BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai
pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga
mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat. Dan untuk itu perlu adanya pengembangan pembelajaran berbasis
karakter guna menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Untuk itu penulis menulis makalah yang berkaitan dengan pengembangan
pembelajaran berbasis karakter dan strategi pembelajaranya.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang tersebut, kami merumuskan beberapa masalah, diantaranya :
1.
Bagaimana
cara membangun pembelajaran berbasis karakter ?
2.
Apa
saja strategi mengembangkan pembelajaran berbasis karakter ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
cara
membangun pembelajaran berbasis karakter
2.
Utuk mengetahui strategi mengembangkan pembelajaran
berbasis karakter
D.
Sistematika Penulisan
Pada Bab I Pendahuluan,
menguraikan mengenai latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah dan
sistematika penulisan dari isi makalah kami.
Pada Bab II Pembahasan,
menguraikan mengenai bagaimana cara membangun pembelajaran berbasis karakter, dan menguraikan
strategi apa yang bisa digunakan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis
karakter.
Pada Bab III Penutup,
menguraikan menngenai kesimpulan dan saran untuk melengkapi makalah kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Membangun
Pembelajaran
Berbasis
Karakter
Pelaksanaan kurikulum berbasis karakter di dalam proses
pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan
diuraikan lebih detail berikut ini.
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan
yang mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus
berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter.
Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang
secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu
dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk
membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang
bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang
ditargetkan dalam proses pembelajaran.
Secara praktis
pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah
dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di
sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang
paling kanan. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak
diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya
terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi
dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui
kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian,
diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap karakter yang
hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, karena akan
menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam proses
pembelajaran.
Sebagaimana
langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan
karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara
merevisi RPP yang telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkah-langkah:
·
Rumusan tujuan pembelajaran
direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi hingga
satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan
kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif (karakter), dan (2) ditambah
tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter.
·
Pendekatan/metode pembelajaran diubah
(disesuaikan) agar pendekatan/metode yang dipilih selain memfasilitasi peserta
didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga
mengembangkan karakter.
·
Langkah-langkah pembelajaran juga
direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap
pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau ditambah agar
sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi
peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan
mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif
Learning), dan pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk mengembangkan karakter
peserta didik.
·
Bagian penilaian direvisi. Revisi
dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang
telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan
teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan
karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui
perkembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja, penilaian antar
teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai karakter sebaiknya tidak dinyatakan
secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif, misalnya:
a.
BT: Belum Terlihat,apabila peserta didik
belum memperlihatkan tanda-tandaawal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam
indikator.
b.
MT: Mulai Terlihat,apabila peserta didik
sudah mulai memperlihatkan adanya
tandatandaperilaku/karakter yang dinyatakan
dalam indikator tetapi belum konsisten.
c.
MB: Mulai Berkembang,apabila peserta
didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam
indikator dan mulai konsisten.
d.
MK: Menjadi Kebiasaan atau membudaya,
apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter
yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten
(Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Bahan ajar disiapkan. Bahan ajar yang biasanya diambil
dari buku ajar (buku teks) perlu disiapkan dengan merevisi atau
menambah nilai-nilai karakter ke dalam pembahasan materi
yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama ini meskipun telah
memenuhi sejumlah kriteria kelayakan buku ajar, yaitu
kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan grafika,
akan tetapi materinya masih belum secara memadai
mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar
mengikuti atau melaksanakan embelajaran dengan berpatokan pada kegiatan
kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan
karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan
dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan
karakter, bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin
dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang
sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya adalah dengan mengadaptasi
atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar yang dipakai. Selain itu,
adaptasi dapat dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dari tahapan
kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dipilih dan
dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang
ditargetkan.
a.
Pendahuluan
Berdasarkan
Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
1) menyiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
2) mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
3) menjelaskan
tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
4) menyampaikan
cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan
untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan membantu
internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini. Berikut adalah
beberapa contoh.
a)
Guru datang tepat waktu (contoh nilai
yang ditanamkan: disiplin).
b)
Guru mengucapkan salam dengan ramah
kepada siswa ketika
memasuki
ruang kelas (contoh nilai yang
ditanamkan: santun,
peduli)
c)
Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh
nilai yang
ditanamkan:
religius)
d)
Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai
yang ditanamkan:
disiplin,
rajin)
e)
Mendoakan siswa yang tidak hadir karena
sakit atau karena
halangan
lainnya (contoh nilai yang
ditanamkan: religius, peduli)
f)
Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai
yangditanamkan: disiplin)
g)
Menegur siswa yang terlambat dengan
sopan (contoh nilai
yang
ditanamkan:disiplin, santun, peduli)
h)
Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan
karakter
i)
Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar,
menyampaikan
butirkarakter yang
hendak dikembangkan selain
yang terkait dengan SK/KD.
b.
