BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan
kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu
pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk
manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada
keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak
selalu terjadi secara vertikal atau kepada anak-cucu mereka; melainkan dapat
pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari
manusia lainnya.
Berbagai pengalaman
makhluk manusia dalam rangka kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan
kepada generasi berikutnya oleh indiividu lain. Berbagai gagasannya dapat
dikomunikasikannya kepada orang lain karena ia mampu mengembangkan
gagasan-gagasannya itu dalam bentuk lambang-lambang vokal berupa bahasa, baik
lisan maupun tertulis.
Dapat dikatakan,
sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi riang
penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan
masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan yang
diselenggarakan melalui-meskipun tidak hanya terbatas pada-sistem persekolahan
semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi kebudayaan (lihat artikel Media
Indonesia, 9/11/2009). Dalam hal ini, pendidikan merupakan medium transformasi
nilai-nilai budaya, penguatan ikatan-ikatan sosial antarwarga masyarakat, dan
pengembangan ilmu pengetahuan untuk mengukuhkan peradaban umat manusia.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari
Pendidikan?
2. Apakah makna dari
pendidikan?
3. Apakah pengertian Budaya?
4. Apakah arti dari
Kebudayaan?
5. Bagaimana pendidikan
dalam Lingkup Kebudayaan?
6. Bagaimana Peran
Pendidikan dalam Proses Pewarisan Kebudayaan?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui
pengertian dari pendidikan.
2. Untuk mengetahui
makna dari pendidikan.
3. Untuk mengetahui
pengertian budaya.
4. Untuk mengetahui
arti dari kebudayaan.
5. Untuk mengetahui
pendidikan dalam lingkup kebudayaan.
6. Untuk mengetahui
peran pendidikan dalam proses pewarisan kebudayaan.
D.
Sistematika
Penulisan
HALAMAN JUDUL
HALAMAN KATA PENGANTAR
HALAMAN DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Berisi tentang latarbelakang pembuatan
makalah mengenai konsep pendidikan inklusif
B. TUJUAN
PENULISAN
Berisi tentang tujuan yang akan dicapai
dalam pembuatan makalah
C. RUMUSAN
MASALAH
Berisi tentang rumusan-rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah
BAB II : PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan dan teori yang
sudah pernah dibahas oleh para ahli yang berkaitan dengan tema makalah mengenai
Pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan.
BAB III : PENUTUP
A. SIMPULAN
Berisi tentang simpulan akhir dari pembahasan yang sudah
dibuat. Penulisan kesimpulan singkat dan jelas, tidak panjang seperti
pembahasan.
B. SARAN
Berisi saran dari penulis untuk para pembaca
dan mengenai pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi seluruh sumber yang digunakan
dalam pembuatan makalah.
LAMPIRAN
Berisi penambahan dan pertanyaan mengenai
materi yang telah disampaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan
Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Menurut kamus
Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan
‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau
perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar
Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian
pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H.
Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih
tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian
pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
B. Makna Pendidikan
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Menurut
pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk
mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik.
Definisi
di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan
agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu
tercapainya kebahagian lahir dan batin.
C.
Pengertian Budaya
a.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113)
Kebudayaaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture)
yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan
serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
b.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kebudayaan adalah sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara
tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung
menunjuk pada pola pikir manusia.
c.
Menurut Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya
dengan belajar.
d.
Menurut E.B. Taylor
Kebudayaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan
kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
e.
Menurut Linton
Kebudayaan adalah keseluruhan
daripengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki
dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
f.
Menurut Kluckhohn dan Kelly
Kebudayaanadalah semua rancangan hidup
yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional,
irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk
perilaku manusia.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Jadi, budaya bangsa adalah suatu
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu bangsa dan
diwariskan dari generasi ke generasi.
D. Arti Kebudayaan
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
yang luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil
ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di
dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang
hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu
pengetahuan. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau
immaterial culture). Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa
orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian
besar atau seluruh masyarakat, sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah
kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).
E. Pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan
Pada dasarnya
pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan.
Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi
kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan
tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan
antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian
pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat
disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik
manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola
keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan
kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan
dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justru
pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Karena
pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan
kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
Oleh karena itu
kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang
tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu
telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya. Uraian tentang
pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.
1.
Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam
konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa
kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar
jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan
individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan.
Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal
ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang
berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang
saling menguntungkan.
Di dalam perkembangan
kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat
berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada
kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif
tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang
disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang
kreatif tersebut.
Kebudayaan sebenarnya
adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan
demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang
tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam
suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam
pembentukan kepribadian manusia. Para pakar yang menaruh perhatian terhadap
pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan
psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai
suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.
Di sinilah peran
pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula psikologi aliran
psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang
sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana
pribadi itu hidup
John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan
pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian
manusia sebagai berikut.
a.
Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk
belajar.
b.
Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi
perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini
kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku
tertentu.
c.
Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap
perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk
perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan
sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau
mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.
d.
Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui
proses belajar.
Apabila analisis Gillin
di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan dalam pembentukan
kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep pembentukan
kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para pakar aliran
behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap pengembangan
kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan
kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai
berikut.
a.
Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan
juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan
terdapat suatu dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika
yang otomatis tetapi yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi
tersebut ialah manusia.
b.
Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi
tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam
ruang kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
c.
Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi.
Imajinasi seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan
kebudayaannya. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan
kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri
dari nol di dalam perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan
kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.
d.
Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar
ia dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan
hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang
akan melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah
dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan
hidup dalam masyarakatnya.
e.
Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang
panjang. Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang,
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
f.
Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian
manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan
untuk mencapai tujuan. Learning is agoal teaching behavior.
g.
Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam
perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan
yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal
merupakan kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh
nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.
h.
Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan
ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi
seseorang.
2.
Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang
dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Proses tersebut
menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada
generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses
pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini
marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah dijelaskan,
kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan.
Manusia atau pribadi
adalah aktor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian,
kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang
terus-menerus berubah. Untuk membuktikan hal tersebut marilah kita lihat
variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat
(1991).
Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga
unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang ditransmisi, (2) proses transmisi, dan
(3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi?
Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai budaya,
adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup
lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial
yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat
tersebut.
Transmisi unsur-unsur
tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia
adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur
tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat
sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki
oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya
perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berarti
bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang
seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.
Rangkaian transmisi
berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan
bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat
modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih
nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai
keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses pendidikan yang lain
yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada budaya lokal. Hanya
dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal akan dapat memberikan
sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.
3.
Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan
ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Manusia atau
pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian
kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi sesuatu yang
terus-menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan
oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
a.
Unsur-unsur yang ditransmisi.
b.
Proses transmisi.
c.
Cara transmisi.
Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:
1)
Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup
serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
2)
Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota
di dalam masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta peranan yang diperlukan
dalam dunia pergaulan.
3)
Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan
sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah
actor dan manipulator dalam kebudayaannya. Cara mentransmisikannya yaitu dengan
2 bentuk yaitu:
a)
Peran-serta
Cara transmisi dengan
peran serta antara lain dengan perbandingan. Demikian pula peran serta dapat
berwujud ikut serta dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.
b)
Bimbingan
Bentuk bimbingan dapat
berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.Dalam pelaksanaan bimbingan
tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-upacara
yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang
sekuler.
F.
Peran Pendidikan
dalam Proses Pewarisan Kebudayaan
Pendidikan
bertujuan untuk membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai
mahluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan kelangsungan
hidup, baik secara pribadi, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Sekolah atau
pendidikan formal adalah salah satu sarana atau media dari proses pembudayaan
media lainnya (keluarga dan institusi lainnya yang ada dalam masyarakat).
Hartoko Dalam konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk
memanusiakan manusia (Dick).
Fungsi pendidikan
budaya adalah:
1.
Memperkenalkan, memelihara dan mengembangkan unsur- unsur budaya;
2.
Pengembangan: Pengembangan potensi peserta didik untuk
menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki
sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya bangsa;
3.
Perbaikan: Memperkuat kiprah pendidikan nasional
untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih
bermartabat; dan
4.
Penyaring: Untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa yang bermartabat.
5.
Menumbuhkembangkan semangat kebudaya bangsa
Tujuan
pendidikan budaya adalah:
1.
Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2.
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
3.
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa;
4.
Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5.
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi
dari sumber-sumber berikut ini.
1.
Agama: Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena
itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari
pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka
nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.
Pancasila: Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter
bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih
baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan
nilainilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3.
Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna
terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu.
Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan
budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4.
Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan
pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat
berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan
keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan
budaya bangsa sebagai berikut ini.
1.
Nilai Religius yaitu Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Nilai Jujur yaitu Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
3.
Nilai Toleransi yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
4.
Nilai Disiplin yaitu Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
5.
Nilai Kerja yaitu Keras Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6.
Nilai Mandiri yaitu Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
7.
Nilai Demokratis yaitu Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
8.
Nilai Rasa Ingin Tahu yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar
9.
Nilai Semangat Kebangsaan yaitu Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya
10.
Nilai Cinta Tanah Air yaitu Cara berfikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa
11.
Nilai Menghargai Prestasi yaitu Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain
12.
Nilai Bersahabat/Komuniktif yaitu Tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
13.
Nilai Cinta Damai yaitu Sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
14.
Nilai Gemar Membaca yaitu Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya
15.
Nilai Peduli Lingkungan yaitu Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
16.
Nilai Peduli Sosial yaitu Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
17.
Nilai Tanggung-jawab yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Selo Soemardjan dan
Soelaman Soemardi (1964: 113) menjelaskan bahwa kebudayaaan adalah semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan
kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat.
Pendidikan
artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Pendidikan dan Kebudayaan
akan diterangkan dalam urutan pembahasan :
1.
Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
2.
Penerusan Kebudayaan
3.
Transmisi Kebudayaan
Peran pendidikan adalah sebagai transfer nilai-nilai budaya atau
sebagai cara yang paling efektif dalam mentrasnfer nilai-nilai budaya adalah
dengan cara proses pendidikan, karena keduanya sangat erat hubungannya.
Kebudayaan dengan pendidikan sangat erat sekali keduanya saling
berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan karena saling dan membutuhkan
antara satu sama lainnya.
B.
Saran
Dengan
adanya pendidikan dalam lingkup kebudayaan ini diharapkan dapat membantu dan
memotivasi orang untuk terus belajar mengenai kepribadian dalam proses
kebudayaan dan akan berusaha menciptakan penerus-penerus yang sangat mencintai
serta melestarikan kebudayaan yang telah bangsa kita miliki.
DAFTAR
PUSTAKA
Fauzan. 2009. Landasan Sosial Budaya Sosial
Budaya Pendidikan. [Online].
Tersedia :http://defauzan.wordpress.com. [ 11 September 2014].
Arifin, H. M. 2003. Ilmu
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta:
Dirjen Dikti Depdikbud.
Toha. 2009. Dampak Perubahan Sosial
Masyarakat. [Online]. Tersedia : http://tohacenter.blogspot.com/2009/09/dampak-perubahan-sosial-masyarakat.html. [11 September 2014].