BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pola dan Proses Pembelajaran Orang
Dewasa (Andragogi)
Andragogi berasal
dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya
memimpin. Andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan
mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat
mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah
kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu,
dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni dan
pengetahuan membelajarkan orang dewasa.
Pola dan proses pembelajaran bagi
orang dewasa/andragogi (adult learning), khususnya bagi merekayang telah
berkecimpung di tempat kerja, tentu memerlukan pola dan pendekatan yang
bersifat khusus. Berdasarkan pengalaman dan teori, proses pembelajaran
orang-orang dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Robert Pikes, Creative
Training Technique, 1992) :
1.
Orang dewasa itu seperti “bayi”, hanya badannya saja
yang besar.
2.
Umumnya orang dewasa “tidak akan membantah” suatu
pendapat asal selaras
pemahaman dan pengalamannya sendiri.
3.
Dalam hal belajar, orang dewasa cenderung ingin cepat,
mudah ,dan praktis karena pada umumnya mereka sibuk dengan pekerjaan dan
tanggung jawabnya sehingga sering hampir kekurangan waktu.
4.
Keberhasilan proses pembelajaran orang dewasa umumnya
harus selaras dengan faktor fun and enjoyement yang mereka peroleh
dalam pelaksanaan dan pengembangannya.
5.
Di sisi lain, sebenarnya orang dewasa adalah mahluk
yang cerdas dan cepat belajar asal kebutuhan itu datang dan tumbuh dari
dorongannya sendiri.
6.
Secara umum, ditunjang oleh
pengalaman dan tingkat kedewasaan pribadinya, orang dewasa bisa belajar dari
siapa saja. Selain itu, mereka juga bisa belajar dalam suasana formal maupun
informal.
7.
Karena tingkat pengetahuan dan pengalamannya, umumnya
orang dewasa juga mampu belajar melalui proses analogi.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa agar efektif dan efisien, salah satu alternatif pola dan
proses pembelajaran bagi orang dewasa sebaiknya dilakukan melalui pendekatan learning
by doing / learning by experiencing.Dalam konsep di atas, proses
pembelajaran dilaksanakan melalui empat tahapan sebagai berikut.
1.
Adanya Suatu Aktivitas
Para peserta
terlibat secara fisik, interaktual, maupun emosional dalam upaya memperoleh
pengetahuan atau keterampilan dalam hal yang diperlukan.
2.
Adanya Proses Diskusi
Para peserta
tidak hanya belajar secara individual, tapi juga bisa belajar berkelompok
sehingga akan lebih memperkaya dan menambah aspek kedalaman pemahaman aspek
yang sedang dipelajari.
3.
Adanya Proses Perenungan
Secara
individual, para peserta didorong untuk menginteralisasikan konsep, pengetahuan,
dan keterampilan yang baru saja diperoleh dalam kegiatan mereka sehari-hari.
4.
Adanya Proses Rancangan Tindak Lanjut/Penerapan
Proses ini
berguna untuk melatih dan menyempurnakan proses belajar berbagai keahlian yang
baru saja didapatkan para peserta.
B.
Pembelajaran bagi orang dewasa
Pembelajaran merupakan suatu
proses dimana perilaku diubah, dibentuk atau dikendalikan. Bila istilah
pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu fungsi, maka tekanannya diletakan
pada aspek-aspek penting tertentu (seperti motivasi) yang diyakini untuk
membantu menghasilkan belajar. Jadi arti pembelajaran adalah suatu perubahan yang dapat memberikan hasil jika (orang-orang)
berinteraksi dengan informasi (materi,kegiatan, pengalaman). Definisi
lainpembelajaran adalah upaya yang direncanakan dan dilaksanakan dengan sengaja
untuk memungkinkan terjadinya kegiatan belajar pada diri warga belajar.
Pembelajaran orang dewasa adalah pembelajaran untuk memahami orang
dewasa dalam belajar dengan kondisi optimum bagi orang dewasa tersebut. Smith
(1982) mengungkapkan ada enam mengenai pembelajaran bagi orang dewasa ini,
yaitu :
a.
