A.
Latar
Belakang
Teori Belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus
dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Oleh karena itu dalam proses
pembelajaran, teori behavioristik akan menjelaskan pandangan tersebut dan
implikasinya dalam dunia pendidikan. Makalah ini akan memberikan pemahaman kita
dalam dunia pendidikan yang berkenaan dengan prilaku dalam belajar serta
implikasi yang diharapkannya.
1
|
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari latar belakang tersebut diantaranya :
1.
Apa
pengertian dan Faktor yang mempengaruhi Teori Belajar Behavioristik?
2.
Bagaimana
pengembangan prilaku perspektif teori belajar behavioristik menurut pandanganTorndhike,
Albert Bandura, Skinner, dan Edwin Guthrie ?
3.
Bagaimana
aplikasi pengembangan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran menurut
pandangan para Torndhike, , Albert Bandura, Skinner, dan Edwin Guthrie ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Pengertian
dan Faktor yang mempengaruhi Teori Belajar Behavioristik
2.
Pengembangan
prilaku perspektif teori belajar behavioristik menurut pandangan Torndhike,
Skinner, dan Edwin Guthrie
3.
Aplikasi
pengembangan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran menurut pandangan
Torndhike, Albert Bandura, Skinner, dan Edwin Guthrie
D.
Sisitematika
Makalah ini disusun dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan teknik studi
pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai
literature dan menggunakan media internet yang relevan untuk melengkapi data
dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui
kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam
konteks tema makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori Belajar Behavioristik
1.
Pengetian
Teori Behavioristik
Teori Belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
3
|
Pada teori belajar ini sering disebut S-R Psikologis
artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement (hadiah/ factor penguat dari lingkungan). Dengan
demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya.Guru yang menganut pandangan ini
berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhapad lingkungan dan
tingkah laku adlaah hasil belajar.
Gagasan utama dari teori ini adalah bahwa untuk
memahami tingkah laku manusia diperlukan pendekatan yang objektif, mekanistik,
dan matrealistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat
dilakukan melalui upaya pengkondisian dengan kata lain mempelajari tingkah laku
seseorang seharusnya dilakukan dengan pengujian dan pengamatan atas tingkah
laku yang tampak, bukan dengan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. Dan
menurut tokoh behavioristik bahwa tidak bertanggungjawab dan tidak ilmiah
mempelajari tingkah laku manusia semata-mata didasarkan pada kejadian-kejadian
subjektif, yakni kejadian-kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam fikiran,
tetapi tidak dapat id ukur dan diamati.
2.
Prinsif-Prinsif
Yang Mempengaruhi Prilaku Dalam Teori Behavioristik
a)
Reinforcement and Punishment;
b)
Primary and Secondary Reinforcement;
c)
Schedules of Reinforcement;
d)
Contingency Management;
e)
Stimulus Control in Operant Learning;
f)
The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984).
Adapun beberapa prinsip
dalam pendekatan behaviorisme, yakni sebagai berikut:
a)
Objek
Psikologi adalah tingkah laku
b)
Semua
bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek
c)
Mementingkan
pembentukan kebiasaan
d)
Memodifikasi tingkah laku melalui
pemberian penguatan;Agar peserta
didik terdorong
untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang
cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan
melalui tingkah laku peserta
didik..
e)
Mengurangi frekuensi berlangsungnya
tingkah laku yang tidak diinginkan;
f)
Memberikan penguatan terhadap suatu respon
yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak
diinginkan;
g)
Mengkondisikan pengubahan tingkah laku
melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata
langsung);
h)
Merencanakan prosedur pemberian penguatan
terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak.
3.
Ciri-ciri
Teori Behavioristik
a)
Mementingkan
pengaruh lingkungan (environmentalistis).
b)
Mementingkan
peranan reaksi ( respon).
c)
Memetingkan
mekanisme terbentuknya hasil belajar.
d)
Memnetingkan
hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu.
e)
Memementingkan
pembentukan kebiasaan.
f)
Ciri
hkusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal” atau Trial and Error.
4.
Kelebihan Teori Behavioristik
a.
Sebuah
konsekuensi untuk menyusun bahan pengajaran dalam bentuk yang sudah siap
b.
Tidak
setiap pengajaran dapat menggunakan metode ini
c.
Murid
berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan mendengarkan apa yang
didengarkan dan menghapalkan apa yang didengar tersebut.
d.
Menggunakan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan para siswa.
e.
Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan harus dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan oleh guru.
f.
Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan dari guru.
g.
Cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir linear, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan menunjukan siswa sebagai individu yang pasif.
h.
Pembelajaaran
siswa yang berpusat pada guru (teacher centre) bersifat mekanistik dan hanya
beriorientasi pada hasil yang dapat diamati dan dapat diukur.
i.
Penerapan
metode yang salah dalam pembelajaran menyebabkan terjadinya proses pembelajaran
yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai centre, otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
B.
Pengembangan
Prilaku Perspektif Teori Belajar Behavioristik Menurut Pandangan Torndhike,
Albert Bandura, Skinner, Dan Edwin Guthrie
1.
Teori Operant Conditioning (Burrhus
Frederic Skinner)
a.
Sejarah
Asas
pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu
keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model
kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada
pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperticues (pengisyratan), purposive
behavior (tingkah laku purposive) dan drive stimuli(stimulus
dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk memunculkan
atau memicu suatu respon tertentu.
Skinner
tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana
stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut
Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap
untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan
begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada
lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu
mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti. Asas-asas kondisioning
operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya,
agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan
fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R
lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model
kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike.
Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan
berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya
respons atau tingkah laku operan.
b.
Kajian
Umum Teori B.F Skinner
Inti
dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning
operan). Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana
konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas
prilaku itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk
kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu
adalah sebagai berikut:
a)
Belajar
itu adalah tingkah laku.
b)
Perubahan
tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan
dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
c)
Hubungan
yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau
sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut
fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara
seksama.
d) Data dari studi eksperimental
tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima
tentang penyebab terjadinya tingkah laku..
Berdasarkan
asumsi dasar tersebut menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang
terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement )
dan hukuman (punishment).
a)
Penguatan
dan Hukuman
Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang
meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah
konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Penguatan
boleh jadi kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan
ini menjadi dua bagian yaitu: Penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan
Positif adalah
penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan
positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol),
atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Penguatan negatif adalah penguatan berdasarkan prinsif
bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus
yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara
lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa
dll).
Satu cara untuk mengingat
perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negative adalah dalam
penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan
negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan
penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa
penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan
hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Berikut ini disajikan
contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).
Kupasan
yang dilakukan Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan
pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam
kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons,
diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan
binatang percobaan dalam “kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus
berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari
kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah
membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan
yang diatur secara seksama.
Dikelas,
Skinner menggambarkan praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu contoh
menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner
menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti
menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap
tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang
bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang
diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran
penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum.
Disamping
itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
a)
Law
of operant conditining yaitu
jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
b) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku
operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
2.
Teori Kontiguitas Conditioning (Edwin
R Guthrie)
a)
Pandangan
Belajar menurut teori Guthrie
Hukum belajar yang dikemukakan oleh
Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of contiguity). Maksudnya adalah : “
kombinasi stimuli yang mengiringi gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan
itu jika kejadiaannya berulang”. Jadi, jika pada situasi tertentu kita
melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan situasinya sama kita akan cenderung
melakukan hal yang sama juga.
Hukum tersebut diusulkan oleh
Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov
terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons
menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain
Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa
CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Pada publikasi terahirnya sebelum
meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “apa- apa yang
dilihat akan menjadi sinyal terhadap apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena
terdapat berbagai macam stimuli yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu
tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli
itu. Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari
stimuli yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan
diasosiasikan dengan respons.
Guthrie mengemukakan bagaimana cara
atau metode untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, berdasarkan
teori kondisioning. Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara
keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri
dari unit-unit tingkah laku. unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi atau
respon dari perangsang sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula
stimulus yang kemudian mmenimbulkan respon bagi unit tingkah laku yang
berikutnya. Demikianlah seterusnya sehngga merupakan deretan-deretan unit
tingkah laku yang terus menerus. Jadi pada proses kondisioning ini pada umumnya
terjadi proses asosiasi antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang
berurutan. Ulangan atau latihan yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang
terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang
berikutnya. Karena itu, menurut Guthrie
untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, harus dilihat dalam
rentetan-rentetan unit tingkah lakunya, kemudian kita usahakan untuk
menghilangkan unit yang tidak baik itu atau menggantinya dengan yang
seharusnya.
Dijelaskan
bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara,
oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin
diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia
juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan
menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon
tersebut. Dalam teori ini Guthrie mengasosiasikan rangsangan dan respon secara
tepat, sehingga untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar dikelas
adalah : Guru harus mengarahkan performa siswa, membaca atau mencatat sebagai
perangsang siswa untuk menghafal, Dalam hal ini Guru dalam mengelola kelas
dianjurkan tidak memerintahkan secara langsung, akan tetapi memberikan stimulus
yang berakibat munculnya prilaku sebagai respon dari siswa.
b)
Metode-metode
Guthrie
1)
Metode Reaksi Berlawanan
Manusia itu adalah suatu organisme yang selalu
mereaksi terhadap perangsang tertentu. Jika suatu reaksi terhadap perangsang
telah menjadi suatu kebiasaan maka cara untuk mengubahnya ialah dengan jalan
menghubungkan stimulus dan respon yang berlawanan dengan reaksi buruk yang
hendak dihilangkannya. Contoh : umpamakan kita akan mengubah tingkah laku
seorang pemabuk. Pada waktu orang itu disodori minuman keras kemudia ia diberi
injeksi yang menyebabkan ia muntah. Ini pun dilakukan berkali-kali sehingga
orang itu berubah menjadi ingin muntah kalau melihat minuman keras.
2)
Metode Membosankan
Hubungan antara asosiasi antara perangsang dan
reaksi (S-R) pada tingkah laku yang buruk itu dibiarkan saja sampai lama mengalami
keburukan itu, sehingga menjadi bosan. Contoh : umpamakan seorang anak yang
berumur tiga tahun bermain-main dengan korek api. Pada waktu itu disuruh
menghabiskan epala korek api satu pak shingga menjadi bosan.
3)
Metode Mengubah Lingkungan
Suatu metode yang dilakukan dengan jalan
memutuskan atau memisahkan hubungan antara S-R yang buruk yang akan
dihilangkannya. Yakni menghilangkan kebiasaan buruk yang disebabkan oleh suatu
perangsang dengan mengubah perangsangnya itu sendiri. Contoh : umpama nya kita
akan mengubah tingkah laku buruk yang dilakukan seorang anak di sekolah, dengan
memindahkan anak itu ke seolah lainnya.
3.
Teori
Belajar Menurut Pandangan Albert Bandura
Albert Bandura adalah salah seorang behavioris yang menambahkan
aspek kognitif terhadap behaviorisme sejak tahun 1960. Sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial, salah satu konsep dalam
aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman
dan evaluasi.
Teori Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Bandura telah memberi
penekanan tentang bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh persekitaran
melalui peneguhan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan (observational
learning), dan cara berfikir yang kita miliki terhadap sesuatu maklumat dan
juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi persekitaran
dan menghasilkan peneguhan (reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh
orang lain (observational opportunity).
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang
belajar dalam keadaan atau lingkungan sebenarnya. Bandura menghipotesiskan
bahwa tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang
mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan hubungan yang saling
berpengaruh atau berkaitan. Menurut Albert Bandura lagi, tingkah laku sering
dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan-kesan
personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri
individu
Menurut
Bandura, proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai
model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia
dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif,
perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu
sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang yang
hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk
memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak
baik.
Bandura memiliki pendapat (asumsi)
tersendiri dalam kaitannya dengan hakikat manusia dan kepribadian. Asumsinya
itu adalah sebagai berikut:
a.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang sadar,
berpikir, merasa dan mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan
demikian manusia bukan seperti pion atau bidak yang mudah sekali dipengaruhi
atau dimanipulasi oleh lingkungan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan
bersifat saling mempengaruhi satu sama lainnya.
b.
Kepribadian berkembang dalam konteks sosial, interaksi
antara satu sama lainnya. Dengan
demikian teori kepribadian yang tepat adalah yang mempertimbangkan konteks
sosial tersebut.
Determinisme timbal balik
adalah teori yang ditetapkan oleh psikolog Albert Bandura bahwa perilaku
seseorang baik pengaruh dan dipengaruhi oleh faktor pribadi dan lingkungan
sosial. Bandura menerima kemungkinan perilaku individu yang dikondisikan
melalui penggunaan konsekuensi. Pada saat yang sama ia menegaskan bahwa perilaku
seseorang (dan faktor pribadi, seperti keterampilan atau sikap kognitif) dapat
berdampak lingkungan.
4.
Teori Koneksionisme (Thorndike)
a.
Konsep
Teoritis Utama
Menurut Thorndike, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan
atau tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit,
yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme
(Slavin, 2000).
Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike dikenal dengan connectionism,
dan yang paling familiar dengan telinga kita adalah belajar dengan cara trial
and error. Thorndike menyebut asosiasi antara kesan
indrawi dan implus dengan tindkan
sebagai ikatan/ kaitan atau koneksi. Cabang-cabang asosiasionisme
sebelumnya telah berusaha menunjukan bagaimana ide-ide menjadi saling terkait. Jadi pendekatan Thorndike cukup
berbeda dan dapat dianggap sebagai teori belajar modern pertama. Penekanannya
pada aspek fungsional dari perilaku
terutama dipengaruhi oleh Darwin. Teori bisa dipatahkan sebagai
kombinasi dari asosiasionisme, Darwinisme, dan metode ilmiah.
1)
Pemilihan
dan Pengaitan
Menurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar
adalah trial-and-eror learning (belajar dengan uji coba ), atau yang disebutnya
sebagai selecting and connecting
(pemilihan dan pengaitan).
2)
Belajar
adalah inkremental, bukan langsung kepengertian mendalam ( insightful)
Thorndike menyimpulkan
bahwa belajar bersifat incremental (inkremental/bertahap), bukan insightful
(langsung kepengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam
langkah-langkah kecil yang sistematis bukan langsung melompat kepengertian
mendalam.
3)
Belajar
tidak dimediasi oleh ide
Berdasarkan risetnya
Thorndike (1898) juga menyimpulkan bahwa belajar adalah bersifat langsung dan
tidak di mediasi oleh pemikiran atau penalaran. Jadi dengan mengikuti prinsip
parsimoni, Thorndike menolak campur tangan nalar dalam belajar dan ia lebih mendukung
tindakan seleksi langsung dan pengaitan dalam belajar.
Ada
tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2)
hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini
menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
1)
Hukum Efek
Hukum efek adalah penguatan atau
pelemahan dari suatu koneksi antara stimulus dengan respon sebagai akibat dari
konsekuensi dari respon. Jika suatu respon diikuti dengan satisfying state of
affairs (keadaan yang memuaskan), kekuatan koneksi itu akan bertambah. Jika
respon diikuti dengan annoying state of affairs (keadaan yang menjengkelkan),
kekuatan koneksi itu menurun.
2)
Hukum Latihan
Thorndike
membagi hukum latihan menjadi dua bagian, yaitu:
a)
Koneksi antar stimulus dan respon akan mengguat saat
keduanya dipakai. Dengan kata lain melatih koneksi (hubungan) antara situasi
yang menstimulasi dengan suatu respon akan menguatkan koneksi antar keduanya.
Bagian dari hukum latihan ini dinamakan law of use (hukum penggunaan).
b)
Koneksi antara situasi dan respon akan melemah apabila
praktek hubungan dihentikan atau jika ikatan neural tidak dipakai. Bagian dari
hukum latihan ini dinamakan law of disuse (hukum ketidakgunaan).
3)
Hukum kesiapan
Law of readness (hukum kesiapan)
mengandung tiga bagian, sebagai berikut:
a)
Apabila satu unit konduksi siap menyalurkan (to
canduct), maka penyaluran dengannya akan memuaskan.
b)
Apabila satu unit konduksi siap menyalurkan, maka tidak
menyalurkannya akan menjengkelkan.
c)
Apabila satu unit konduksi belum siap untuk penyaluran
dan dipaksa untuk menyalurkan, maka penyaluran dengannya akan menjengkelkan.