Inti
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti
pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi
peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan
mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pada tahap elaborasi, peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan
kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan
sikap peserta didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik
memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses pembelajaran pada tahap
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial dapat membantu siswa
menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar Proses.
a). Eksplorasi
1)
Melibatkan peserta didik mencari
informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan
menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber
(contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2)
Menggunakan beragam pendekatan
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang
ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3)
Memfasilitasi terjadinya interaksi
antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling
menghargai, peduli lingkungan)
4)
Melibatkan peserta didik secara aktif
dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya
diri, mandiri)
5)
Memfasilitasi peserta didik melakukan
percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan:
mandiri, kerjasama, kerja keras)
b)
Elaborasi
1)
Membiasakan peserta didik membaca dan
menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai
yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2)
Memfasilitasi peserta didik melalui
pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik
secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya
diri, kritis, saling menghargai, santun)
3)
Memberi kesempatan untuk berpikir,
menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh
nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4)
Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling
menghargai, tanggung jawab)
5)
Memfasilitasi peserta didik berkompetisi
secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan:
jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6)
Memfasilitasi peserta didik membuat
laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab,
percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
7)
Memfasilitasi peserta didik untuk
menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang
ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
8)
Memfasilitasi peserta didik melakukan
pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang
ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
9)
Memfasilitasi peserta didik melakukan
kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik
(contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri,
kerjasama)
c)
Konfirmasi
1)
Memberikan umpan balik positif dan
penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai,
percaya diri, santun, kritis, logis)
2)
Memberikan konfirmasi terhadap hasil
eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai
yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3)
Memfasilitasi peserta didik melakukan
refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai
yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
4)
Memfasilitasi peserta didik untuk lebih
jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain
dengan guru:
·
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator
dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli,
santun);
·
membantu menyelesaikan masalah (contoh
nilai yang ditanamkan: peduli);
·
memberi acuan agar peserta didik dapat
melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis);
·
memberi informasi untuk bereksplorasi
lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
·
memberikan motivasi kepada peserta didik
yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan:
peduli, percaya diri).
c.
Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
1)
Bersama-sama dengan peserta didik
dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang
ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis);
2)
Melakukan penilaian dan/atau refleksi
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
(contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan);
3)
Memberikan umpan balik terhadap proses
dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai,
percaya diri, santun, kritis, logis);
4)
Merencanakan kegiatan tindak lanjut
dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil
belajar peserta didik; dan
5)
Menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal lain yang perlu dilakukan oleh guru untuk mendorong
dipraktikkannya nilai-nilai diantaranya :
Pertama, guru harus
merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur
kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai
karakter yang hendak ditanamkannya.
Kedua, pemberian
reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian
punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak
dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal
dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan
peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik
bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.
Ketiga, harus
dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab
pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada
kebiasaan diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa secara serempak saat ada teman
mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang
berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuhkembangkan sikap
bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan
sebagainya.
3. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi atau penilaian merupakan
bagian yang sangat penting dalam proses
pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik
dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik,
tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya.
Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian
afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya.
Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benardan objektif, guru harus
memahami prinsipprinsip penilaian yang benar sesuai
dengan standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh
para ahli penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar
Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru
dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Dalam standar ini banyak teknik dan bentuk penilaian
yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termauk dalam penilaian karakter.
Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang
dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaianyang subjektif,
baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun
instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala Likert)
B. Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Karakter
1. Strategi Peningkatan Tahap Perkembangan Moral
a. Konsep Strategi Pembelajaran Karakter
Strategi Pembelajaran karakter pada dasarnya adalah
merupakan cara, pola, metode, atau upaya yang dilakukan oleh pendidik
(fasilitator) dengan cara memberi kemudahan-kemudahan agar peserta didik mudah
belajar, dan dalam konteks pendidikan karakter, pemberian kemudahan tersebut
dalam kerangka untuk mengembangkan karakter baik, atau agar peserta didik dapat
mengembangkan karakter baiknya sendiri.
Pilihan strategi pada
pembelajaran karakter, sangat tergantung pada pendekatan pendidikan karakter
yang mana yang dikembangkan.Ketika sebuah lembaga pendidikan cenderung memilih
pendekatan kognitivistik maka strategi pembelajarannya cenderung kognitivistik,
ketika pendekatan behavioristik yang dipilih maka strateginya cenderung
berorientasi pada behavioristik, dan ketika memilih pendekatan komprehenship
maka cenderung menggunakan komprehenship pula, dimana berbagai pendekatan dapat
dipakai secara saling melengkapi.
Berikut ini disajikan, pertama,
strategi yang berorientasi pada pendekatan kognitif, dimana pembelajaran
diarahkan pada peningkatan perkembangan moral peserta didik, pembelajaran
diarahkan dalam kerangka meningkatkan pertimbangan moral peserta didik; kedua,
strategi yang berorientasi pada pendekatan komprehenship.Pendekatan kognitif
ini diperkenalkan oleh Kohlberg.
1). Strategi yang Berorientasi pada Perkembangan
Moral (Moral Cognitive Development)
Strategi ini dikembangkan
berangkat dari sebuah teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Piaget dan
Kohlberg.Piaget dan Kohlberg, 1975, melakukan studi yang lama tentang mencuri,
berbohong, dan curang. Kesimpula studinya adalah: (1) tidak ada korelasi antara
pendidikan budi pekerti dengan tingkah laku yang sebenarnya; (2) tingkah laku
moral seseorang tidak konsisten dari satu situasi ke situasi lainseseorang yang
pada saat tertentu tidak berbuat curang dapat saja pada saat yang lain berbuat
curang; (3) kecurangan biasanya tersebar secara merata.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pendidikan budi pekerti yang diajarkan dengan member contoh, menasehati,
memberi hadiah dan hukuman, tidak menghasilkan tingkah laku yang diharapkan.