Belajar
berlangsung sepanjang hayat, hidup berarti belajar, belajar dapat dikehendaki
namun dapat juga tanpa dikehendaki. Kita belajar banyak melalui proses
sosialisasi, sejak dari pengasuhan keluarga, pengaruh teman sebaya, pekerjaan,
permainan, wajib militer dan media masa.
b.
Belajar
merupakan suatu proses yang bersifat pribadi dan alamiah, tidak seorang pun
yang dapat melakukan belajar untuk kita.
c.
Belajar
mencakup perubahan, sesuatu yang ditambahkan atau dikurangi.
Perubahan-perubahan mungkin kecil sekali pada masa dewasa.
d.
Belajar
dibatasi oleh tingkat perkembangan manusia. Belajar mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh perubahan biologis dan fisik dalam kepribadian, nilai peranan
dan tugas yang biasanya terjadi sepanjang rentang kehidupan normal.
e.
Berkaitan
dengan pengalaman dan mengalami, Belajar adalah mengalami, yaitu berinteraksi
dengan lingkungan. Belajar adalah melakukan.
f.
Belajar
mengandung intuitif. Pengetahuan dapat muncul dari kegiatanbelajar itu sendiri.
Intuisi dinamankan pengetahuan yang tidak dapat ditemukan.
Proses belajar bagi orang
dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang mampu berperan sebagai pembimbing
belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan
berguru. Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep
diri, mengalami perubahan psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa
kanak-kanak menjadi kemandirian untuk mengarahkan diri sendiri, sehingga proses
pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan karakteristik orang dewasa.
C.
Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif
(lebih cepatdan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih,
pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi
kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu
orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan
kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak
mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab
pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk
yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada
dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus
yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut.
Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif
apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama
apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat
mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya.
Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya
dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan
mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan
gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat
subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat,
perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak
menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan
mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang
dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya
mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaandiri
tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang
berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya
suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya
tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa
mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang
bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa
dirinya terancam oleh sesuatu
sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dan lain-lain).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam
mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan.
Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan
gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di
samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa
mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah
diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif
kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.
Dalam hal
lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan
unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali
harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil
tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok
tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja
suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang
memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan,
latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu
dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang
dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas
yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat
berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh.
Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun
kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar.
Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar
itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan
kelemahan dirinya.
Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi
bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan
renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang
persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
D.
Tahap
Proses Belajar Orang Dewasa
Melalui
proses belajar, seorang pelajar yang tadinya tidak tahu suatu hal menjadi tahu.
Proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang sedang melakukan kegiatan
belajar tanpa dapat terlihat secara lahiriyah (terjadi dala pikiran orang).
Proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung
melalui enam tahapan, yaitu :
1.
Motivasi
Motivasi
adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Motivasi jangka pendek berupa minat
untuk belajar pada saat itu, dan motivasi jangka panjang dapat berupa keinginan
mendapat nilai ujian yang baik, berprestasi, dan sebagainya (Rooijakkersd,
1980). Untuk menumbuhkan motivasi antara lain dengan memberi niai perkembangan
belajar, memberi hadiah atau pujian, memberi tahu kemajuan belajar, memberi
tugas yang menantang, dan menciptakan suasana yang menyenangkan (Nasution,
1995).
2.
Perhatian pada Pelajaran
Peserta
didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Perhatian peserta ini
sangat terantung pada pembimbing. Apabila pendidik dapat menarik perhatian
peserta didik,maka perhatian mereka akan tinggi.Hal ini dapat dilakukan oleh
pendidik dengan membuat variasi tempo mengajar, nada suara, gerakan, dan teknik
mengajar, penyisipan istirahat sejenak pada saat tertentu, mengajukan dan
menjawab pertanyaan ( Rooijakersd,1980).
3.
