Selasa, 01 November 2016

PENDIDIKAN DALAM LINGKUNGAN KEBUDAYAAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepada anak-cucu mereka; melainkan dapat pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya.
Berbagai pengalaman makhluk manusia dalam rangka kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan kepada generasi berikutnya oleh indiividu lain. Berbagai gagasannya dapat dikomunikasikannya kepada orang lain karena ia mampu mengembangkan gagasan-gagasannya itu dalam bentuk lambang-lambang vokal berupa bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi riang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan yang diselenggarakan melalui-meskipun tidak hanya terbatas pada-sistem persekolahan semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi kebudayaan (lihat artikel Media Indonesia, 9/11/2009). Dalam hal ini, pendidikan merupakan medium transformasi nilai-nilai budaya, penguatan ikatan-ikatan sosial antarwarga masyarakat, dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk mengukuhkan peradaban umat manusia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Pendidikan?
2.      Apakah makna dari pendidikan?
3.      Apakah pengertian Budaya?
4.      Apakah arti dari Kebudayaan?
5.      Bagaimana pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan?
6.      Bagaimana Peran Pendidikan dalam Proses Pewarisan Kebudayaan?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan.
2.      Untuk mengetahui makna dari pendidikan.
3.      Untuk mengetahui pengertian budaya.
4.      Untuk mengetahui arti dari kebudayaan.
5.      Untuk mengetahui pendidikan dalam lingkup kebudayaan.
6.      Untuk mengetahui peran pendidikan dalam proses pewarisan kebudayaan.

D.    Sistematika Penulisan
HALAMAN JUDUL
HALAMAN KATA PENGANTAR
HALAMAN DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Berisi tentang latarbelakang pembuatan makalah mengenai konsep pendidikan inklusif
B.   TUJUAN PENULISAN
Berisi tentang tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah
C.   RUMUSAN MASALAH
Berisi tentang rumusan-rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah
BAB II : PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan dan teori yang sudah pernah dibahas oleh para ahli yang berkaitan dengan tema makalah mengenai Pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan.
BAB III : PENUTUP
A.  SIMPULAN
Berisi tentang  simpulan akhir dari pembahasan yang sudah dibuat. Penulisan kesimpulan singkat dan jelas, tidak panjang seperti pembahasan.
B.   SARAN
Berisi saran dari penulis untuk para pembaca dan mengenai pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi seluruh sumber yang digunakan dalam pembuatan makalah.
LAMPIRAN
Berisi penambahan dan pertanyaan mengenai materi yang telah disampaikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan
Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
      
B.     Makna Pendidikan
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Menurut pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik.
Definisi di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya kebahagian lahir dan batin.

C.    Pengertian Budaya
a.    Menurut Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113)
Kebudayaaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
b.    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kebudayaan adalah sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia.
c.    Menurut Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.
d.   Menurut E.B. Taylor
Kebudayaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
e.    Menurut Linton
Kebudayaan adalah keseluruhan daripengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
f.     Menurut Kluckhohn dan Kelly
Kebudayaanadalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Jadi, budaya bangsa adalah suatu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu bangsa dan diwariskan dari generasi ke generasi.

D.    Arti Kebudayaan
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan yang luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture). Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat, sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).

E.     Pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya. Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.
1.    Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan.
Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia. Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula psikologi aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana pribadi itu hidup
 John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.
a.       Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
b.      Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.
c.       Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.
d.      Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para pakar aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut.
a.       Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
b.      Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
c.       Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.
d.      Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
e.       Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang. Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
f.       Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan. Learning is agoal teaching behavior.
g.      Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.
h.      Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.
2.    Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan.
Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian, kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Untuk membuktikan hal tersebut marilah kita lihat variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat (1991).
 Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang ditransmisi, (2) proses transmisi, dan (3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi? Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut.
Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berarti bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.
Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal akan dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.
3.    Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Manusia atau pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
a.       Unsur-unsur yang ditransmisi.
b.      Proses transmisi.
c.       Cara transmisi.
Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:
1)      Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
2)      Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta peranan yang diperlukan dalam dunia pergaulan.
3)      Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah actor dan manipulator dalam kebudayaannya. Cara mentransmisikannya yaitu dengan 2 bentuk yaitu:
a)      Peran-serta
Cara transmisi dengan peran serta antara lain dengan perbandingan. Demikian pula peran serta dapat berwujud ikut serta dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.
b)      Bimbingan
Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.Dalam pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang sekuler.

F.     Peran Pendidikan dalam Proses Pewarisan Kebudayaan
Pendidikan bertujuan untuk membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai mahluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Sekolah atau pendidikan formal adalah salah satu sarana atau media dari proses pembudayaan media lainnya (keluarga dan institusi lainnya yang ada dalam masyarakat). Hartoko Dalam konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk memanusiakan manusia (Dick).
Fungsi pendidikan budaya adalah:
1.    Memperkenalkan, memelihara dan mengembangkan unsur- unsur budaya;
2.    Pengembangan: Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya bangsa;
3.    Perbaikan: Memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
4.    Penyaring: Untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
5.    Menumbuhkembangkan semangat kebudaya bangsa
Tujuan pendidikan budaya adalah:  
1.              Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2.              Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
3.              Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4.              Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5.              Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
  Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.
1.                          Agama: Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.                          Pancasila: Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilainilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3.                          Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4.                          Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya bangsa sebagai berikut ini.
1.              Nilai Religius yaitu Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.              Nilai Jujur yaitu Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.              Nilai Toleransi yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.              Nilai Disiplin yaitu Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
5.              Nilai Kerja yaitu Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6.              Nilai Mandiri yaitu Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
7.              Nilai Demokratis yaitu Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
8.              Nilai Rasa Ingin Tahu yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
9.                 Nilai Semangat Kebangsaan yaitu Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
10.             Nilai Cinta Tanah Air yaitu Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa
11.             Nilai Menghargai Prestasi yaitu Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain
12.          Nilai Bersahabat/Komuniktif yaitu Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
13.          Nilai Cinta Damai yaitu Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
14.          Nilai Gemar Membaca yaitu Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya
15.          Nilai Peduli Lingkungan yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
16.          Nilai Peduli Sosial yaitu Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
17.          Nilai Tanggung-jawab yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan
Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113) menjelaskan bahwa kebudayaaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Pendidikan dan Kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan :
1.      Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
2.      Penerusan Kebudayaan
3.      Transmisi Kebudayaan
Peran pendidikan adalah sebagai transfer nilai-nilai budaya atau sebagai cara yang paling efektif dalam mentrasnfer nilai-nilai budaya adalah dengan cara proses pendidikan, karena keduanya sangat erat hubungannya. Kebudayaan dengan pendidikan sangat erat sekali keduanya saling berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan karena saling dan membutuhkan antara satu sama lainnya.
B.     Saran
Dengan adanya pendidikan dalam lingkup kebudayaan ini diharapkan dapat membantu dan memotivasi orang untuk terus belajar mengenai kepribadian dalam proses kebudayaan dan akan berusaha menciptakan penerus-penerus yang sangat mencintai serta melestarikan kebudayaan yang telah bangsa kita miliki.




DAFTAR PUSTAKA
Fauzan. 2009. Landasan Sosial Budaya Sosial Budaya Pendidikan. [Online]. Tersedia : http://defauzan.wordpress.com. [ 11 September 2014].
Arifin, H. M. 2003.  Ilmu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Toha. 2009. Dampak Perubahan Sosial Masyarakat. [Online].                     Tersedia : http://tohacenter.blogspot.com/2009/09/dampak-perubahan-sosial-masyarakat.html. [11 September 2014].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar