BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum merupakan komponen yang tidak bisa
terlepas dari peran sekolah untuk mencapai suatu tujuan yang berguna bagi
peserta didik. Secara singkat kurikulum adalah suatu perangkat yang menunjang
bahan ajar pada mata pelajaran di sekolah. Namun,Pengertian
Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
Adapun peran lain dari kurikulum, sebagai pedoman bagi para guru untuk
mengukur ketercapaian tujuan dari proses pembelajaran yang telah ditempuh oleh
peserta didik. Oleh sebab itu kami membahas permasalahan mengenai kurikulum ini
untuk mengetahui dan memahami tentang permasalahan kurikulum serta memberi
wawasan baru untuk menjadi bekal dimasa depan untuk masuk dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2.
Apa Jenis kurikulum untuk pendidikan inklusif?
3.
Apa tujuan kurikulum untuk pendidikan inklusif?
4.
Apa model kurikulum untuk pendidikan inklusif?
5.
Bagaimana model pendidikan inklusif?
1
C. Tujuan
Adapun
tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari penyusunan makalah ini ialah
antara lain :
1. Mahasiswa
dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan kurikulum pendidikan
inklusif.
2.
Mahasiswa dapat mengetahui jenis
kurikulum untuk pendidikan inklusif.
3.
Mahasiswa dapat mengetahui tujuan kurikulum.
4.
Mahasiswa dapat mengetahui model kurikulum untuk
pendidikan inklusif serta dapat memahaminya.
5.
Mahasiswa dapat mengetahui model pendidikan inklusif
serta dapat memahaminya.
D. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode kepustakaan.
Metode ini tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan. Tapi dapat pula dilakukan
dengan mencari materi dengan menggunakan akses internet. Penulis menggunakan
metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah
untuk mencari bahan dan data-data tentang topik ataupun materi yang penulis
gunakan untuk makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi,
istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani,
yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari
garis start sampai garis finish.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj
yang berarti jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.
Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi
sejumlah mata pelajaran (subject)
yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran
untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Dengan kata lain, kurikulum
dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akir dari
suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Dari pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu
(1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan
utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap
praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran
yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan
menentukan.
Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut
dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah
mengikuti suatu tes atau ujian. Sedangkan, kurikulum itu
3
pendidikan (manhaj
al-dirasah) dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan
dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan.
Pengertian kurikulum seperti yang disebutkan di atas dianggap pengertian
yang sempit atau sangat sederhana. Sedangkan pengertian kurikulum secara luas
itu tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup
semua pengalaman belajar (learning
experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya.
Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup
juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar siswa.
Setelah dipaparkan pengertian kurikulum secara etimologi, akan disebutkan
pengertian secara terminologi atau biasa disebut dengan pengertian secara
istilah. Pengertian kurikulum menurut para ahli inilah pengertian kurikulum
secara terminologi. Ada banyak sekali para ahli yang berpendapat mengenai
pengertian kurikulum, diantaranya yaitu :
1. Pengertian
Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran
yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Pengertian
Kurikulum Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh
yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil
pembelajaran yang sudah ditentukan.
3. Pengertian
Kurikulum Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua pengalaman
yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah.
4. Pengertian
Kurikulum Menurut Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis
yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui
berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Pengertian
Kurikulum Menurut Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus
ataupun urutan pelajaran yang sistematik.
6. Pengertian
Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
B. Jenis
Kurikulum Pendidikan Inklusif
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada
dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun
demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus
sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat,
maka dalam implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi
(penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang kurikulum
di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru
kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog, dan
ahli lain yang terkait.
Dasar Pengembangan Kurikulum untuk
melakukan modifikasi dan pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus
mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun
perundang-undangan yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi
kurikulum dalam program inklusif, antara lain sebagai berikut.
1. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
khususnya :
a)
Pasal 5 ayat (1) :
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
b)
Pasal 5 ayat (2) :
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
c)
Pasal 5 ayat (3) :
warganegara di daerah terpencil atau terbelakang, serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
d)
Pasal 5 ayat (4) :
warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.
e)
Pasal 6 ayat (1)
setiap warganegara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.
f)
Pasal 12 ayat (1.b) :
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
g)
Pasal 36 ayat (1) :
pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
h)
Pasal 36 ayat (2) :
kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, serta peserta
didik.
i)
Penjelasan Pasal 15 :
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusiff atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
2. Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, khususnya:
a)
Pasal 1 ayat (13) :
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
b)
Pasal 1 ayat (15) :
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
c)
Pasal 17 ayat (1) :
Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB,
SMK/MAK/ atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat,
dan peserta didik.
d)
Pasal 17 ayat (2) :
sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi Dinas
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA,
dan SMK dan Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk
MI, MTs, MA, dan MAK.
