh karena itu, disini akan dibahas beberapa cara untuk mendidik siswa yang mempunyai kebutuhan khusus.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian dari pendidikan inklusif?
2.      Bagaimanakah penempatan peserta didik di sekolah inklusif?
3.      Bagaimanakah system penilaian untuk peserta didik di sekolah inklusif?
4.      Bagaimanakah sertifikasi peserta didik di sekolah inklusif?


C.    TUJUAN
1.      Mengetahui apakah pengertian dari pendidikan inklusif.
2.      Mengetahui bagaimanakah penempatan peserta didik di sekolah inklusif.
3.      Mengetahui bagaimanakah system penilaian untuk peserta didik di sekolah inklusif.
4.      Mengetahui bagaimana sertifikasi peserta didik di sekolah inklusif.

D.    SISTEMATIKA PENULISAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan
D.    Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Inklusif
B.     Penempatan Peserta Didik di Sekolah Inklusif
C.     System Penilaian Peserta Didik di Sekolah Inklusif
D.    Sertifikasi Peserta Didik di Sekolah Inklusif
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan inklusif juga dapat dipandang sebagai bentuk kepedulian dalam merespon spekturm kebutuhan belajar peserta didik yang lebih luas, dengan maksud agar baik guru maupun siswa, keduanya memungkinkan merasa nyaman dalam keberagaman dan melihat keragaman sebagai tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, keberagaman bukan sebagai masalah. Pendidikan inklusif juga akan terus berubah secara pelan-pelan sebagai refleksi dari apa yang terjadi dalam prakteknya, dalam kenyataan, dan bahkan harus terus berubah jika pendidikan inklusif ingin tetap memiliki respon yang bernilai nyata dalam mengahapi tantangan pendidikan dan hak azasi manusia. Meskipun definsi tentang pendidikan inklusif itu bersifat progresif dan terus berubah, namun tetap diperlukan kejelasan konsep yang terkandung didalamnya, karena banyak orang menganggap bahwa pendidikan inklusif sebagai versi lain dari pendidikan khusus atau PLB (special esucation).


B.     Penempatan Peserta Didik di Sekolah Inklusif
Peksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan pelaksanaan kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian. karena di dalam kelas inklusif di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami kelainan/penyimpangan (baik phisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis) dibanding dengan anak normal, maka dalam kegiatan belajar- mengajar guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak.
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan
dengan model penempatan anak luar biasa yang dipilih.
Penempatan anak luar biasa di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
1.      Kelas reguler (inklusi penuh)
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2.      Kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompok khusus.
3.      Kelas reguler dengan ull out
Anak berkelainan belajar  bersama anak lain (normal) di kelas regular namaun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber belajar untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4.      Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompo khusus dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus.
5.      Kelas khusus dengan berhagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di kelas khusus pada sekolah regular, namu dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular.
6.      Kelas khusus penuh.
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular.
Kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif akan berbeda baik dalam srategi, kegiatan media, dan metoda. Beberapa kegiatan belajar mungkin dilakukan berdasarkan literatur-literatur tertentu, sementara yang lainyna belajar yang sama akan lebih efektif apabila melalui observasi dan eksperimen. Beberapa anak memerlukan alat bantu tulis untuk mengingat sesuatu, mungkin yang lainnya cukup dengan hanya mendengarkan. Beberapa sisa mungkin memerlukan kertas dari pensil untuk mengingat suatu hubungan tertentu. sementara beberapa sisa lainnya cukup mengingat dengan hanya melihat saja. Beberapa sisa mungkin lebih senang belajar secara individual, sedangkan yang lainnya lebih senang secara berkelompok, Hilda Taba mengemukakan, bahwa berbedanya kebutuhan individu berbeda pula di dalam teknik belajar dalam upaya mengemhangkan dirinya. Dewasa ini isitilah strategi belajar banyak dipergunakan di dalam teori kognitif dan penelitian. Hal itu berhuhungan dengan strategi individu dalam hal pemusatan perhatian, pemecahan rnasalah. mengingat dan mengawasi proses belajar dan pemecahan masalah.
Hambatan belajar dapat berasal dan kesulitan menentukan strategi belajar dan metoda belajar lainnya sebagai akibat dan faktor-faktor biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dan beberapa faktor tersebut. Sebagai contoh gangguan sensori seperti hilangnya penglihatan atau pendengaran, merupakan hambatan dalam memperoleh masukkan informasi dan luar berfungsi minimal otak mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.
Pelaksanaan kegiatan belajar menjadi model kelas tertentu mungkin berbeda dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler (Inklusi Penuh), bahan belajar antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda secara signifikan namun pada model Kelas Reguler dengan Cluster, bahan belajar antara anak luar biasa dengan anak normal biasanya tidak sama, bahkan antara sesama anak luar biasa pun dapat berbeda. Oleh karena itu, setelah ditetapkan model penempatan anak luar biasa, yang perlu dilakukan berikutnya dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar pada kelas inklusif antara lain seperti di bawah ini.
A.    Merencanakan Kegiatan Belajar Mengajar
1.      Merencanakan Pengelolaan Kelas
Menentukan ruang kelas sesuai dengan tujuan pembelajaran
Menentukan cara pengorganisasian siswa agar setiap siswa dapat terlihat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar, misalnya:
–Individual
–Berpasangan
–Kelompok kecil
– Kalsikal
2.  Merencanakan Pengorganisasian Bahan
                  Menetapkan bahan utama (pokok) yang akan diajarkan, menentukan bahan pengadaan untuk siswa yang pandai, menentukan hahan remidi untuk siswa yang dapat dikatakan kurang pandai.
3.      Merencanakan Pengelolaan Kegitaan Belajar Mengajar
                  Merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan metode mengajar, menentukan urutan/langkah-langkah mengajar, misalnya:
• Pembukaan/apersepsi
• Kegiatan ini
• Penutup/evaluasi