Menerima dan Mengingat
Ada
bebapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan pengingatan yaitu :
a. Struktur
Penjelasan
pendidik akan mudah diterima dan diingat oleh peserta didik, jika mempunyai
stuktur yang jelas.
b. Makna
Jika
suatu pelajaran ada hubungannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta
didik, maka pelajaran itu akan lebih bermakna, dan akan lebih mudah diterima
dan diingat.
c. Pengulangan
Pengulangan
suatu pelajaran akan meningkatkan daya ingat peserta didik.
d. Interverensi
Interverensi
adalah kekalutan dalam pikiran seseorang yang sedang belajar akibat terlalu
banyak menerima pelajaran, sehingga pelajaran tersebut menjadi berdesak-desak
dalam pikirannya. Interverensi dapat dicegah dengan memberikan tidak terlalu
banyak bahan pelajaran, menjelaskan struktur pelajaran, mmberikan istirahat
singkat, dan menggambarkan bagan.
e. Reproduksi
Agar
peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu menyajikan
pengajarannya dengan cara mengesankan. Karena informasi yang makin mengesankan,
maka akan lebih mudah diproduksi.
f. Generalisasi
Peserta
didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam
ruang lingkup yang lebih luas.
4.
Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan
serta Umpan Balik
Dalam
tahap ini peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang
telah diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar
memahami maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan
oleh peserta didik. Bentuk tes bermacam-macam, dapat secara tertulis seperti
esai (essay), pilihan ganda (multiple choice), memasangkan (maching),
benar-salah (true-false), dan isian, dapat pula secara lisan. Selanjutnya
pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar
dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat
mengetahui seberapa jauh ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi
dirinya sendiri.
E.Model-model
Pembelajaran OrangDewasa
Sesuai
dengan karakteristik orang dewasa, maka pembelajarannya juga memerlukan
karakteristik yang khusus. Ada beberapa model pembelajaran yang cocok digunakan
untuk pembelajaran orang dewasa yaitu :
a.
Model
Pembelajaran Daur Pengalaman Berstruktur dan Analisis Peranan
Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan
partisipatori andragogi melalui daur pengalaman struktur. Model pembelajaran
ini merupakan proses membantu belajar orang dewasa secara analisis dan
partisipasif .
b.
Model
Pembelajaran Latihan Penyelidikan (Inguiry Training Model)
Menghadapkan peserta belajar untuk berkonfrontasi
dengan situasi teka-teki.Fase operasional pengumpulan data untuk verifikasi,
meminta peserta belajar menanyakan serangkaian-serangkaian pertanyaan untuk dijawab oleh fasilitator
dengan "ya" atau "tidak" dan menyelenggarakan serangkaian
eksperimen mengenai lingkungan situasi masalah.
Operasi pengumpulan data untuk eksperimentasi.Peserta belajar menyadap informasi dari pengumpulan
data mereka dan menjelaskan masalah sebaik mungkin.Fasilitator dan peserta
belajar bekerja sama menganalisis strategi satu sama lain. Tekanan di sini
ialah pada konsekuensi strategi tertentu. Analisis ini berusaha membantu
peserta belajar lebih terarah dalam mengajukan pertanyaan dan mengikuti
rencana: Pengadaan fakta, Menentukan apa yang relevan, Menyiapkan konsep
penjelasan atau hubungan.
c.
Model
Pembelajaran Advance Organizer
Advance Organizer ialah materi pengenalan yang disajikan lebih dahulu dari tugas pembelajaran
yang tingkat abstraksinya lebih tinggi dibandingkan dengan tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya ialah untuk menjelaskan, mengintegrasikan,
dan menghubungkan materi dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah
dipelajari lebih dahulu, disamping juga untuk membantu peserta belajar
membedakan materi baru dari materi pembelajaran yang telah diberikan.
Organisasi yang paling efektif adalah materi yang menggunakan konsep, istilah
dan dalil yang telah dikenal oleh warga belajar termasuk juga ilustrasi dan
analogi.