3. Peraturan Mendiknas No. 22/2006 tanggal 23 Mei 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Peraturan Mendiknas No. 23/2006 tanggal 23 Mei 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Peraturan Mendiknas No. 24/2006 tanggal 2 Juni 2006
tentang Pelaksanaan Peraturan Mendiknas No. 22/2006 dan No. 23/2006.
C. Tujuan Pengembangan Kurikulum
1. Membantu
peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang
dialami siswa semaksimal mungkin dalam setting inklusi.
2. Membantu
guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik
berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah, di luar sekolah
maupun di rumah.
3. Menjadi
pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan
menyempurnakan program pendidikan inklusif.
D.
Model
Kurikulum Pendidikan Inklusif
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) perlu
memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Hal ini dikarenakan mengingat
mereka memiliki hambatan internal antara lain fisik, kognitif dan sosial emosional.
Pendidikan bagi anak tersebut dapat di lakukan baik dalam system segregatif di
sekolah luar biasa (SLB) maupun system inklusif pada sekolah umum atau regular
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif.
Kategori ABK disini adalah peserta didik
yang mengalami hambatan visual impairments, hearing impairment, mental
retardation, physical and health disabilities, communication disorders, slow
learner, learning disabilities, gifted and talented, ADHD, autis dan multiply
handicapped.
Pendidikan
inklusif memiliki ciri-ciri antara lain:
1.
ABK belajar bersama-sama dengan anak
rata-rata lainnya
2.
Setiap anak memperoleh layanan
pendidikan yang layak, menantang dan bermutu
3.
Setiap anak memperoleh layanan
pendidikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya
4.
Sistem pendidikan menyesuaikan dengan
kondisi anak.
Pendidikan
inklusif memiliki keuntungan antara lain:
1. Dapat
memenuhi hak pendidikan bagi semua orang (education for all);
2. Mendukung
proses wajib belajar;
3. Pembelajaran
emosi-sosial bagi ABK;
4. Pembelajaran
emosi-sosial-spiritual bagi anak rerata lainnya;
5. Pendidikan
ABK lebih efisien.
Dalam pembelajaran inklusif, model
kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan menjadi empat, yakni:
a. Duplikasi
Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang
tingkat kesulitannya sama dengan siswa rata-rata atau regular. Model kurikulum
ini cocok untuk peserta didik tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan
tunalaras. Alasannya peserta didik tersebut tidak mengalami hambatan
intelegensi. Namun demikian perlu memodifikasi proses, yakni peserta didik
tunanetra menggunkan huruf Braille, dan tunarungu wicara menggunakan bahasa
isyarat dalam penyampaiannya.
b. Modifikasi
Kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK. Modifikasi
kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita dan modifikasi
kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and talented.
c. Substitusi
Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak
rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum
ini untuk ABK dengan melihat situasi dan kondisinya.
d. Omisi
Kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk
mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi ABK
untuk dapat berfikir setara dengan anak rata-rata.
E.
Model
Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif pada dasarnya
memiliki dua model. Pertama yaitu model inklusi penuh (full
inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk
menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler.Kedua yaitu model
inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan
peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung
di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan
bantuan guru pendamping khusus.
Model lain misalnya dikemukakan
oleh Brent Hardin dan Marie Hardin. Brent dan
Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka sebut inklusif
terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal
dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model
ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik
berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik normal.
Model inklusif terbalik agaknya menjadi
model yang kurang lazim dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik
berkebutuhan khusus sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari
peserta didik normal. Dengan pengandaian demikian seolah sekolah untuk anak
berkebutuhan khusus secara kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta
didik normal, atau bisa juga tidak. Model pendidikan inklusif seperti apapun
tampaknya tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep dasar
pendidikan inklusif.
Model pendidikan inklusif yang
diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model pendidikan inklusif moderat.
Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud yaitu:Pendidikan inklusif yang
memadukan antara terpadu dan inklusi penuh. Model moderat ini dikenal dengan
model mainstreaming.
Model pendidikan mainstreaming merupakan
model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah
Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus
digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.
Filosofinya tetap pendidikan inklusif,
tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif
layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus
dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:
1. Bentuk
kelas reguler penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama
anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum
yang sama.