4.      Merencanakan Penggunaan Sumber Belajar
            Menentukan sumber bahan pelajaran (misalnya Buku Paket, Buku Pelengkap, dan sebagainya), menentukan sumber belajar (misalnya globe, foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan sebagainya)
5.      Merencanakan Penilaian
            Menentukan bentuk penilaian (misalnya tes lisan, tes tertulis, tes perbuatan), membuat alat penilaian (menuliskan soal-soalnya), menentukan tindak lanjut.
B. Melasanakan Kegiatan Belajar Mengajar
1. Berkomunikasi dengan Siswa
Melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan mengajar, menjelaskan isi/materi pelajaran, mengklarifikasi penjelasan apabila siswa salah mengerti atau belum paham, menanggapi respon atau pertanyaan siswa, menutup pe1ajaran (misalnya merangkum, meringkas, menyimpulkan, dan sebagainya)
2. Mengimplementasaikan Metode, Sumber Belajar, dan Bahan Latihan yang sesuai dengan tujuan Pembelajaran.
Menggunakan metode mengajar yang bervariasi (misalnya ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, dan sebagainya). Menggunakan berbagai sumber belajar (misalnya globe, foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan sebagainya). Memberikan tugas/lauhan dengan memperhatikan perhedaan individual. Menggunakan ekspresi lisan dan/atau penjelasan tertulis yang dapat mempermudah siswa untuk memahami materi yang diajarkan.
3. Mendorong Siswa untuk Terlibat Secara Aktif
a.       Memberi kesempatan kepada siswa untuk terlihat secara aktif (misalnya dengan mengajukan pertanyaan, memberi tugas tertentu, mengadakan percohaan berdiskusi secara berpasangan atau dalam kelompok kecil, belajar berkooperatif).
b.      Memberi penguatan kepada siswa agar terus terhihat secara aktif.
c.       Memberikan pengayaan (tugas-tugas tambahan) kepada siswa yang pandai.
d.      Memberikan latihan-latihan khusus (remidi) bagi siswa yang dianggap memerlukan.
4. Mendemostrasikan Penguasaan Materi Pelajaran dan Relevansinya dalam Kehidupan.
Mendemostrasikan Penguasaan materi pelajaran secara meyakinkan (tidak ragu-ragu), menjelaskan relevansinya materi pe1ajaran yang sedang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.
5. Mengelola Waktu, Ruang, Bahan, dan Perlengkapan Pengajaran
Menggunakan waktu pengajaran secara efektif sesuai dengan yang direncanakan., mengelola ruang kelas sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran, menggunakan bahan pengajaran (misalnya bahan praktikum) secara etisien, menggunakan pertengkapan pengajaran (misalnya peralatan percohaan) secara efektif dan efisien.