Perkembangan moral itu, menurut Piaget dan Kohlberg (1975) bukanlah suatu
proses menanamkan macam-macam peraturan dan sifat-sifat baik tetapi suatu
proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif yang sangat ditentukan oleh
perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan social.
Piaget mengadakan penyelidikan
selama lebih 50 tahun tentang asal usul dan perkembangan struktur kognitif dan
pertimbangan moral pada usia-usia permulaan.Pisget menyimpulkan bahwa ada dua
tahapan besar dalam perkembangan moral.Pertama, tahap heteronomy, pada
tahap ini peraturan adalah merupakan hokum yang bersifat suci karena ditetapkan
oleh orang-orang dewasa.Larangan-larangan mencuri, menipu, dan lainnya
dipandangnya sebagai larangan yang dibuat semau-maunya oleh orang dewasa
seperti undang-undang yang dibuat oleh pada dewa.Tahapan ini berangsur-angsur
berkurang, dan digantikan oleh tahap yang, kedua, yaitu tahap otonomi
dimana peraturan-peraturan itu dipandangnya sebagai hasil keputusan yang
harus dihormati karena merupakan hasil kesepakatan bersama.Kemudian
peraturan-peraturan tentang hak milik, larangan menipu, larangan mencuri,
dipandangnya sebagai syarat hubungan-hubungan dalam kelompok.Jika seluruh
moralitas terkandung pada peraturan (norma-norma) dan hakekat seluruh moralitas
harus dicari dalam sikap hormat kepada peraturan, maka pendidikan moral harus
diarahkan sampai pada bagaimana pikiran manusia sampai pada sikap hormat kepada
peraturan.
Kohlberg, mengidentifikasi
adanya enam tahapan perkembangan moral menjadi:
Tingkat Pra-konvensional:
Tahap-1: Orientasi pada hukuman dan kepatuhan,
di mana akibat-akibat fisik menentukan baik buruknya suatu tindakan.
Tahap-2: Orientasi Relativis Instrumental.
Tindakan benar adalah ibarat ala tang dapat memenuhi kebutuhan sendiri, atau
kadang-kadang juga untuk memenuhi kebutuhan orang lain, hubungannya seperti
hubungan orang di pasar bersifat transaksional.
Tingkat Konvensional
Pada tingkatan ini memenuhi harapan-harapan
keluarga, kelompok atau bangsa dianggap sebagai suatu yang berharga bagi
dirinya.Ada sikap ingin menjaga, member perlindungan, dan loyal. Tingkatan ini
terdiri atas dua tahap:
Tahap-3: Orientasi ke kelompok anak baik, atau
anak manis. Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang menyenangkan orang
lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Orang ingin diterima di
lingkungannya dengan sikap manis.
Tahap-4: Orientasi hukum dan ketertiban. Ada
orientasi pada otoritas, peraturan-peraturan yang sudah pasti, dan usaha
memelihara ketertiban social.Tingkah laku yang benar berupa melakukan kewajiban,
hormat kepada otoritas, dan memelihara ketertiban social demi ketertiban.
Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau
Berprinsip.
Pada tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk
mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan,
terlepas dari otoritas kelompok. Tingkatan ini ada dua tahapan:
Tahap-5: Orientasi Kontrak Sosial Legalitas.
Tindakan benar dipahami sebagai hak-hak individual yang umum dan dari segi
patokan-patokan yang sudah di kaji secara kritis dan disetujui oleh
masyarakat.Ada kesadaran bahwa hukum itu harus ditaati tetapi hukum juga dapat
saja diubah.
Tahap-6: Orientasi Azas Etika Universal. Benar
diartikan sebagai keputusan suara hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika
yang dipilih sendiri, dengan berpedoman kepada kekomprehenshifan logis,
universalitas dan konsistensi.
Prinsip-prinsip yang berlaku
pada perkembangan moral (Kohlberg) di atas adalah:
1.
Perkembangan
tahap selalu sama.
2. Dalam
perkembangan tahap, subjek tidak dapat memahami penalaran moral tahap di
atasnya lebih dari satu tahap.
3. Dalam
perkembangan tahap, subjek secara kognitif tertarik pada cara berpikir satu
tahap di atas tahapnya sendiri.
4. Dalam
perkembangan tahap, peraliham dari tahap ke tahap terjadi jika diciptakan
disequilibrium kognitif, yaitu bila pandangan kognitif seseorang tidak mampu
lagi menyelesaikan suatu dilemma moral yang dihadapinya.
Mengacu kepada tingkatan dan
tahapan perkembangan moral di atas, maka Kohlberg menunjukkan cara untuk
meningkatkan tingkatan dan tahapan perkembangan moral seseorang dengan Diskusi
Dilemma Moral. Diskusi dilemma moral adalah diskusi dengan memanfaatkan bahan
diskusi yang berupa ceritera-ceritera, atau issue-issue yang sangat dilemmatis
(rumit), peserta diskusi/peserta didik diminta untuk menanggapi issue yang
dilemmatis tersebut. Dengan mencermati tanggapan peserta didik tersebut seorang
guru/pendidik dapat menempatkan posisi pandangan peserta didik tersebut ke
dalam tingkatan/tahapan perkembangan moral.Kemudian siswa dilibatkan pada
diskusi berikutnya untuk pencapaian tingkat/tahapan perkembangan moral yang
lebih tinggi.
Dalam satu kelompok diskusi
dilemma moral, sangat dimungkinkan peserta diskusi mempunyai
pandangan-pandangan yang menggambarkan tingkat/tahapan perkembangan yang
bervariasi.Bisa saja tingkat perkembangan moral peserta diskusi
berbeda-beda.Ada yang tinggi, ada pula yang rendah tingkat perkembangan
moralnya. Untuk meningkatkan tingkat perkembangan moral peserta diskusi yang
masih rendah tingkat perkembangan moralnya, maka, peserta diskusi yang tingkat
perkembangan moralnya rendah dilukir/digabungkan dengan peserta diskusi yang
tingkat perkembangan moralnya sudah mencapai tingkatan yang lebih tinggi,
tujuannya adalah agar yang tingkat perkembangan moralnya masih rendah dapat terangkat/ditingkatkan
kearah tingkatan/tahapan yang lebih tinggi.
Contoh
Sebagaimana dicontohkan oleh
Kohlberg, teks ceritera erikut ini adalah contoh bahan untuk diskusi dilemma
moral.
Di Eropa, ada seorang wanita
yang mendekati ajalnya karena mengidap kangker. Para dokter berpendapat, hanya
ada satu macam obat yang mungkin dapat menyelamatkannya. Obat itu sejenis
Radium yang ditemukan oleh seorang Apoteker di kota itu belum lama berselang.
Biaya pembuatan obat itu sangat mahal, dan apoteker itu melipatkangandakan
harga obat itu sampai mencapai 10 kali lipat dari biaya pembuatannya.Satu butir
obat yang dibuat dengan biaya 200 dolar dijual 2000 dolar.
Hein suami seorang wanita yang
sakit itu tidak punya uang yang cukup. Setelah pinjam kesana kemari ia hanya
dapat mengumpulkan uang pinjaman 1000 dolar yang hanya mendapat butir obat.
Hein mengatakan kepada Apoteker bahwa isterinya hamper meninggal, dan
memintanya agar harga obat diturunkan, atau, kalau boleh dibayar kemudian.
Apoteker itu berkata, jangan begitu, saya sudah menemukan obat itu dan saya
ingin juga memperoleh keuntungan dari penemuan saya itu. Heins menjadi putus
harapan, dan kemudian menggedor took obat itu dan mencuri obat itu untuk
isterinya.
Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan kepada
peserta didik adalah:
(1) Haruskan Heins mencuri obat itu, mengapa?
(2) Manakah yang lebih buruk, membiarkan
seseorang meninggal atau
mencuri, mengapa?
(3) Apa arti nilai hidup bagi manusia menurutmu?
(4) Apakah ada alas an yang kuat bagi seorang
suami untuk mencuri jika
tidak mencintai istrinya?
(5) Apakah mencuri untuk orang lain sama
benarnya dengan mencuri
dengan orang lain?
(6) Jika Heins tertangkap, haruskah Dia di
penjarakan?
(7) Apabila Ia diadili, apakah hakim harus
menjatuhkan hukuman
kepadanya, mengapa?
(8) Apa tanggung jawab hakim dalam masyarakat
dalam hal ini?
Dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti dicontohkan di atas, maka tingkat perkembangan
moral peserta didik dapat dideteksi, kemudian, diarahkan melalui diskusi yang
lain dalam rangka meningkatkan tingkat perkembangan moralnya.
2) Strategi Pengungkapan Nilai dengan Value
Clarification Techniq (VCT)
Value Clarification Tehnique
(VCT) adalah teknik pengungkapan nilai. Melalui VCT peserta didik dibina
kesadaran emosional nilainya melalui cara yang kritis rasional melalui
pengujian kebenaran, kebaikan, kelayakan, keadilan, dan ketepatannya. Dimuka
sudah dipaparkan bahwa pendidikan karakter, pada dasarnya adalah pendidikan nilai,
nilai-nilai lah yang akan menentukan karakter seseorang. Dalam karangka untuk
mengarahkan pada pencapaian nilai-nilai/tingkatan perkembangan moral yang lebih
tinggi, maka nilai-nilai yang sudah ada pada diri peserta didik untuk diungkap,
dengan terungkapnya niliai-nilai yang ada pada diri peserta didik, maka seorang
pendidik karakter perlu mengetahui nilai-nilai yang ada pada peserta didik
dengan cara mengungkap dan membawanya kearah tingkatan nilai-nilai/perkembangan
moral yang lebih tinggi.
Langkah-langkah VCT
Dalam
melaksanakan VCT, Djahiri (1985) menyatakan bahwa terdapat langkah-langkah
dalam VCT. Langkah-langkah dalam VCT
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Penentuan situasi yang bersifat dilemmatic.
2. Penyajian
situasi (pengalaman belajar) melalui membacakan atau peragaan dengan melibatkan
peserta didik, dengan cara: pengungkapan pokok masalah, identifikasi fakta,
menentukan kesamaan pengertian, dan menentukan masalah utama yang akan
dipecahkan.
3. Penentuan posisi/pendapat melalui: penentuan
pilihan individual, penentuan pilihan kelompok dan kelas, klarifikasi atas
pilihan-pilihan tersebut.
4. Menguji alas an dengan: meminta argumentasi,
memantapkan argument dengan analogi, mengkaji akibat-akibat, dan
kemungkinan-kemungkinan dari kenyataan.
5. Penyimpulan dan pengarahan.
6. Tindak lanjut.
Model Pembelajaran VCT
Model pembelajaran adala pola
yang dianut untuk mendesain pembelajaran; atau, model pembelajaran adalah
langkah-langkah pembelajaran dan perangkatnya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Djahiri (1985) mengidentifikasi model-model
pembelajaran VCT menjadi: (1) model percontohan; (2) model analisis nilai; (3)
VCT dengan menggunakan daftar matrik; (4) VCT dengan klarifikasi nilai dengan
kartu keyakinan; (5) VCT dengan teknik wawancara; (6) VCT dengan teknik
Yurisprudensial; (7) VCT dengan teknik inkuiri dengan pertanyaan acak.
VCT Model Percontohan
Langkah-langkah pembelajaran:
1. Ciptakan situasi dengan Contoh Keadaan yang
memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan pokok bahasan.
2. Pengalaman Belajar
a. Lontarkan situasi melalui
pembacaan oleh guru.
b. Berikan kesempatan kepada peserta didik
berdialog sendiri atau dengan sesame.
c. Lakukan dialog terbimbing dengan
pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan guru secara individu, kemudian
kelompok, dan disusul klasikal.
d. Menentukan argument dan klarifikasi
pendirian, dengan pertanyaan yang bersifat individual, kelompok, dan klasikal.
e. Pembahasan/pembuktian argument dengan
mengembangkan target nilai.
f. Penyimpulan.
Contoh Ceritera
Keadaan (Dikutip dari Djahiri, 1985)
Sebuah Truk bermuatan pasir tadi malam melaju
dengan cepat disebuah jalan desa daerah Depok.Di jalan tersebut, kebetulan
sedang dilaksanakan kenduri besar di rumah Haji Sanusi.Sebuah orkes melayu
kesenangan penduduk sedang hangat membawakan lagu Dangdut kesenangan masyarakat
umum.Penonton melimpah ruah dari segala penjuru daerah sekitar, memadati
halaman dan jalan desa itu.Tiba-tiba, tanpa diketahui penonton, truk yang sarat
bermuatan pasir itu dengan penerangan kecil, melaju dengan kenang.
Sejumlah penonton masih ada yang sempat
menyelamatkan diri, namun sejumlah besar lainnya tidak sempat lagi mengelakkan
diri.Tanpa ampun, diantara para penonton tertabrak, terseret, dan tergilas Truk
Maut itu.Truk it uterus melaju, bahkan mempercepat larinya, karena Sang Sopir
ketakutan.Truk itu baru berhenti di sebuah perkampungan di daerah Cibinong
sekitar 10 km dari tempat kejadian.Sopir dan kernetnya segera melarikan diri.
Setelah diteliti, kurban Truk Maut itu mencapai: 10 orang mati seketika, 12
orang luka berat dan ringan, dan seorang wanita yang sedang hamil terseret truk
sampai tempat pemberhentiannya, tentunya wanita ini sudah mati dan
berkeping-keping.
Pertanyaan guru: guru dapat menanyakan tentang:
(1) Kesan emosi siswa.
(2) Masalah apa yang dimuat dalam ceritera itu.
(3) Siapa pelakunya, apa kesalahan dan
ketidaklayakannya?
(4) Hal apa saja yang dilanggar?
(5) Angkatlah objektivitas berpikir peserta
didik: bahwa dari pihak pembuat dosa (sopir dan kernet pelaku) ada juga aspek
baiknya agar peserta didik belajar fair)
(6) Buat pertanyaan analogi atau personifikasi:
misalnya, kamu Udin menyatakan bahwa Sopir itu biadab dan harus dihukum berat.
Nah, seandainya yang menjadi sopir itu ayahmu sendiri, bagaimana pendapat dan
perasaanmu? Pertanyaan ini akan menetralisir sentiment dan mengembalikan nilai
kemanusiaan secara wajar.
Model Analisis Nilai
Pengungkapan nilai dapat juga dilakukan dengan
media: Reportasi/liputan, analisis sebuah tulisan (teks), dan analisis Ceritera
yang tidak selesai.
Langkah-langkah:
(1) Tentukan target nilai yang dikaji dalam
pembelajaran.
(2) Siapkan media pembelajaran dalam bentuk,
liputan misalnya: gambar, foto, ceritera, teks, kliping Koran, atau ceritera
yang dipotong (ceritera tidak selesai).
(3) Proses Pembelajaran:
a. Pasang media, monitor raut wajah peserta
didik.
b. Identifikasi liputan peserta didik jangan dikomentari
dulu.
c. Analisis/Klarifikasi masalah
d. Penyimpulan.
e. Tindak lanjut.
3). Strategi
Pembelajaran Nilai dan Karakter yang Berorientasi pada Pendekatan
Komprehenshif.
Strategi
yang Mementingkan keseimbangan Moral Knowing, Moral feeling, dan Moral Action.
Strategi ini dikembangkan,
terinspirasi dengan pandangan Lickona (1991) bahwa untuk mengembangkan
karakter, komponen-komponen karakter yang perlu dikembangkan secara
bersama-sama (tidak boleh salah satunya) adalah komponen moral knowing,
moral feeling, dan moral action. Persoalan utamanya adalah bagaimana
pendidik nilai dan karakter dapat memberi pengalaman belajar melalui strategi
tertentu sehingga ketiga komponen karakter itumuncul semua dalam satu pengalaman belajar
Langkah-langkah
Pembelajaran:
Pengembangan strategi
pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan komprehensif ini
setidak-tidaknya dilakukan dengan langkah-langkah: (1) peserta didik dilibatkan
untuk mengalami/melakukan tindakan moral tertentu (moral action) dalam
situasi kehidupan riil; (2) refleksi dan diskusi terhadap tindakan moral
tertentu dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran diri atau mempertajam
perasaan moral (moral feeling); (3) melalui tindakan moral dan refleksi
terhadap tindakan moral tersbut pengetahuan moral (moral knowing)
peserta didik juga berkembang. Jika langkah-langkah pembelajaran tersebut
dilakukan, maka pelaksanaan pembelajaran akan berlaku secara konstruktivistik.
Model Komprehensif
yang Memadukan Pikiran dan Hati
Model ini dilandasi oleh sebuah pandangan bahwa,
perilaku baik akan terjadi pada diri peserta didik jika perilaku itu merupakan
perwujudan dengan pertimbangan pikiran (ilmu pengetahuan empiric) dan
dikendalikan dengan hati (ajaran agama-agama). Jika seseorang menggunakan pertimbangan rasionalnya dan dikendalikan dengan
ajaran Tuhan maka akan terwujud perilaku baik (menggambarkan perilaku
orang-orang yang berakal).
Prinsip pembelajaran yang
mementingkan keseimbangan aspek piker dan hati dilakukan dengan prinsip/langkah-langkah:
1.
Libatkan
siswa dalam pengalaman belajaran secara otentik (melakukan) langsung atau melalui simulasi.
2. Lakukan
refleksi terhadap pengalaman belajar siswa secara otentik tersebut dengan
mengungkap keadaan nilai yang ada pada diri peserta didik, yang terfokus pada
pengakuan akan rendahnya penghargaan pada nilai-nilai, atau pelanggaran
pada standard penilaian
3. Pengakuan kesalahan/pelanggaran pada
standard penilaian dan bertobat dan berjanji untuk tidak mengulangi
pelanggaran-pelanggaran yang sama.
4. Ingatkan dan perkuat dengan ajaran
agama-agama untuk penguatan nilai-nilai dan karakter.
5. Berdoa yang bersifat motivasional
untuk pencapaian nilai-nilai karakter
ideal yang diharapkan.
Model ini banyak
dikembangkan oleh Abdullah Gymnastiar, yang dipraktikkan dalam lingkungan
Pondok Pesantren Daarut-Tauhied Bandung.
2.
Strategi
Pendekatan Kontekstual dalam Penyampaian Kurikulum Pembelajaran berbasis
Karakter
Selain pendekatan yang sudah
dikemukakan, penulis juga mengemukakan pendekatan lain, yaitu pendekatan
kontekstual. Pendekatan konteekstual merupakan konsep belajar yang membantu
pendidik mengaitkan antara kurikulum yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
peserta didi dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan lebih bermakna bagi
siswa.
Penyampaian kurikulum dalam proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Strategi
pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil akhir yang berupa angka numerik.
Peserta didik perlu mengerti makna belajar, manfaatnya, status mereka sebagai
peserta didik dan cara mencapainya. Peserta didik diharapkan menyadari bahwa
yang sedang mereka pelajari akan berguna kelak. Jadi, disini peran pendidik
hanya sebagai pengarah dan pembimbing.
Kontekstual hanya sebuah pendekatan
dan juga sebagai suatu strategi pembelajaran berbasis karakter. Pendekatan
kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih
produktif, bermakna, dan benar-benar menanamkan karakter pada peserta didik.
Dalam hal ini tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya,
pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Tugas pendidik mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (peserta didik). Pendekatan
pembelajaran kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan
tatanan yang sudah ada.
Berbagai alasan mengapa pendekatan
kontekstual dapat digunakan adalah bahwa selama ini, pendidikan di Indonesia
masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan perangkat
fakta-fakta yang harus dihafalkan. Kelas masih berfokus kepada pendidik sebagai
sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah menjadi pilihan strategi utama
pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yag
tidak memaksa siswa untuk menghafalkan semua materi, tetapi sebuah strategi
yang mendorong peserta didi untuk mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
sendiri dan kemudian mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.
Alasan lain adalah bahwa pengetahuan
bukan merupakan seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, tetapi sesuatu
yang harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik. Oleh karena itu,
diperlukan strategi belajar yang harus diterapkan kepada peserta ddik, yaitu
sebagai berikut:
- Menekankan pentingnya pemecahan suatu masalah.
- Mengakui perlunya kegiatan belajar mengajar dilakukan dalam berbagai konteks seperti rumah dan masyarakat.
- Mengajarkan dan memantau peserta didik agar dapat belajar mandiri dan efektif.
- Menekankan pelajaran pada konteks kehidupan peserta didik yang berbeda-beda.
- Mendorong peserta didik untuk belajar dari sesama dan belajar bersama.
Pembelajaran kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara materi kurikulum yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan peseta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.Hal penting yang perlu diperhatikan adalah perlunya pendidik
membekali diri dengan berbagai sikap positif seperti keinginan untuk selalu
memperbaiki diri, selalu ingin tahu hal baru, dan bersedia menerima kegagalan
ataupun kritikan.
Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa.
Model-model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan keterlibatan
aktif peserta didik dalam belajar. Baik dalam tugas mandiri maupun kelompok.
Disamping itu, pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memiliki tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi
terlaksananya nulai-nilai karakter bangsa. Pembelajaran kontekstual dapat
diterapkan umtuk membangun nilai-nilai karakter siswa melalui pendekatan
pembelajaran yang baik. Pendekatan pembelajaran itu adalah sebagai berikut:
- Constructivisme, Pendidik meyakinkan pada pikiran peserta didik bahwa ia akan lebih belajar bermakna jika ia mampu bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan membentuk atau membangun pengetahuan serta ketrampilan barunya sendiri.
- Inquiry. Pendidik dan peserta didik melaksanakan proses penemuan pengetahuan secara mandiri, dan menjadi inti dari ppembelajaran kontekstual. Komponen ini sangat mendorong tumbuhnya jiwa kemandirian peserta didik.
- Questioning, Pendidik dan peserta didik senantiasa mengembangkan pertanyaan agar menumbuhkan rasa ingin tahu. Komponen ini mendorong terwujudnya nilai orientasi pada keunggulan. Hal ini juga merupakan alat bagi siswauntuk dapat menyelesaikan masalah belajar ketika menghadapi tantangan.
- Learning community. Pendidik senantiasa membiasakan membangun belajar kelompok, atau dapat juga dengan berpasangan. Kemudian peserta didik dilatih dan dimantapkan pengetahuannnya untuk bekerja secara perorangan. Komponen itu sangat penting bagi upaya terwujudnya nilai demokratis, menghargai, gotong royong, bertanggung jawab, dan selalu berorientasi pada keunggulan.
- Modelling. Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan tertentu ada model yang bisa ditiru, baik dari pendidik, peserta didik maupun alat peraga yang dgunakan untuk mempermudah pemahaman siswa. Komponen ini dapat melahirkan nilai-nilai berakhlak mulia, iman dan taqwa, cinta tanah air, dan menumbuhkan jiwa kreatif. Hal ini bisa dipelajari misalnya ketika mata pelajarn Geografi menerangkan tentang kekayaan alam indonesia beserta persebarannya dengan menggunakan media peta.
- Reflection. Cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir tentang sesuatu yang sudah dilakukan. Refleksi dapat berupa pernyataanlangsung tentang sesuatu yang diperolehnya pada hari itu, baik berupa ctatan ataujurnal di buku peserta didik. Komponen ini dapat melahirkan kesadaranuntuk senantiasa berintropeksi diri setiap kali telah melakukan suatu hal.
- Authentic assessment. Proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik., baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik. Bagi siswa, komponen ini membiasakan siswa untuk mengukur diri apakah sudah lebih baik atau belum, apakah sudah ada kemajuan atau belum, apakah ada hambatan dan bagaimana cara mengatasinya. Peserta didik yang sejak dini terbiasa dengang authentic assessment akan menjadi tulang unggung negara dalam membangun bangsa.
3. Strategi
Pengembangan Karakter Dengan Model Pembelajaran Berbasis Pancasila
a.
Perlunya Model Pembelajaran Berbasis Pancasila
Pendidikan
merupakan suatu proses untuk menuju ke arah yang menjadi baik atau lebih baik.
Pendidikan juga merupakan sarana dalam membentuk karakter anak sejak dini dalam
rangka menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter. Di Indonesia sekarang ini,
pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan
berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan
semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa
membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada
masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa
meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang
tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di
tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta
tanpa rasa optimisme diri. Dalam membangun karakter bangsa harus diawali dari
lingkup yang paling kecil, terutama di lingkungan sekolah. Upaya-upaya dalam
menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter akan lebih mudah ketilka diwujudkan
melalui pembelajaran disekolah. Pembelajaran disekolah ini dapat mengadopsi
nilai-nilai karakter bangsa yang luhur
terutama yang terdapat pada Pancasila.
b.
Proses
Pengimplementasian dan Penerapan Model Pembelajaran Karakter Berbasis Pancasila
Keberagaman
nilai pancasila merupakan suatu modal yang sangat besar dalam penerapan dan
pengembangan pembelajaran karakter di dunia pendidikan. Nilai-nilai dasar
Pancasila sangatlah kompleks dalam peroses pembentukan karakter peserta didik
yang kini mulai ditinggalkan. Melalui pendidikan yang di terapkan di sekolah,
pembelajaran berbasis karakter Pancasila hendaknya ditanamkan melalui sebuah
kebiasaan.
Dalam nilai-nilai sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat diterapkan didalam maupun di luar jam pembelajaran.
Dalam nilai-nilai sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat diterapkan didalam maupun di luar jam pembelajaran.
Nilai pada sila
pertama ini berupa sikap percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing serta saling menghormati
dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda
sehingga terbina kerukunan hidup. Model pembelajaran dari
sila ini dapat berupa memberikan jam istirahat kepada peserta didik pada saat
jam sholat Dzuhur, agar mereka dapat sholat berjamaah di masjid ataupun mushola
sekolah. Selain itu yang terpenting adalah penanaman sikap saling toleransi
antar umat beragama agar terjalin suasana yang rukun dan terbebas dari rasa
diskriminasi.
Sila kedua,
yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab memiliki nilai-nilai yang berupa
pangakuan persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia serta merasa
bahwasannya setiap individu merupakan bagian dari seluruhuman manusia, dimana
mereka harus saling menghormati dan
bekerjasama antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini, sekolah hendaknya
memberikan apresiasi kepada peserta didik dalam membangun dan mengembangkan
sikap saling menghargai dan saling menghormati antara peserta didik satu dengan
lainnya. Model pembelajaran yang dapat di diterapkan berdasarkan sila ini
berupa diskusi dan presentasi dalam pembelajaran guna membentuk pemberadaban
sesama. Melalui diskusi, akan muncul berbagai argumen-argumen yang mana akan
menimbulkan sikap saling menghargai pendapat antar anggota kelompok. Hal ini
juga akan menyadarkan kepada peserta didik bahwa setiap manusia memiliki pendapat
yang berbeda-beda.
Sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia memiliki nilai-nilai yang berupa menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan, cinta akan tanah air, serta bangga sebagai warga negara Indonesia. Proses pembelajaran pada sila ini dapat situnjukkan dengan banyaknya perbedaan yang terdapat pada setiap peserta didik. Perbedaan - perbedaan yang ada akan sangan bermanfaat apabila dibarengi dengan tumbuh suburnya rasa persatuan. Untuk menumbuhkan persatuan, setiap peserta didik dibimbing untuk cinta terhadap tanah air. Cinta dengan bahasa daerah, adat, kebudayaannya tetapi tidak untuk diperdebatkan perbedaannya merupakan upaya sederhana dan strategis guna menggapai kekuatan persatuan. Dalam perjalanannya, maka akan muncul pandangan bahwa perbedaan itu akan selalu ada, dan perbedaan itu tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Oleh karena itu, perbedaan yang ada haruslah disatukan agar menjadi sebuah kekuatan yang besar.
Sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia memiliki nilai-nilai yang berupa menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan, cinta akan tanah air, serta bangga sebagai warga negara Indonesia. Proses pembelajaran pada sila ini dapat situnjukkan dengan banyaknya perbedaan yang terdapat pada setiap peserta didik. Perbedaan - perbedaan yang ada akan sangan bermanfaat apabila dibarengi dengan tumbuh suburnya rasa persatuan. Untuk menumbuhkan persatuan, setiap peserta didik dibimbing untuk cinta terhadap tanah air. Cinta dengan bahasa daerah, adat, kebudayaannya tetapi tidak untuk diperdebatkan perbedaannya merupakan upaya sederhana dan strategis guna menggapai kekuatan persatuan. Dalam perjalanannya, maka akan muncul pandangan bahwa perbedaan itu akan selalu ada, dan perbedaan itu tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Oleh karena itu, perbedaan yang ada haruslah disatukan agar menjadi sebuah kekuatan yang besar.
Sila keempat,
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/
Perwakilan memiliki nilai berupa tidak memaksakan kehendak orang lain, selalu
menguamakan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan, serta keputusa yang di
ambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan. Model yang dapat diterapkan dari sila ini adalah dengan cara
mengenalkan kebiasaan mentaati tata tertib dengan sungguh-sungguh sehingga
terbangun generasi yang tahu, mau dan mampu berdisiplin. Kebebasan
berpendapat memang hak warga negara akan tetapi peserta didik perlu ditumbuhkan
pengertian dan pemahaman bahwa kebebasan berpendapat yang dimaksud harus
bertanggung jawab. Artinya kebebasan setiap warga negara berada di samping
kebebasan berpendapat orang
lain.
Silla kelima, Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia memiliki nilai-nilai berupa sikap adil terhadap
sesama, saling menghormati hak-hak orang lain, serta bersama-sama berusaha
mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Metode dari sila ini
dapat berupa penanaman kepada peserta didik sebuah konsep adil terhadap sosial
(orang lain ) sebagaimana orang lain itu seperti dirinya sendiri. Artinya,
orang lain harus dirasakan sebagai wahana juang dari seorang individu. Pendek
kata, berjuang untuk sesama bukan untuk dirinya sendiri merupakan indikasi dari
sikap adil terhadap sosial. Menengok teman yang sakit atau kena musibah dan
mengumpulkan dana sosial untuk musibah di tempat lain adalah bentuk-bentuk
pembiasaan yang perlu ditumbuh suburkan kepada peserta didik. Pembentukan karakter
pada seseorang, khususnya peserta didik akan tertanam kuat dalam pikiran
seseorang apabila kebiasaan itu diulang terus menerus setiap harinya selama 21
hari. Setelah lewat dari 21 hari, maka kebiasaan tersebut akan terulang secara
otomatis. Dalam proses pembiasaan tersebut, hendaknya dilakukan pengawasan dan
bimbingan serta yang terpenting selalu dilakukan evaluasi dalam penerapan
kesehariannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah
dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi
sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang
sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena itu, kita harus melaksanakan
kurikulum berbasis karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah
dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran
pada semua mata pelajaran serta mempunyai strategi
mengembangkan pembelajaran berbasis karakter
makasih artikelnya bermanfaat, ijin copas :D
BalasHapussangat membantu terima kasih
BalasHapusTerimakasih, artikelnya sangat membantu
BalasHapusbolehkah saya tahu daftar pustakanya mba?
Terimakasih, artikelnya sangat membantu..daftar pustakanya blum di publish ya.
BalasHapusShiff
BalasHapusapa nama daftar pustakanya ini.?
BalasHapus