Bahan pembelajaran dapat berupa artikel dalam koran
atau majalah dan jurnal, ceramah bahkan dapat juga film. Tugas pembelajaran
bagi peserta belajar ialah untuk menghayati informasi, untuk mengingat gagasan
sentral dan mungkin juga fakta kunci.Sebelum memperkenalkan materi pembelajaran
kepada peserta belajar hendaknya fasilitator menyiapkan materi perkenalan dalam
bentuk Advance Organizer berupa lampiran yang dapat digunakan untk mengaitkan
data baru yang relevan.
d. Model Pembelajaran Pemerolehan Konsep
Pembelajaran model pemerolehan konsep mencakup
penganalisisan proses berpikir dan diskusi mengenai atribut perolehan konsep. Selanjutnya terhadap variasi pada model dasar
yang melibatkan lebih banyak peserta belajar berpartisipasi dan mengendalikan
diskusi serta lebih banyak materi yang kompleks.Kelaziman diantara materi ini
merupakan aplikasi dari teori tentang konsep.Inilah yang membedakan antara
model perolehan konsep yang asli dengan perlombaan menebak.
F.
Implikasi Konsep Andragogi Dalam Pembelajaran
Usaha-usaha ke arah penerapan teori
andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telahdicobakan oleh beberapa
ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang yaitu: konsep diri, akumulasi
pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasibelajar. Konsep
Andragogi didasarkan pada sedikitnya 4 asumsi tentang karakteristik warga
belajar yang berbeda dari asumsi yang mendasari pedagogi tradisional,yaitu:
1)
konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi yang tergantung
kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri.
2)
Mereka telah mengumpulkan segudang
pengalaman yang selau bertambah yang menjadi sumber belajar yang semakin kaya.
3) Kesiapan belajar mereka menjadi semakin
berorientasi kepada tugas-tugas perkembangan dari peranan sosial mereka.
4)
Perspektif waktu mereka berubah dari penerapan yang tidak seketika dari
pengetahuan yang mereka peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan
itu orientasi mereka kearah belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata
pelajaran kepada yang berpusat kepada penampilan.
Asumsi
dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan
Iklim Belajar yang Kondusif
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran model Andragogi langkah pertama yang harus
dikerjakan adalah menyiapkan iklim belajar yang kondusif. Ada tiga hal yang
perlu disiapkan agar tercipta iklim belajar yang kondusif itu. Pertama,
penataan fisik seperti ruangan yang nyaman, udara yang segar, cahaya yang
cukup, dan sebagainya. Termasuk di sini adalah kemudahan memperoleh
sumber-sumber belajar baik yang bersifat materi seperti buku maupun yang bukan
bersifat materi seperti bertemu dengan fasilitator. Kedua, penataan
iklim yang bersifat hubungan manusia dan psikologis seperti terciptanya suasana
atau rasa aman, saling menghargai, dan saling bekerjasama. Ketiga,
penataan iklim organisasional yang dapat dicapai melalui kebijakan pengembangan
SDM, penerapan filosofi manajemen, penataan struktur organisasi, kebijakan
finansial, dan pemberian insentif.
2. Menciptakan
Mekanisme Perencanaan Bersama
Perencanaan pembelajaran dalam model Andragogi dilakukan
bersama antara fasilitator dan peserta didik. Dasarnya ialah bahwa peserta
didik akan merasa lebih terikat terhadap keputusan dan kegiatan bersama apabila
peserta didik terlibat dan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan.
3. Menetapkan
Kebutuhan Belajar
Dalam proses pembelajaran orang dewasa
perlu diketahui lebih dahulu kebutuhan belajarnya. Ada dua cara untuk
mengetahui kebutuhan belajar ini adalah dengan model kompetensi dan model
diskrepensi. Model kompetensi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai cara
seperti penyusunan model peran yang dibuat oleh para ahli. Pada tingkat
organisasi dapat dilakukan dengan melaksanakan analisis sistem, analisis
performan, dan analisis berbagai dokumen seperti deskripsi tugas, laporan
pekerjaan, penilaian pekerjaan, analisis biaya, dan lain-lain. Pada tingkat
masyarakat dapat digunakan berbagai informasi yang berasal dari penelitian para
ahli, laporan statistik, jurnal, bahkan buku, dan monografi. Model dikrepensi,
adalah mencari kesenjangan. Kesenjangan antara kompetensi yang dimodelkan
dengan kompetensi yang dimiliki oleh peseta didk. Peseta didik perlu melakukan self
assesment.