6. Melakukan Evaluasi
Melakukan penilaian selama kegiataan belajar-mengajar berlangsung (baik secara lisan, tertulis, maupun pengamatan), mengadakan tindak lanjut hasil penilaan.
C. Pembina Hubungan Antarpribadi
1. Bersikap Terbuka Toleran, dan Simpati terhadap Siswa
Menunjukkan sikap terbuka (misalnya mendengarkan, menerima, dan sebagainya terhadap pendapat siswa, menunjukkan sikap toleran (mau mengerti) terhadap siswa, menunjukkan sikap simpati (misalnya menunjukkan hasrat untuk memherikan bantuan) terhadap permasalahan/kesulitan yang dihadapi siswa
Menunukkan sikap sahar (tidak niudah marah dan kasib sayang terhadp siswa.
2. Menampilkan Kegairahan dan Kesungguhan
Menunjukkan kegairahan dalam mengajar, merangsang minat siswa untuk belajar, memberikan kesan kepada siswa bahwa ia menguasai bahan yang diajarkan.
3. Mengelola lnteraksi Antarpribadi
Memberikan ganjaran (reward) terhadap siswa yang herhasil, memberikan bimbingan khusus terhadap siswa yang belum berhasil, memberikan dorongan agar terjadi interaksi antar siswa, memberikan dorongan agar terjadi interaksi anatara siswa dengan guru.