2. Bentuk
kelas reguler dengan cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Bentuk
kelas reguler dengan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik
dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Bentuk
kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar
bersama dengan guru pembimbing khusus.
5. Bentuk
kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di
kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat
belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Bentuk
kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkebutuhan khusus belajar di
dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Dengan demikian, pendidikan inklusif
seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus
berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi
penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di
kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat.
Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin
akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi
lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak
memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah
khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).
1. Model
kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi tiga, yaitu :
a) Model
kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan
lainnya di dalam kelas yang sama.
b) Model
kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh
guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan
lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
c) Model
kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang
dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan
khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.Kurikulum
PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program (IEP)
merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep
pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya
penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka
PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M.
Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan
unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka
pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut
akan ditentukan.
2. Perbedaan
Perbedaan dari ketiganya sudah nampak
pada pengertiannya, yakni:Model kurikulum regular penuh, Peserta didik yang
berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler ,sama seperti teman-teman
lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan
kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajar.
Model kurikulum regular dengan
modifikasi, kurikulum regular dimodifikasi oleh guru dengan mengacu pada
kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.Model kurikulum PPI, kurikulum
disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang melibatkan berbagai pihak. Guru
mempersiapkan Program Pembelajaran Individual (PPI) yang dikembangkan bersama
tim pengembang Kurikulum Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak
memungkinkan mengikuti kurikulum reguler.
3. Keunggulan
dan kelemahan
a) Model
kurikulum regular penuh
Keunggulan:Peserta
didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
(Freiberg, 1995)
Kelemahan:Peserta
didik berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan
kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu kondisi ini dapat menyulitkan
mereka. Misalnya saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran menggambar. Karena
memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa disability tidak bisa
menggambar. Tapi karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ketat,
tidak fleksibel, tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa disability untuk
melakukan adaptasi atau subsitusi untuk mata pelajaran menggambar tersebut.
b) Model
kurikulum regular dengan modifikasi
Keunggulan:Peserta
didik berkebutuhan khusus dapat diberi pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Kelemahannya:Tidak
semua guru di sekolah regular paham tentang ABK. Untuk itu perlu adanya
sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.
c) Model
kurikulum PPI
Keunggulan:Peserta
didik mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
Kelemahan:Guru
kesulitan dalam menyusun IEP dan sangat membutuhkan waktu yang banyak.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan rancangan pembelajaran yang
berguna sebagai pedoman ketercapaian guru terhadap tujuan yang telah ditentukan
lewat proses belajar mengajar. Adapun jenis
kurikulum yang digunakan adalah kurikulum reguler yang harus disesuaikan pada
program pembelajaran, dikarenakan pada anak
berkebutuhan khusus memiliki hambatan yang cukup variatif.
Proses pengembangan kurikulum dari
reguler, sangatlah berguna membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan
mengatasi hambatan belajar yang dialami siswa semaksimal mungkin dalam latar inklusi.Pembelajaran inklusif
menekankan pada siswa, agar memiliki kesempatan yang sama dengan siswa non
inklusif.
B. Saran
Guru yang
mengajarkan siswa pada sekolah inklusif, haruslah guru yang memiliki
keterampilan komunikasi dengan siswa nya. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh
seorang guru yang kelak mengajar di sekolah inklusif adalah guru yang kreatif
dalam mengembangkan materi dari kurikulum reguler tersebut, khususnya untuk
anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Sebaiknya dalam
pengelolaan kurikulum untuk siswa yang berkebutuhan khusus, dikelola dengan
lebih baik. Misalnya pemerintah yang fokus terhadap dunia pendidikan, membuat
petunjuk atau berupa soal yang dikhusukan untuk siswa yang berkebutuhan khusus
guna membantuk para guru pembimbing.
15
DAFTAR
PUSTAKA
Suci,
R.(2012). Pedoman Umum
Inklusif. [Online]. Tersedia : http://succiraye.blogspot.com/2012/12/pedoman-umum-pendidikan-inklusif.html. [18 September 2014].
-------. (2013) Pengertian
kurikulum menurut psrs ahli. [Online]. Tersedia : http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para-ahli.html. [18 Sepetember 2014].
Sumarsih. 2010). Materi Kakubuteks Akuntansi. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dra.%20Sumarsih,%20M.Pd./Materi%20Kakubuteks%20Akuntansi.pdf . [18 September 2014)
bagus broooo
BalasHapusKereen
BalasHapus