Thorndike dianggap
sebagai ilmuan behaviorism terbesar sepanjang sejarah. Teori-teorinya mudah,
dan dapat dimengerti aplikasinya di dunia nyata. Beberapa teori yang mengusik
pikiran para kritikus pendidikan adalah salah satu teori utamanya yang disebut
dengan connectionism.
Connectionism pada dasarnya adalah teori yang mengatakan bahwa perilaku hanya terbentuk
jika stimulus (S) dan respon (R) terhubung dengan motif internal individu.
Sebagai contoh, stimulus berupa sebuah buku, tidak akan menimbulkan respon yang
diharapkan dari individu yang merasa lapar. Individu yang lapar akan merespon
jika stimulus yang hadir berupa makanan. Individu yang dalam kondisi kelaparan
lebih membutuhkan makanan, daripada buku.
Dengan memahami prinsip
connectionism ini, maka tugas pertama pendidik di dalam kelas adalah,
membuat anak didiknya memahami manfaat pelajaran yang akan disampaikan. Manfaat
yang dimaksud tentunya bukan manfaat yang “di awang-awang”, tetapi manfaat
praktis yang dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut prinsip connectionism,
mata pelajaran yang tidak dipahami manfaat kesehariannya, akan sulit pula
dipahami oleh siswa. Andaikata pelajaran itu dapat dihafalkan, akan cepat
sekali dilupakan, karena apa saja yang tidak dibutuhkan pasti akan dibuang.
b.
Ciri – Ciri Teori
Belajar Thorndike
Adapun beberapa ciri –
ciri belajat menurut Thorndike, antara lain :
1)
Ada motif pendorong aktivitas.
2)
Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3)
Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah.
4)
Ada kemajuan reksi-reaksi mencapai tujuan dari
penelitiannya itu.
Menurut Thorndike , belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi- asosiasi antara peristiwa- peristiwa
yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan
dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan suatu organisme
untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya suatu rangsangan.
c.
Prinsip – Prinsip
Belajar yang Dikemukakan Oleh Thorndike
1)
Pada saat berhadapan dengan situasi yang baru,
berbagai respon yang ia lakukan. Adapun respon-respon tiap-tiap individu
berbeda-beda tidak sama walaupun menghadapi situasi yang sama hingga akhirnya
tiap individu mendapatlan respon tau tindakan yang cocok dan memuaskan.
Seperti contoh seseorang yang sedang dihadapkan dengan problema keluarga naka
seseorang pasti akan menghadapi dengan respon yang berbeda- beda walaupun jenis
situasinya sama, misalnya orang tua dihadapkan dengan perilaku anak yang kurang
wajar.
2)
Dalam diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam
potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur- unsur yang penting dan kurang
penting, hingga akihnya menemukan respon yang tepat. Seperti orang yang dalam
masa perkembangan dan menyongsong masa depan maka sebenarnya dalam diri orang
tersebut sudah mengetahui unsur yang penting yang harus dilakukan demi
mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan.
3)
Orang cenderung memberi
respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti apabila seseorang dalam
keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia mengalami ini bukan hanya
kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang sama karena hal yang sama
maka tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang ia lakuan seperti
dahulu ia lakukan.
C.
Aplikasi
Pengembangan Teori Behavioristik Dalam Kegiatan Pembelajaran Menurut Pandangan
Para Torndhike, Albert Bandura, Skinner, Dan Edwin Guthrie
1.
Teori Operant Conditioning (Burrhus
Frederic Skinner)
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut:
a.
Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
b.
Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.
Dalam
proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
d.
Dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
e.
Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
f.
Mementingkan
kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
g.
Melaksanakan mastery
learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya
masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat
sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks mata
pelajaran.
Penerapan
Teori Belajar Menurut Pandangan Skinner
1)
Penerapan Teori Skinner dalam Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 1 Semester I
Pada saat jam pelajaran berlangsung, guru meminta siswa
untuk memperkenalkan diri dengan cara maju ke depan kelas. Awalnya, terlebih
dahulu guru mencontohkan tentang perkenalan diri tersebut, selanjutnya guru
meminta dan menstimulus siswa supaya siswa mau maju untuk memperkenalkan diri
tanpa ditunjuk. Setelah siswa maju, maka guru memberikan penguatan berupa kata
motivasi ataupun tepuk tangan yang meriah dari guru dan teman-temannya.
2)
Penerapan Teori Skinner dalam Mata
Pelajaran IPS Kelas 3 Semester I
Seorang guru membawa peta kosong tanpa tertera nama provinsi
ataupun ibu kota dari pulau tersebut. Guru memberi tahu bahwa sekarang akan belajar mengenai peta beserta letaknyanya. Bukan guru yang akan
menunjukkan dan menjelaskan kepada anak tentang isi peta tersebut, akan tetapi
guru meminta siswa untuk menyebutkan pulau apa yang ada dalam peta tersebut
beserta nama provinsi dan ibu kotanya. Selanjutnya guru meminta siswa untuk menunjukkan letak dari setiap
provinsi yang ada dalam peta tersebut. Setelah anak berani maju dan dapat menjalankan apa yang diperintahkan maka
guru memberi
penguatan pada anak tersebut dengan cara memberikan tepuk tangan atas
keberaniannya ataupun dengan cara memberikan hadiah misalnya berupa
pemberian bintang pada pohon keberanian yang ada didalam kelas.
3)
Penerapan Teori Skinner dalam Mata
Pelajaran IPA Kelas 4 Semester I
Guru memperlihatkan ada sebuah gambar dengan objek rumah dan
sedang turun hujan. Kemudian guru meminta siswa untuk mengamati gambar
tersebut, apakah terdapat kejadian yang berhubungan dengan konsep ke-IPA-an. Diawali
dengan guru memberi
pertanyaan pada siswa, mengapa atap rumah dibuat miring? Sejenak ruang kelas
hening, guru meminta siswa untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, guru
tidak akan menjawab sebelum ada siswa yang berani untuk mengungkapkan
pendapatnya. Kemudian
ada salah satu siswa yang menjawab bahwasanya atap rumah dibuat miring karena
sesuai dengan konsep air yang mana air mengalir dari tempat yang tinggi ke
tempat yang lebih rendah. Dengan cara seperti itu maka guru
dapat dikatakan berhasil dalam menstimulus siswa. Untuk menghargai akan
keberanian siswa tersebut maka guru memberikan sebuah penguatan berupa
pemberian senyuman dan tepuk tangan yang meriah.
4)
Penerapan Teori Skinner dalam Mata
Pelajaran Matematika Kelas 1 Semester I
Guru meminta siswa untuk membuka pekerjaan rumah yang telah
diperintahkan, kemudian guru membahasnya bersama-sama. Akan tetapi
disini yang membahasnya bukan langsung oleh guru melainkan dengan cara meminta siswa untuk
menuliskan jawaban dari soal tersebut di papan tulis. Setelah itu guru memberikan
penjelasan akan jawaban tersebut sehingga siswa paham akan apa yang teah dikerjakannya
di rumah dan guru menilai hasil pekerjaan rumah siswa tersebut sesuai dengan
jawaban yang ada. Dengan cara itulah bahwasanya guru telah melaksanakan tugasnya
berupa pemberian penguatan kepada siswa melalui pembahasan dan menilai hasil
pekerjaan rumah siswa.
5)
Penerapan Teori Skinner dalam Mata
Pelajaran PKN Kelas 2 Semester I
Guru membawa salah satu gambar pahlawan perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Guru memperlihatkan gambar tersebut
kepada siswa kemudian menanyakan
kepada siswa, siapakah tokoh pahlawan yang ada dalam gambar tersebut. Setelah
siswa menjawab, maka selanjutnya guru meminta salah satu siswa untuk maju
kedepan dan meminta siswa tersebut untuk menceritakan cerita apa saja yang ia
ketahui tentang tokoh pahlawan tersebut sehingga siswa-siswa lain yang belum
mengetahui maka akan mengetahuinya. Dengan begitu siswa akan merasa
senang karena telah member informasi kepada teman-temannya dimana teman-temanya
tersebut tidak mengetahuinya. Selanjutnya guru meminta siswa lainnya untuk
bertepuk tangan untuk siswa tersebut dan memberikan pujian atas keberaniannya.
2.
Aplikasi
Teori Throndike
a)
Penerapan Teori Thorndike
Sebelum guru dalam kelas memulai mengajar, maka
anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu.Misalnya anak-anak disuruh duduk
yang rapi, tenang dan sebagainya. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan
dengan aturan yang ketat atau system drill. Guru memberikan mimbingan,
memberikan hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan
motivasi proses belajar mengajar.
a.
Guru harus tahu
apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang
diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu
tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
b. Tujuan
pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi
dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut
bermacaam-macam situasi.
c. Agar
peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari
yang sederhana sampai yang kompleks.
d. Dalam
belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya
respon yang benar terhadap stimulus.
e. Peserta
didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik
harus segera diperbaiki.
f. Situasi
belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
g. Materi
pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak
setelah keluar dari sekolah.
h. Pelajaran
yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan
penalarannya. Dengan sering
melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan
memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem
pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
b)
Keunggulan – Keunggulan
Teori Belajar Thorndike
Teori ini sering juga
disebut dengan teori trial dan error dalam teori ini orang
yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak- banyaknya sehingga orang
akan terbiasa berpikir dan terbiasa mengembangkan pikirannya.
c)
Kelemahan-Kelemahan
Teori Belajar Thorndike
1)
Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan
otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia
yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat
dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak
bagi manusia.
2)
Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka
antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah
memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan – latihan, atau ulangan – ulangan
yang terus – menerus.
3)
Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka
pengertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka
mengabaukan pengertian sebagai unsur yang pokok dalam belajar.
4)
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses
pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemempuannya sendiri.
Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis – mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya pelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri mereka.
Aplikasi teori Thorndike
dalam mata pelajaran PKN (Hukum Latihan)
1.
Guru memberikan penjelasan kepada siswa,
contohnya dalam materi saling menghargai.
2.
Guru lebih dulu menjelaskan tentang
pengertian menghargai itu sendiri.
3.
Setelah itu guru meminta contoh perbuatan
saling menghargai dari siswanya.
Contohnya saling menghargai dalam beragama.
4.
Setelah itu guru menyuruh siswa untuk
melakukan dan membiasakan sikap saling menghargai antar sesama.
Aplikasi teori Thorndike
dalam mata pelajaran Matematika (Hukum Kesiapan)
Sesuai
dengan teori yang diungkapkan Thorndike bahwa seorang siswa harus mengetahui
dan menguasai tujuan dari pembelajaran tersebut, sehingga guru harus
menyampaikan lebih dulu tujuan dan manfaat dari pembelajaran tersebut. Dalam
mata pelajaran matematika, misalnya dalam materi tentang hitungan.
1.
Guru menjelaskan apa tujuan dan manfaat
belajar tentang hitungan.
2.
Setelah itu guru menjelaskan tentang
penghitungan tersebut, misalnya penjumlahan dan pengurangan.
3.
Setelah itu guru memberikan contoh
bagaimana menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan.
4.
Setelah dirasakan cukup, guru memberikan
latihan-latihan soal secara bertahap sesuai dengan tingkat kesulitannya.
5.
Siswa
menerima materi dan menyelesaikan latihan-latihan soal untuk meningkatkan
pemahamannya.
Aplikasi teori Thorndike
dalam mata pelajaran IPS (Hukum Efek)
Dalam
mata pelajaran IPS kita dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam keterampilan
sosial. Misalnya dalam materi sejarah
pahlawan reformasi, dimana dalam materi sejarah tersebut terdapat sikap-sikap yang patut dicontoh.
1.
Pertama guru menyediakan media yang digunakan untuk kegiatan
sosiodrama, seperti teks drama.
2.
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
3.
Setelah terbagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok mengambil satu tokoh yang harus
mereka perankan.
4.
Siswa
memainkan sosiodrama sesuai dengan perannya.
5.
Setelah
itu, guru bertanya tokoh dan sikap apa yang dapat diteladani oleh siswa.
6.
Setelah siswa melakukan kegiatan tersebut,
guru meminta siswa untuk mengaplikasikan sikap yang diteladani dari tokoh
tersebut kedalam kehidupan sehari-hari.
Aplikasi
teori Thorndike dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
untuk anak SD kelas I (Hukum Latihan)
Dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia guru dapat mengembangkan keterampilan menulis siswa.
1. Guru
memberikan contoh cara
menulis, pertama guru memberikan contoh menulis di udara.
2. Setelah
itu guru meminta siswa
untuk menulis di udara.
3. Setelah dirasa cukup, guru meminta siswa untuk menulis
di buku masing-masing.
4. Guru
memperhatikan cara siswa menulis
dan memberikan arahan untuk siswa yang mengalami kesulitan.
Aplikasi teori Thorndike
dalam mata pelajaran IPA (Hukum Efek)
Dalam
mata pelajaran IPA, guru dapat mengembangkan perilaku siswa, seperti selalu hidup bersih.
1. Guru
menjelaskan tentang pentingnya
hidup sehat.
2. Guru memberikan contoh cara hidup sehat yang sederhana
seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dan sebagainya.
3. Guru
mengajak siswa untuk
mempraktekkan cara mencuci tangan yang benar.
4. Setelah melakukan kegiatan tersebut, guru meminta
siswa untuk menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran tersebut.
5. Guru meminta siswa membiasakan untuk selalu mencuci
tangan sehinga menjadi kebiasan.
3.
Aplikasi
Teori Albert Bndura
Dalam proses
pembelajaran menurut teori Albert Bandura, seorang guru harus dapat
menghadirkan model yang baik. Model yang baik harus dapat mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap pembelajar sehingga dapat memberi perhatian kepada si
pembelajar. Model disini tidak harus dari guru, namun tergantung apa yang akan
diajarkan. Teori belajar ini cocok untuk
mengajarkan materi yang berupa aspek psikomotorik dan afektif, karena
pembelajar langsung dapat memperhatikan, mengingat dan meniru dari model yang
dihadirkan.
Aplikasi
Teori belajar menurut Albert Bandura dalam pembelajaran di sekolah Dasar :
1)
Penerapan Teori Albert
Bandura dalam Mata Pelajaran Matematika di
SD
Misalnya
seorang guru akan mengajarkan bagaimana menemukan volume dari balok. Disini
dihadirkan/disediakan balok dan kubus yang berukuran 1 satuan kubik sebagai
model. Dengan dipraktekkan oleh guru dan ditirukan oleh siswa guru memperagakan
bagaimana menentukan volume balok kemudian menentukan rumus volume balok.
Dengan demikian diharapkan siswa dapat memperhatikan model dan menirukan
bagaimana menentukan rumus volume balok, dan pembelajar harus mengingatnya.
Selanjutnya pembelajar dituntut untuk dapat mampu meniru pemodelan tersebut.
Beberapa proses ini akan lebih berhasil jika ada motivasi yang kuat dari
pembelajar untuk mempelajarinya.
2)
Penerapan Teori Albert
Bandura dalam Mata Pelajaran IPA di SD
Pada pembelajaran IPA di SD teori ini bisa di terapkan
dengan menunjukan suatu model pengganti misalnya dalam sistem pencernaan
manusia yaitu dengan torso. Dalam pembelajaraan siswa bisa melihat serta bisa
tahu bagaimana sistem pencernaan tanpa harus melihat wujud nyata sistem
tersebut. Serta dengan adanya suatu model dan media yang ditunjukan akan
mengasah motivasi serta kecakapan siswa untuk dapat mengetahui tentang apa yang
dibelajarkan. Selain hal tersebut masih banyak contoh yang berkaitan dengan
pemodelan dalam pembelajaran IPA di SD.
3)
Penerapan Teori Albert
Bandura dalam Mata Pelajaran IPS di SD
Misalnya dalam mengajarkan sejarah, guru dapat
menyajikan tayangan yang berkaitan
dengan pembelajaran tersebut. Misalkan dengan teladan pribadi tokoh sejarah
ataupun peristiwa penting yang ada pada sejarah. Selain itu adanya pemodelan
atau role playing. Dimana adanya pemeranan tokoh atau sebagainya sehingga siswa
dapat merasakan dan akan mengetahui hal-hal yang dapat diambil keteladanannya.
4.
Aplikasi
Edwin Guthrie
Seperti halnya Thorndike, Guthrie
menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni
menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan
lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan
adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak
terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat
dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting
karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang
diinginkan. Karena setiap
pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie
mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa
2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan
respons pada setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas).
Mengasosiasikan rangsangan dan
respons secara tepat merupakan inti dari teori belajar yang dibangun oleh
Guthrie. Untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas.
Guthrie memberikan beberapa saran bagi guru :
a)
Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan
menjadi apa ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain, apakah stimuli yang
ada dalam buku atau pelajaran yang menyebabkan siswa melakukan belajar.
b)
Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku
secara sederhana mereka dapat mengingat lebih banyak informasi. Maka dalam hal
ini buku akan menjadi stimuli yang dapat digunakan sebagai perangsang untuk
menghafal pelajaran.
c)
Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak
memberikan perintah yang secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak
taat terhadap peraturan kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika
diikuti oleh kegaduhan dalam kelas akan menjadi tanda (memunculkan stimuli )
bagi munculnya perilaku distruptif. Motivasi
dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons
dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Aplikasi Teori belajar menurut
Guthrie dalam pembelajaran di sekolah Dasar
1)
Penerapan Teori Guthrie
dalam Mata Pelajaran PKN
Guru hendak mengajarkan
pola hidup sehat kepada siswa. Salah satunya dengan membiasakan menanamkan
kesadaran membuang sampah pada tempatnya. Ketika melihat ada seorang siswa yang
membeli jajanan ke kantin, kemudian menghabiskan makanannya tersebut, dan bel
berbunyi kemudian dia berjalan memasuki kelas. Di pertengah jalan dia membuang
sampah bekas makanannya sembarang. Seorang guru harus segera menegur anak
tersebut. Dengan cara harus kembali lagi ke kantin, lalu berjalan, dan membuang
sampah ke tempat sampah, selanjutnya masuk kelas.
Guru hendak membiasakan
sikap disiplin kepada siswanya. Guru membuat kesepakatan bersama siswa di
kelasnya. Misalnya siswa harus datang tepat pukul 07.00, kecuali yang piket
harus datang 10 menit sebelum masuk. Semua siswa merapikan sepatu di rak sepatu
yang ada di luar kelas, sebelum memulai pelajaran harus membaca do’a terlebih dahulu
dan yang terakhir harus memberikan salam ketika guru memasuki kelas. ( metode
Guthrie merubah dan membiasakan prilaku terhadap pebelajar, menurut metode
Guthrie, dengan di biasakannya kegiatan tersebut, maka siswa akan terbiasa
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut). Dalam mata pelajaran ini cocok.
2)
Penerapan Teori Guthrie
dalam Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia
Seorang guru hendak
memberikan pelajaran tentang Puisi. Semua siswa disuruh untuk mendengarkan
puisi yang dibacakan didepan, kemudian siswa disuruh untuk membuat puisi
masing-masing satu dan menggambarkan perasaannya. Diantara siswa tersebut ada
yang tidak menyukai materi puisi, dan tidak mau membuat tugas. Kalau menurut metode
Guthrie, supaya siswa menyukai puisi maka siswa tersebut diberikan tugas terus
menerus membuat puisi sampai dia bosan ( metode membosankan), justru dengan
seperti ini anak tidak akan belajar mengenai puisi, melainkan dia akan berontak
tidak menyukai gurunya, atau pelajaran bahasa Indonesia. Metode ini kurang
cocok.
3)
Penerapan Teori Guthrie
dalam Mata Pelajaran IPS
Guru hendak membiasakan
anak untuk bisa bersosialisasi dengan baik dikelas, menghargai dan menghormati
kepada sesama temanya. Ada sekelompok anak terdiri dari 3 orang, mereka selalu
membuat kegaduhan di kelas, mengganggu anak-anak yang lainnya, berkelahi dan
tidak menghargai temannya, maka ketiga orang tersebut untuk mengubah prilakunya
harus dipindahkan ke kelas yang terpisah. (metode mengubah lingkungan),
sehingga diharapkan dikelas yang baru dia bisa menyesuaikan dan memperbaiki
tingkah lakunya. Teori ini cocok diterapkan.
4)
Penerapan Teori Guthrie
dalam Mata Pelajaran Matematika
Guru hendak mengajarkan
konsep menghitung volume kubus. Guru harus memberikan rumus yang tepat dan
jelas kepada siswa, sehingga mudah dipahami. Selain itu siswa harus diberikan
latihan-latihan soal yang setipe dengan rumus yang telah diajarkan. Sehingga siswa
dapat memahami rumus volume balok.
Ketika guru hendak
memberikan soal cerita kepada siswa tentang menemukan FPB dan KPK, maka hal
yang pertama harus dilakukan oleh siswa adalah membaca dengan cermat soal
tersebut, memahami isi soal cerita tersebut, menuliskan hal-hal yang
dipertanyakan dan diketahui dalam soal, menjawab pertanyaan sesuai dengan yang
ditanyakan dalam soal.
Kebanyakan siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita, menurut teori Guthrie
bahwasanya kesalahan tersebut terjadi dikarenakan respon yang diberikan siswa
tidak sesuai dengan stimulus yang diberikan guru. Sehingga mereka cenderung
menganggap soal cerita sebagai bentuk hal yang sulit untuk dipecahkan. Siswa
terkadang tidak memahami soal cerita tersebut dan tidak mengerti dengan yang
dipertanyakan dalam soal tersebut. Menurut teori Guthrie, rentetan tahap-tahap
yang harus diselesaikan siswa dalam memecahkan soal cerita harus dilakukan dan
dibiasakan, dan jika salahsatu tahap dalam proses tersebut terabaikan, maka akan
berakbat terhadap pemahaman siswa.
5)
Penerapan Teori Guthrie
dalam Mata Pelajaran IPA
Jika dalam
pembelajaran IPA siswa tidak banyak yang menyukainya, dikarenakan metode guru
yang membosankan dan siswa tidak banyak dilibatkan dalam proses pembelajaran,
maka hal yang harus diubah adalah siswa tersebut harus dibawa ke dalam
lingkungan yang nyata supaya dapat memhami materi pembelajaran IPA tersebut.
Misalnya guru hendak mengajarkan kepada siswa materi mengenal binatang yang
hidup di darat, di air dan di udara, guru mengajak siswanya berkaryawisata ke
kebun binatang sehingga siswa dapat memahami secara langsung binatang-binatang
tersebut. Sehingga prilaku siswa dapat dirubah yang asalnya tidak menyukai
pembelajaran IPA menjadi menyukainya. Teori Guthrie yang mengubah lingkungan
diharapkan mampu merubah prilaku siswa yang kurang baik terhadap mata pelajaran
tertentu menjadi hal yang diharapkan. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Inti dari pembelajaran
Guthrie adalah merubah sikap dan prilaku siswa yang kurang baik menjadi yang
diharapkan, dalam mencapai tujuan pembelajaran, seorang guru dituntut untuk
dapat memberika stimulus yang baik dan tepat kepada semua siswa sehingga akan diterima
dengan respon yang sesuai dengan kemapuan siswa tersebut. Guru tidak boleh
mengabaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sebelum memberikan materi
sehingga menuntut guru untuk dapat mengembangkan metode dan model pembelajaran
yang menstimulus siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori Belajar Behavioristik adalah sebuah teori
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Tokoh
yang menganut aliran behaviorisme diantaranya Burrhuss Frederic Skinner,
Torndhike, Edwin Ray Guthrie, Albert Bandura.
Ciri-ciri Teori Behavioristik
1.
Mementingkan
pengaruh lingkungan (environmentalistis).
2.
Mementingkan
peranan reaksi ( respon).
3.
Memetingkan
mekanisme terbentuknya hasil belajar.
4.
Memnetingkan
hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu.
5.
Memementingkan
pembentukan kebiasaan.
6.
Ciri
hkusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal” atau Trial and Error.
Kelebihan Teori Behavioristik
1.
Sebuah
konsekuensi untuk menyusun bahan pengajaran dalam bentuk yang sudah siap
2.
Tidak
setiap pengajaran dapat menggunakan metode ini
3.
Murid
berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan mendengarkan apa yang
didengarkan dan menghapalkan apa yang didengar tersebut.
4.
32
|
5.
Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan harus dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan oleh guru.
6.
Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan dari guru.
7.
Cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir linear, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan menunjukan siswa sebagai individu yang pasif.
8.
Pembelajaaran
siswa yang berpusat pada guru (teacher centre) bersifat mekanistik dan hanya
beriorientasi pada hasil yang dapat diamati dan dapat diukur.
9.
Penerapan
metode yang salah dalam pembelajaran menyebabkan terjadinya proses pembelajaran
yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai centre, otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
B. Saran
Dalam kenyataanya semua pendapat para ahli mmengenai teori belajar adalah
sama, yakni membutuhkan stimulus dan respon, oleh karena itu sebagai seorang
guru harus mampu memahami dan dapat mengaplikasikan teori belajar dalam setiap
pembelajaran, sehingga diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Melalui
makalah ini, penulis berharap pembaca dapat memberi masukan yang sifatnya
konstruk untuk memperbaiki isi makalah dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Margaret E. Bell Gredler,
1994. Belajar dan pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
John W. Satrock, 2007. Psikologi
Pendidikan. edisi kedua. PT Kencana Media Group: Jakarta.
M. Purwanto,
Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan.PT Remaja RosdaKarya: Bandung
Prasetya
Irawan, dkk, 1997. Teori belajar. Dirjen Dikti: Jakarta [Online]
Cahyo, Rudi. ---. Teori Belajar Behavioristik Edward Lee
Thorndike [Online] Tersedia: http://rudicahyo.com/psikologi-artikel/teori-belajar-behavioristik-edward-lee-thorndike/ (diakses 9/2/2015 15:01)
Ipoenk. 2012. Teori Belajar dan Aplikasi Belajar Internet
[Online] Tersedia di: http://ipoenk23.blogspot.com/2012/02/teori-belajar-dan-aplikasi-belajar.html (diakses
10/2/2015 14:20)
Math, Made82.
2009. Teori Belajar B.F.skinner dan
Aplikasinya [Online] Tersedia: https://made82math.wordpress.com/2009/06/05/teori-belajar-b-f-skinner-dan-aplikasinya/ (diakses
10/2/2015 17:22)
Fitrika.
2012. Teori Belajar Edwin Ray Guthrie. [Online]
Tersedia :http://fitrika1127.blogspot.com/2012/05/teori-belajar-edwin-ray-guthrie.html (diakses 10/2/2015 17:25)