C.    Sistem Penilaian di Sekolah Inklusif
Pendidikan  inklusif  merupakan  sebuah  proses  dalam  upaya  merespon  kebutuhan semua  peserta  didik  yang  beragam.  Berbagai   upaya  dapat  dillakukan  melalui perubahan dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan, struktur dan strategi yang dapat  mengakomodasi  kebutuhan  semua  peserta  didik  sesuai  dengan  kelompok usianya.  Pendidikan  inklusif  berawal  dari  pendidikan  untuk  semua  tidak  diskriminatif terhadap  siapapun  termasuk  di  dalamnya  anak-anak  berkebutuhan  khusus.  Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus bersifat temporer (sementara)  maupun  permanen  sehingga  membutuhkan  penyesuaian  layanan pendidikan  khusus.  Penyelenggaraan  pendidikan  inklusif  menuntut  pihak  sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun sistem  pembelajaran  yang  disesuaikan  dengan  kebutuhan  individu  peserta  didik termasuk  penilaian  hasil  belajar  serta  penentuan  kenaikan  kelas.  Implementasi pendidikan  setting  inklusi  tidak  semata-mata  memasukkan  anak  berkebutuhan  khusus ke  sekolah  reguler,  tetapi  mencakup  bagaimana  mengkondisikan  proses  pembelajaran di  kelas,  sehingga  semua  peserta  didik  dapat  belajar  dengan  aman,  nyaman,  dan menyenangkan. 
Keberagaman  karakteristik  peserta  didik  pada  sekolah  inklusif  tentu membuka  peluang  adanya  sistem  penilaian  hasil  belajar  yang  sangat  variatif  dalam menentukan  kenaikan  kelas.  Sistem  penilaian  hasil  belajar  bagi  anak  berkebutuhan khusus selama ini disamakan dengan peserta didik yang lainnya. Ketidakpahaman guru terhadap  sistem  penilaian  hasil  belajar  dan  penentuan  kenaikan  kelas  bagi  anak berkebutuhan khusus menyebabkan guru memperlakukan penilaian yang sama dengan peserta  didik  lainnya.  Sistem  penilaian  yang  biasa  digunakan  dalam  menentukan kenaikan kelas peserta didik di sekolah inklusif didasarkan pada ketercapaian kecakapan mental.  Sebagian  besar  anak  berkebutuhan khusus  tidak  dapat  naik  kelas  dikarenakan belum  memenuhi  standar  ketuntasan  belajar  dan  kenaikan  kelas  yang  sudah ditentukan.  Dalam  setting  pendidikan  inklusif  penilaian  hasil  belajar  secara  sistematis dan  berkelanjutan  bertujuan  untuk  menilai  hasil  belajar  siswa  di  sekolah, mempertanggung    jawabkan    penyelenggaraan   pendidikan  kepada  masyarakat,  dan mengetahui  mutu  pendidikan  pada  sekolah.  Penilaian  yang  berkelanjutan  berarti melakukan  pengamatan  secara  terus  menerus  tentang  sesuatu  yang  diketahui, dipahami,  dan  dapat  dikerjakan  oleh  peserta  didik.  Dalam  setting  pendidikan  inklusif sistem  penilaian  sekolah  diharapkan  dengan  penilaian  yang  fleksibel.  Sistem  penilaian disesuaikan  dengan  kemampuan  semua  anak  termasuk  anak  berkebutuhan  khusus. Penilaian  fleksibel  yang  dapat  diterapkan   melalui  dua  model  yaitu  tes  yang  datanya bersifat  kuantitatif  maupun  kualitatif  (portofolio).  Dalam  upaya  pelaksanaan pembelajaran  yang  ramah  bagi  semua  anak  penilaian  dapat  dilaksanakan  dengan memperhatikan kondisi dan perbedaan-perbedaan individual.
D.    Sertifikasi Peserta Didik di Sekolah Inklusif
1.      Arti Sertifikasi Secara Umum
Sertifikasi profesional, kadang hanya disebut dengan sertifikasi atau kualifikasi saja, adalah suatu penetapan yang diberikan oleh suatu organisasi profesional terhadap seseorang untuk menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik. Sertifikasi biasanya harus diperbaharui secara berkala, atau dapat pula hanya berlaku untuk suatu periode tertentu. Sebagai bagian dari pembaharuan sertifikasi, umumnya diterapkan bahwa seorang individu harus menunjukkan bukti pelaksanaanpendidikan berkelanjutan atau memperoleh nilai CEU (continuing education unit).

2.      Definisi dan Tujuan Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah salah satu program yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah hampir selama 7 tahun. Sertifikasi menjadi salah satu hal yang diidam-idamkan oleh guru. Semua guru pasti menginginkan yang namanya sertifikasi. Termasuk juga penulis. Bagi guru yang sudah bersertifikat pendidik atau sertifikasi nanti akan mendapatkan yang namanya tunjangan profesi guru atau tunjangan sertifikasi. Besarnya sama dengan gaji pokok. Hal itulah yang menjadikan sertifikasi begitu diidam-idamkan oleh banyak guru. Tapi sebenarnya apa sih tujuan dari program sertifikasi yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah? Apa benar tujuan dari program sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi guru? Jawabanya adalah BUKAN. Kalau mau jujur, sebenarnya pemerintah mengadakan program sertifikasi guru tujuanya bukan itu. Sampai saat ini yang namanya sertifikasi guru memang belum terbukti ampuh dalam meningkatkan kualitas dan kompetensi guru. Sertifikasi sebenarnya ditujukan untuk membuat guru lebih semangat lagi dalam menjalankan tugasnya. Kalau guru sudah semangat dalam menjalankan tugasnya Insya Allah nanti hasil kerjanya juga baik. Selain membuat guru lebih semangat, tunjangan sertifikasi juga sudah pasti akan membuat kehidupan guru menjadi lebih sejahtera. Guru kan juga perlu makan. Dengan adanya tunjangan sertifikasi ini sangat membantu kondisi ekonomi guru menjadi lebih baik lagi. Yang guru harapkan dari program sertifikasi guru ya cuma itu. Mereka ingin hidup lebih sejahtera. Tidak perlu munafik. Itu semua halal kok. Asal kerjanya bener. Dan pemerintah juga pasti bayar. Jadi sertifikasi itu belum tentu akan meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, tapi sudah pasti ia akan meningkatkan semangat guru. Dan harapan kita semua, jika guru semangat dalam menjalankan tugasnya maka hasil kerjanya juga baik