4. Merumuskan
Tujuan Khusus (Objectives) Program
Tujuan pembelajaran ini akan menjadi pedoman bagi
kegiatan-kegiatan pengalaman pembelajaran yang akan dilakukan. Banyak terjadi
kontroversi dalam merumuskan tujuan pembelajaran ini karena perbedaan teori
atau dasar psikologi yang melandasinya. Pada model Andragogi lebih dipentingkan
terjadinya proses self-diagnosed needs.
5. Merancang
Pola Pengalaman Belajar
Untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan perlu disusun pola pengalaman belajarnya atau rancangan programnya.
Dalam konsep Andragogi, rancangan program meliputi pemilihan problem areas yang
telah diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic,
pemilihan format belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai,
merancang unit-unit pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-materi,
serta mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta
didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan menggunakan model
pembelajaran Andargogi pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep self-directed
learning dan oleh karena itu rancangan program tidak lain adalah preparat
tentang learning-how-to-learn activity.
6. Melaksanakan
Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar)
Catatan penting pertama untuk
melaksanakan program kegiatan belajar adalah apakah cukup tersedia sumberdaya
manusia yang memiliki kemampuan membelajarkan dengan menggunakan model
Andragogi. Proses pembelajaran Andragogi adalah proses pengembangan sumberdaya
manusia. Peranan yang harus dikembangkan dalam pengembangan sumberdaya manusia
adalah peranaan sebagai administrator program, sebagai pengembang personel yang
mengembangkan sumberdaya manusia. Dalam konteksi pelaksanaan program kegiatan
belajar perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan berbagai teknik untuk membantu orang dewasa belajar dan yang berkaitan dengan berbagai
bahan-bahan dan alat-alat pembelajaran.
7. Mengevaluasi Hasil Belajar dan
Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar Proses pembelajaran model Andragogi diakhiri dengan langkah
mengevaluasi program. Pekerjaan mengevaluasi merupakan pekerjaan yang harus
terjadi dan dilaksanakan dalam setiap proses pembelajaran. Tidak ada proses
pembelajaran tanpa evaluasi. Proses evaluasi dalam model pembelajaran Andragogi
bermakna pula sebagai proses untuk merediagnosis kebutuhan belajar.
G.
Pengaruh Penurunan Faktor Fisik dalam Belajar
Proses belajar manusia berlangsung
hingga akhir
hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan
usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang
dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena
semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan
fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya
memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi
(1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan
menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan
perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Verner dan Davidson
dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat
keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
a. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau
titik terdekat yang
dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua
puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari
matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah
menjauh sampai 23 cm.
b. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau
titik terjauh yang dapat
dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor
ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan dan alat pendidikan.
c. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah
penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada
usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan
145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat
melihat dengan jelas.
d. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung
ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea
atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah
kurang dapat dibedakannya warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan
warna-warna cerah yang kontras utuk alat-alat peraga.
e. Pendengaran
atau kemampuan menerima suara mengurangdengan bertambahnya usia. Pada umumnya
seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam
pada tiap dasawarsa dalam hidupnya.Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal
ini daripada wanita.Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami
kurang pendengaran.Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan
mengalami kurang pendengaran.
f.
Pembedaan bunyi atau
kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia.
Dengan demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya,
dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara
orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran
orang dewasa adalah pembelajaran untuk memahami orang dewasa dalam belajar
dengan kondisi optimum bagi orang dewasa tersebut.Proses belajar bagi orang
dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang mampu berperan sebagai pembimbing
belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan
berguru. Orang dewasa
tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan
psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi
kemandirian untuk mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang
dewasa harus memperhatikan karakteristik orang dewasa.
Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif
apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama
apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat
mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya.
Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya
dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan
mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan
gagasannya sendiri kepada mereka.
B. Saran
Dengan adanya pendidikan bagi orang
dewasa atau andragogi ini diharapkan dapat membantu dan memotivasi orang dewasa
untuk terus belajar dan terus belajar hingga akhir hayat
DAFTAR PUSTAKA