Pelatihan Guru Inklusif: Tingkatkan Kualitas Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Melihat perkembangan jumlah sekolah inklusif yang semakin meningkat, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok bekerjasama dengan PT. Matahari Edukasi Indonesia mengadakan pelatihan guru inklusif, Rabu (30/10) di SMA Negeri 1, Depok.
Khusus di wilayah Depok sendiri, terdata 80 sekolah inklusif pada semua jenjang, baik itu TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Dengan melihat perkembangan itulah, Disdik merasa perlu untuk mengadakan pelatihan ini, demi menunjang pelayanan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Selain itu, sebagian besar sekolah yang ada di Depok pun belum memiliki guru yang mempunyai latar belakang pendidikan luar biasa.
Diikuti oleh 80 guru dari berbagai sekolah, pelatihan ini diisi oleh materi mengenai “Menjadi Manusia Berkarakter Holistik” yang dipimpin oleh Maghfiroh Yenny. Materi tersebut dimulai dengan penjelasan tentang bagaimana membentuk diri kita menjadi pribadi yang bersikap dan berprilaku menyeluruh, sempurna dan utuh dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat, dimulai dari mengenali siapa diri kita sebenarnya.
“Dengan mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya dan fungsi atau peranan kita, maka kita akan mengetahui siapa orang lain dan bagaimana memperlakukannya,” jelas Maghfiroh.
Materi selanjutnya dijelaskan mengenai hubungan antara karakter holistik dan pendidikan. Pada materi ini guru diminta untuk memahami bahwa setiap anak adalah cerdas, kepribadian tiap anak unik, tipe belajar setiap anak sifatnya personal, setiap anak memiliki empat bagian otak, ada yang dominan dan ada yang equal, lalu sesuaikan cara memperlakukan anak dengan tahap perkembangan anak.
“Diharapkan, dengan materi yang saya berikan ini, para guru dapat lebih mengerti dan memahami karakter anak didiknya, terlebih Anak Berkebutuhan Khusus,” tandasnya.















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sekolah inklusi pada dasarnya merangkul semua siswa dengan berbagai latar belakang dan kondisi dalam satu sistem sekolah dan mencoba untuk menemukan dan mengembangkan potensi siswa yang majemuk tersebut. Pengembangan potensi siswa ini tidak hanya diterapkan kepada siswa ABK saja tetapi juga siswa yang lain yang bukan ABK. Karena pada dasarnya setiap siswa memiliki potensi, namun terkadang pihak sekolah kurang jeli melihat potensi tiap-tiap siswa dan tidak ada progam tertentu untuk dapat mengembangkan potensi setiap siswa. Inilah potret pendidikan kita saat ini yang masih melihat peserta didik dengan satu kaca mata yaitu memandang bahwa semua anak adalah sama. Padahal, setiap anak terlahir dengan fitrahnya masing-masing. Artinya, setiap anak harus diberi ruang dan hak untuk berkembang sesuai dengan kapasitas dan bakat yang dibawanya.

B.     Saran
1.      Perlunya mengadaan sosialisai pendidikan inklusif secara meluas dari kalangan akademik hingga masyarakat luas. Sehingga mereka memahami secara jelas tentang pendidikan inklusif. Hal ini dapat ditempuh dengan cara seminar atau workshop.
2.      Perlunya peran masyarakat luas untuk dapat merealisasikan pendidikan inklusif yang ideal.
3.      Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda. Sehingga harus ada komunikasi yang baik untuk menciptakan sekolah inklusif yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar